Tabot atau Tabuik

Tahun
2013
Nomor Registrasi
201300011
Domain
Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan
Provinsi
Warisan Bersama
Responsive image

Para pekerja yang merasa cocok dengan tatahidup masyarakat Bengkulu, dipimpin oleh Imam Senggolo alias Syekh Burhanuddin, memutuskan tinggal dan mendirikan pemukiman baru yang disebut Berkas, sekarang dikenal dengan nama Kelurahan Tengah Padang. Tradisi yang dibawa dari Madras dan Bengali diwariskan kepada keturunan mereka yang telah berasimilasi dengan masyarakat Bengkulu asli dan menghasilkan keturunan yang dikenal dengan sebutan orang-orang Sipai.Tradisi berkabung yang dibawa dari negara asalnya tersebut mengalami asimilasi dan akulturasi dengan budaya setempat, dan kemudian diwariskan dan dilembagakan menjadi apa yang kemudian dikenal dengan sebutan upacara Tabot. Upacara Tabot ini semakin meluas dari Bengkulu ke Painan, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidie, Banda Aceh, Meuleboh dan Singkil. Namun dalam perkembangannya, kegiatan Tabot menghilang di banyak tempat. Hingga pada akhirnya hanya terdapat di dua tempat, yaitu di Bengkulu dengan nama Tabot dan di Pariaman Sumbar (masuk sekitar tahun 1831) dengan sebutan Tabuik. Keduanya sama, namun cara pelaksanaannya agak berbeda.

Jika pada awalnya upacara Tabot (Tabuik) digunakan oleh orang-orang Syi‘ah untuk mengenang gugurnya Husein bin Ali bin Abi Thalib, maka sejak orang-orang Sipai lepas dari pengaruh ajaran Syi‘ah, upacara ini dilakukan hanya sebagai kewajiban keluarga untuk yakni memenuhi wasiat leluhur mereka. Belakangan, sejak satu dekade terakhir, selain melaksanakan wasiat leluhur, upacara ini juga dimaksudkan sebagai wujud partisipasi orang-orang Sipai dalam pembinaan dan pengembangan budaya daerah Bengkulu setempat.

Kondisi sosial budaya masyarakat, nampaknya, juga menjadi penyebab munculnya perberbedaan dalam tatacara pelaksanaan upacara Tabot. Di Bengkulu, misalnya, Tabotnya berjumlah 17 yang menunjukkan kepada jumlah keluarga awal yang melaksanakan Tabot, sedangakan di Pariaman hanya terdiri dari 2 macam Tabot (Tabuik) yaitu Tabuik Subarang dan Tabuik Pasa. Tempat pembuangan Tabot (Tabuik) antara Bengkulu dan Pariaman juga berbeda. Pada awalnya Tabot di Bengkulu di buang ke laut sebagaimana di Pariaman Sumatera Barat. Namun, pada perkembangannya, Tabot di Bengkulu dibuang di rawa-rawa yang berada di sekitar pemakaman umum yang dikenal dengan nama makam Karbela yang diyakini sebagai tempat dimakamnya Imam Senggolo alias Syekh Burhanuddin.

Belakangan ini, banyak kritikan dari berbagai elemen masyarakat terhadap pelaksanaan upacara Tabot. Satu hal yang paling mendasar dari semua kritikan tersebut adalah berubahnya fungsi upacara Tabot dari ritual bernuansa keagamaan menjadi sekedar festival kebudayaan belaka. Ini nampaknya disebabkan oleh kenyataan bahwa yang melaksanakan upacara Tabot adalah orang-orang non-Syiah. Hilangnya nilai-nilai sakralitas upacara Tabot semakin diperparah dengan munculnya apa yang kemudian dikenal sebagai Tabot pembangunan (Tabot yang keberadaannya karena deprogram oleh pemerintah dan berjumlah banyak). Namun yang terpenting adalah empatkanlah ritual tabot untuk megenang sejarah peristiwa pepeangan cucu nabi muhammad saw hasan-Husein agar jangan terjadi perpecahan di kalangan umat islam pada masa mendatang, dan point yag paling mendasar adalah jangan mencampur-baurkan tabot dengan aspek ritual belaka. tempatkanlah tabot sebagai marwah  dasarnya sebagai peristiwa mengenang pertemburan karabela sebagai moment kasadaran diri dan hikamh dibalik semua peristiwa itu demi mencapai kedamian dan persatuan umat islam di seluruh dunia.

Upacara Tabot/Tabuik merupakan sebuah tradisi masyarakat di Bengkulu dan di pantai barat Sumatera Barat, yang diselenggarakan secara turun menurun. Upacara ini digelar di hari Asyura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram dalam kalender Islam untuk mem peringati kematian cucu Nabi Muhammad, Husein.

Orang Minang pada umumnya menyebutkan kata Tabuik berasal dari kata Tabut dan orang Pariaman khususnya melafazkan Tabuik. Ini disebabkan pengaruh dialek Minang dimana konsonan akhir huruf"t" akan dilafalkan "ik"seperti takut menjadi takuik, larut menjadi laruik dan sebagainya. Menurut beberapa sumber tabuik adalah peti kayu yang dilapisi emas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tabuik atau tabut adalah sebuah peti yang terbuat dari anyaman bambu yang diberi kertas berwarna, kemudian dibawa arak-arakan pada hari peringatan Hasan dan Husein tanggal 10 Muharram. Upacara tabuik sekarang telah menjadi agenda tahunan tradisi masyarakat Padang Pariaman setiap tanggal 1-10 Muharram.

Tabuik berasal dari bahasa Arab Melayu yang artinya peti atau keranda yang dihiasi bunga-bunga dan kain berwarna-warni dan kemudian dibawa berarak-arak keliling kampung. Sedangkan pengertian tabuik di Pariaman adalah sebuah keranda yang diibaratkan sebagai usungan mayat Husein Bin Ali yang terbuat dari bambu, kayu rotan yang dihiasi bunga-bunga "salapan". Pada bagian bawah tabuik terdapat seekor kuda bersayap berkepala manusia yang disebut buroq dan pada bagian atasnya terdapat satu tangkai bunga salapan yang disebut sebagai puncak tabuik.

Secara harfiah tabuik berarti peti atau keranda yang dihiasi bunga-bungaan dan dekorasi lain yang berwarna-warni dan kelengkapan lain yang menggambarkan Buraq (seekor kuda bersayap berkepala manusia). Secara simbolik, tabuik menggambarkan kebesaran Allah SWT yang telah membawa terbang jenazah imam Husein ke langit dengan buraq sebagai medium orang yang meninggal secara mengenaskan saat terjadi perang di Karbala, Madinah.

Tradisi ini bersifat kolosal, karena melibatkan banyak orang, mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan dan tahapakhir penyelesaian puncakacara. Keterlibatan kelembagaan maupun pemerintah daerah, masyarakat setempat, juga pihak lain dari luar daerah Pariaman mempunyai andil cukup besar dalam berlangsungnya Upacara Tabuik.Secara kuantitas Upacara Tabuik merupakan keramaian sosial yang terbesar di wilayah Padang Pariaman.

Beberapa hari sebelum prosesi tabuik dimulai terlebih dahulu masing-masing rumah tabuik mendirikan sebuah tempat yang dilingkari dengan bahan alami (pimpiang) empat persegi dan didalamnya diberi tanda sebagai kiasan bercorak makam yang dinamakan dengan "daraga". Fungsi dari daraga adalah sebagai pusat dan tempat alat ritual, merupakan tempat pelaksanaan maatam.

Seperti halnya upacara lainnya, tabuik mewakili cerminan sikap dan pola hidup masyarakat Pariaman. Nilai-nilai yang terkandung di dalam setiap rentetan alur pelaksanaan maupun simbol upacara tersebut menjadi hal yang penting bagi masyarakat setempat. Tabuik atau lengkapnya upacara Tabuik adalah adalah salah satu tradisi sosial keagamaan masyarakat Minangkabau, khususnya di wilayah Padang Pariaman.

Keterlibatan banyak personil dan lembaga hal ini menunjukkan bahwa acara ini senantiasa menjadi agenda tetap yang dinanti-nanti seluruh masyarakat Pariaman. Secara kualitas, tabuik nnerupakan ruang sosial keterlibatan ninik mamak, alim ulama, cerdik pandai dan anak nagari semua ini menunjukkan bahwa tabuik telah menjadi media sosial yang paling efektif bagi eksistensi unsur-unsur sosial budaya dalam masyarakat.

 


Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

Komunitas Karya Budaya

Puncu Syam

Jl Sawah Lebar Gang Sepakat, Kota Bengkulu

Rustam Effendi

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bengkulu

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bengkulu

Jl Jati, Kota Bengkulu

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

Maestro Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047