1. Sejarah Tari Legong Binoh
Sekiranya sudah 100 tahun lebih Tari Legong di Banjar Binoh Kaja berkembang terus mengalir deras lalu surut dalam pasangnya zaman. Penjaga tradisi di Binoh toh tak pernah khawatir suatu saat mata air itu akan keruh. Sampai kini di Binoh orang masih bisa suntuk menyaksikan gemulai indah tari Lenggong Kuntul atau Goak Macok yang menawan itu. Generasi kini tetap bisa mendengar indahnya gambelan Smara Pagulingan yang mempesona itu. Binoh membuat orang turut tergetar, bahwa musiklah yang tak bisa dibunuh waktu. Musiklah yang mengingatkan orang pada semangat zaman.
Seratus tahun silam, Binoh tak cuma hamparan sawah hijau penuh semak belukar. Sebelum Palegongan Smara Pagulingan ini berkembang tahun 1910. Binoh terlebih awal menjadi pusat pengembangan tari dan tabuh. Sebelumnya telah berkembang gambuh dan gambang, memang. Namun zaman seperti menghendaki lain, entah kenapa gambuh di Binoh denyutnya tak lagi kencang, tersendat-sendat, patah dan terputus-putus, lalu mati suri. Mungkin karena tokoh-tokoh gambuh di sana sudah meninggal, hingga sangat sulit melakukan regenerasi. Walau begitu tak berarti spirit gambuh itu hilang.
Binoh tahun 1910 sampai periode 1925, beralih ke gambelan panyalonarangan. Kemudian setelah beberapa tungguh barungan itu ditambah lalu menjadi gambelan palegongan Smara Pagulingan. Beberapa tungguh perangkat gambelan itu mulanya dibeli dari Desa Prerenan Kuta. Yang aneh, Binoh tak mengembangkan barungan saih pitu - seperti kebanyakan gambelan Smara Pagulingan di tempat lain. Barungan yang berkembang di sini adalah saih lima (nada lima). Mungkin karena mulanya berangkat dari instrumen babarongan.
Stilisasi bisa saja sama di semua tempat, tapi di Binoh agaknya sudah menjadi sedikit khas. Smara Pagulingan dan Palegongan di Binoh punya karakter sedikit berbeda dengan Palegongan di Ubud, Batuan, atau Saba, mungkin juga di tempat lain. Simaklah tabuh pengrangrang-nya, betapa menyentuh dan halusnya, memang. Di samping karena kwalitas bahan gemelan dan larasnya bagus. Dulu orang menabuh gambelan dengan kedalaman rasa hati. Di sana kemampuan teknik sudah menjadi sesuatu yang supra matematis. Orang tidak belajar berdasarkan not-not nada, sebagaimana kini terjadi dalam pembelajaran musik Bali. Tampak mekanis, memang. Di Barat pembelajaran jenis sudah kian ditinggalkan, para komponis Barat kini tengah bergairah menengok pembelajaran ala Bali. “Dulu kedalaman rasa hatilah yang menentukan. “Pidan pangrasa punika banget ngranayang encep, drika rasane dalem kapanggih,” ujar Pekak Ketut Kejung bersemangat.
Di masa awal pengembanganya, Smara Pagulingan dan Palegongan, Binoh memang menjadi sebuah perguruan. Sejumlah guru besar tabuh dan tari sengaja didatangkan di Binoh. Menyebut nama Ida Bagus Bode, I Wayan Lotering, I Wayang Kale, I Gusti Putu Made Geria, I Gde Geruh orang akan menjadi keder mendengar nama Binoh mana kala ada babarungan (festival). Tokoh-tokoh inilah yang pada mulanya membangun, menghidupkan Pelegongan – Smara Pagulingan Binoh.
2. Bentuk Pertunjukan Tari Legong Binoh
Pada dasarnya, tari Legong terdiri dari tiga tahapan/bagian yang meliputi: Pangawit (pembukaan) biasanya terdiri dari melodi pembuka dimainkan penabuh yang kemudian dilanjutkan dengan papeson, di mana penari mulai keluar ke tengah kalangan. Biasanya pada bagian ini belum ada kisah atau lakon yang ditampilkan. Selanjutnya disusul bagian pangawak, bagian pokok yang terdiri atas beberapa sub-bagian seperti igel pangawak, berisikan sajian tarian murni yang diiringi gending pengawak. Selanjutnya pangecet, bagian tari yang bersuasana ceria, diiringi musik yang lebih bergairah. Selama pangawak dan pangecet, sajian ini sepenuhnya berisikan gerak-gerak abstrak atau ekpresif. Setelah pangecet, ada jenis tari Legong yang menampilakan batel maya, dirangkai dengan pangrarang. Keduanya merupakan sebuah prolog dari sebuah kisah yang akan ditammpilkan.
Setelahnya bagian pangipuk (adegan cumbu rayu) dan atau pesiat (pertempuran). Sesuai kebutuhan lakon, ada dua jenis Legong yang mengawali Pesiat dengan angkat-angkatan (persiapan) perjalanan menuju medan perang, atau menyela pesiat dengan tetangisan, adegan isak tangis. Adegan terakhir adalah pakaad, ini bagian tersingkat dalam struktur tari Legong. Pada bagian ini para penari melakukan tarian penutup dengan suasana yang netral.
Legong Binoh memiliki style yang berbeda dengan gaya Legong lain di Bali, misalnya style Legong Saba, style Legong Pelihatan, style Legong Denpasar dan lain-lainnya. Menurut I Wayan Sinti (pembina seumur hidup Legong Binoh) memiliki style tersendiri. Alasannya, para guru dan pembina di Binoh kebanyakan dari Denpasar dan Badung yang cikal-bakalnya diajarkan Mpu Legong I Wayan Lotring. Dalam penerapannya mungkin saja para muridnya memodifikasi bagian-bagian gerak tertentu. Jadi bentuk dasarnya sama sebagaimana dikembangkan guru legong pendahulu.
Mengenai vokal atau gending, ini bukanlah suatu keharusan. Namun di Binoh tarian Legong kerap menghadirkan gending untuk menambah tegangan suasana, baik dalam adegan pesiat atau atetangisan (sedih). Walau tidak semua jenis Legong menyertakan gending. Vokal atau gending dalam Palegongan umum disebut panandak, gending-gendingnya disebut sendon atau sasendonan, biasanya diambil dari kutipan-kutipan kakawin dan kidung berbahasa kawi.
3. Fungsi Tari Legong Binoh
Istilah Legong sebagai tarian persembahan bisa dibaca dalam lontar Catur Muni-Muni. Dalam lontar ini disebutkan empat jenis gamelam. Pertama, Gambelan Smara Aturu, lazim disebut Gambelan Smara Pagulingan. Menurut teks, gambelan ini diturunkan dari alam Bhatara Indra dengan gending Pagambuhan untuk mengiringi tarian Barong Singa. Kedua, Gambelan Smara Patangian, atau disebut juga Smara Awungu, diturunkan dari alam Bhatara Yama (Yama Loka) dengan gending pasesendon digunakan untuk mengiringi Legong Kraton. Ketiga, Gambelan Smara Palinggihan, atau Smara Alungguh diturunkan dari alam Bhatara Kuwera (Kuweraloka) dengan gending Pakakintungan, dipakai mengiringi Barong Ket.
Keempat jenis gambelan yang diturunkan para dewa ini, wajib mengiringi berbagai jenis upacara, meliputi; upacara dewa yadnya, upacara persembahan kepada dewa-dewa dan Tuhan Pencipta Alam Semesta. Upacara manusa yadnya, upacara untuk keselamatan kodrati manusia serta upacara-upacara besar lainnya di Bali. Hal tersebut dapat diketahui bahwa Tari Legong Binoh sangat disakralkan dengan selalu diupacarai setiap 6 bulan sekali bertepatan dengan hari saniscara (sabtu) Wuku Wayang (Tempek Wayang). Selain itu Tari Legong Binoh sering dipentaskan pada pura-pura di lingkungan Desa Binoh setiap dilaksanakannya upacara piodalan.
Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018
Jl. Ken Arok No. 25, Br. Binoh Kaja, Desa Ubung Kaja, Denpasar, Provinsi
08123612574
Jl. Jayagiri, Denpasar, Provinsi Bali
081337219889
Jl. Seroja, Perumahan Nindya Tonja, Kelurahan Tonja, Denpasar, Provinsi Bali
0361428396
© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya