Ambiaro

Tahun
2010
Nomor. Registrasi
2010000854
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
Papua
Responsive image
Salah satu tokoh suku Walak, Petrus Mabel mengatakan tarian Ambiaro yang artinya mengisahkan perjalanan orang Papua alias bangsa Melanesia dari daratan Asia, tepatnya di Yunan hingga mencapai Pulau Papua. Tarian ini menceritakan bahwa semua suku yang ada di Tanah Papua adalah satu dengan demikian tarian ini mengingatkan kita kembali untuk bersatu membangun Papua baru. Menurut Petrus yang didampingi Kepala Suku Walak, Fanus Kanelak, leluhur orang Papua berlayar dari Yunan menuju Papau dengan melintasi Taiwan, Filipina dan Lautan Pasifik sampai akhirnya tiba di Papua Nugini (PNG). Dari PNG, leluhur orang Papua melintas ke arah barat hingga tiba di Pulau Ifala dan lanjutnya meneruskan perjalanan ke Genyem. Sesampai di Genyem, leluhur orang Papua lalu satu persatu tersebar ke berbagai tempat di Papua yang selanjutnya melahirkan sekitar 252 suku yang menghuni Tanah Papua dewasa ini. "Karena kami berasal dari satu nenek moyang dan satu keturunan serta satu perjalanan sejarah, maka tarian ini mengajak semua suku yang ada di Papua untuk bersatu membangun Papua baru," kata Petrus. "Tidak ada perbedaan antara orang gunung dan orang pantai, kita semua adalah satu," Tarian ini dimainkan oleh masyarakat suku Walak yang berdomisili di Jayapura lebih tepatnya di post VII Sentani. Tarian Ambiaro ini dipentaskan atau dilakoni pada saat pameran atau pagelaran seni. Personil dalam tarian Ambiaro ini 24 orang yang terdiri dari kaum pria 12 orang dan kaum wanita 12 orang. Kostum yang digunakan yaitu cawat untuk menutup bagian bawah kaum wanita, sedangkan untuk pria pakaian aslinya menggunakan koteka dengan membawa alat perang berupa tombak yang terbuat dari kayu yang panjangnya ? 3 s/d 4 meter. Pada bagian kepala mereka menggunakan ikat kepala yang terbuat dari buluh binatang, untuk pria menggunakan warna merah yang ditambahi dengan buluh burung dan untuk wanita menggunakan warna putih. Badan diwarnai coklat dan hitam. Warna hitam lebih dominan untuk kaum laki-laki yang terbuat dari arang kayu yang dicampur dengan minyak kelapa, sedangkan untuk warna coklat mereka menggunakan tanah liat. Tarian ini dilakukan dengan berbentuk lingkaran yang artinya kesatuan satu budaya kelompok suku walak, disamping itu ada 1 atau 2 orang yang berlari memutari lingkaran kecil tersebut yang menggambarkan sebagai panglima atau melindungi kaumnya. Tarian ini diiringi dengan musik tradisional yaitu Goknggaik (suku walak), Pikon(suku Dani), Longger (suku Lani) dan juga lagu wasioayamari yang artinya memanggil kembali untuk bersatu. Makna yang terkandung dalam tarian ini sangatlah menarik yaitu ingin menyatukan kembali orang Papua untuk membangun Tanah Papua menujuk Gerbang Papua Baru.

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2010

Pelaku Pencatatan

?

Post VII Sentani

?

?

?

?

?

?

?

?

?

?

Pelapor Karya Budaya

Petrus Mabel

Post VII Sentani

?

?

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2010
Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2010
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2010

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047