Dawet Sambal

Tahun
2018
Nomor. Registrasi
2018008683
Domain
Kemahiran dan Kerajinan Tradisional
Provinsi
DI Yogyakarta
Responsive image

Dawet Sambel Kulonprogo, adalah makanan khas dari Kulonprogo yang sudah jarang di temui. Dawet Sambel sudah hampir berusia 70an tahun. Dawet sambel bermula dari kreasi tangan seorang penjual dawet dan pecel. Dahulu kala menurut cerita orang Kulonprogo, leluhur mereka (simbah) mereka ada pernah bejualan pecel dan dawet di sebuah pentas-pentas pergelaran yang ada di era tersebut. Pada waktu jam istirahat pentas, simbah menjajakan dawet dan pecel. Ada seorang pembeli yang memberi masukan kepadanya “mbok cobo dawet e dicampur pecel” dan kemudian saat ia mencapurkan dawet dan pecel banyak pelanggan yang suka dan permintaan dawet dengan pecel semakin meningkat. Akhirnya muncul kreasi dawet sambel di daerahnya yakni desa Jatimulyo. Lambat laun orang Kulonprogo menyebutnya sebagai dawet sambel atau dawet pecel.

Hanya saja menurut orang-orang tetua, dawet sambel ini sudah lebih dari lima puluh tahun. Dawet ini tidak dapat kita jumpai dengan mudah, ada dua pasar di Kulonprogo yang masih menjual jajanan ini yakni di Pasar Cublak dan Pasar Jonggrangan. Pasar Cublak hanya buka setiap hari Rabu dan Sabtu sedangkan Pasar Jonggrangan hanya setiap pasaran Kliwon dan Pahing. Artinya dawet ini tidak mudah kita jumpai setiap hari.

Seorang tokoh dawet sambel yakni Ibu Ponirah yang berasal dari Kokap, Kulonprogo menjelaskan bagaimana awal mula dawet ini. Dawet ini dibuat dari tanaman ganyong. Tanaman ini tumbuh di sekitar halaman rumah di Kokap. Masyarakat kemudian menggunakan tanaman ini untuk diolah menjadi tepung dan dibuat sebagai bahan dasar pembuatan dawet. Kemudian pada awalnya dawet dijual sebagaimana pada umumnya yang menggunakan santan dan gula jawa.

Namun seiring perkembangan minat konsumen yang menginginkan rasa yang berbeda, Kakak ipar ibu Ponirah menambahkan bubu pecel di atas dawet tersebut.Kemudian dawet ini mulai semakin digemari oleh masyarakat secara luas.

Dawet sambel Kulonprogo ini hampir sama dengan dawet-dawet biasanya, hanya saja dawet ini khas dengan toping sambal yang terbuat dari ulekan nira yang digoreng kering dengan cabai. Paduan dawet, kubis, serta siraman sambal ini memiliki rasa gurih, manis, pedas yang unik. Penyajiyan dawet sambel dilakukan dalam sebuah mangkok lalu ditaburi dengan tauge, tahu dan diberi bumbu kacang pedas serta disiram sedikit gula jawa. Sambal dibuat dari irisan kelapa yang disangrai dan ditumbuk dengan cabai merah, bawang putih, gula pasir, dan garam, terkadang diberi sedikit terasi. Cara penyajian menggunakan sambal tanpa kuah santan maupun es. Rasa yang khas ini juga menjadi daya tarik tersendiri dari dawet sambel, manis tetapi pedas, manis tetapi asin. Susunan penyajian mirip seperti komposisi pecel sehingga nama lain dari dawet sambal ini adalah dawet pecel.

Menurut keterangan Mbah Ponirah, secara umum dawet sambel menggambarkan bagaimana seharusnya kehidupan manusia dalam bermasyarakat dilaksanakan. Dalam satu porsi dawet sambel terdiri dari beberapa komponen inti, yaitu dawet, juruh, dan sambel. Rasa minuman yang dimakan ini akan menemui berbagai macam sudut pandang yang berbeda dari masing-masing individu di dalam masyarakat. Makna sosial yang tergabung di dalamnya adalah dalam menjalani hubungan sosial di dalam sebuah lingkungan masyarakat pasti akan ada berbagai macam sudut pandang, ideologi, suku, agama, ras, budaya dan latar belakang kehidupan yang berbeda-beda. Dalam hal ini manusia butuh sebuah wadah, yaitu sebuah lingkungan masyarakat yang nantinya akan menjadi media untuk menyatukan perbedaan yang dimiliki antar manusia dalam suatu masyarakat sehingga menciptakan rasa yang nikmat karena musyawarah telah mencapai mufakat.

Makna sambel dalam dawet sambel itu sendiri adalah didalam sebuah masyarakat pasti akan selalu ada masalah. Sehingga keharmonisan hubungan sosial bermasyarakat adalah solusi yang tepat untuk meleburkan masalah menjadi hal yang dapat dipecahkan bersama untuk menjadi pembelajaran dalam kehidupan bermasyarakat. Dawet sambel ini juga dilengkapi dengan tambahan tahu goreng, bawang merah goreng dan kerupuk, yang melambangkan betapa manusia butuh saling bersosialisasi agar mendapatkan hal-hal baru yang menambah warna dalam kisah hidup manusia. Rasa dari dawet sambel yang pedas, manis, dan gurih yang melebur menjadi satu menjadi kesatuan rasa tradisional yang khas dan bisa diterima semua lidah manusia menggambarkan keramah-tamahan masyarakat di Jatimulyo, siapapun yang datang ke Jatimulyo akan diberikan suguhan apa adanya yang dimiliki si empunya rumah, dengan harapan dapat bersatu dan membaur bersama sehingga tidak ada garis pembeda antar sesama.

Dawet Sambel memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat khususnya para pedagang yang rata-rata lansia menjadi mandiri. Dawet sambel sering digunakan sebagai makanan pada hajat pernikahan, hajat akikah dan acara-acara sosial lainnya. Selain itu, dawet sambel juga menjadi bagian dari khasanan kekayaan kuliner nusantara jogja.


Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

Pelaku Pencatatan

Mbah Ponirah

Girimulyo, Gendu, Jatimulyo, Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta

0

Pelapor Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018
Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047