Boyang

Tahun
2010
Nomor. Registrasi
2010000097
Domain
Kemahiran dan Kerajinan Tradisional
Provinsi
Sulawesi Barat
Responsive image
Sejarah boyang mengakar pada sejarah Orang Mandar. Menurut Lontarak Mandar, penduduk di daerah Tinambung berasal dari sepasang manusia, yang bergelar Tomanurung, yang muncul di hulu Sungai Saddang pada tahun 1190 M. Keturunan Tomanurung tersebar di wilayah Sulawesi Barat dan Selatan. Merekalah cikal bakal golongan raja dan bangsawan di wilayah tersebut. Terdapat dua jenis boyang, yaitu boyang adaq dan boyang beasa. Boyang adaq adalah tempat tinggal bagi kaum bangsawan sedangkan boyang beasa merupakan tempat tinggal rakyat biasa. Perbedaan utama antara boyang adaq dan boyang beasa terletak pada ornamennya. Pertama, boyang adaq memiliki tumbaq layar (penutup bubungan) yang bersusun tiga sampai tujuh susun sementara boyang beasa hanya memiliki satu susun. Kedua, boyang adaq memiliki tangga bersusun dua, susun pertama terdiri atas tiga anak tangga dan susun kedua terdiri atas sembilan hingga sebelas anak tangga, sementara boyang beasa tangganya hanya satu susun. Boyang berbentuk rumah panggung dengan konsep tiga susunan. Susunan pertama disebut tapang, yaitu yang letaknya paling atas, yang meliputi atap dan loteng. Susunan kedua disebut roang boyang, yaitu ruang yang ditempati penghuni rumah. Susunan ketiga disebut naong boyang atau kolong rumah, yang letaknya paling bawah. Setiap bagian rumah terdiri atas tiga petak, yang istilah lokalnya tallu lotang. Petak pertama disebut, yang paling depan disebut samboyang. Petak kedua, yang tengah, disebut tangnga boyang. Petak ketiga, yang paling belakang, disebut bui? lotang. Pembagian rumah menjadi tiga susun dan dan tiga petak mencerminkan ungkapan lokal Orang Mandar yang berbunyi ?da?dua tassisara, tallu tammallaesang?, yang artinya ? dua tak terpisahkan, tiga saling membutuhkan?. ?Dua tak terpisahkan? mencerminkan konsepsi Orang Mandar mengenai hukum dan demokrasi sedangkan ?tiga saling membutuhkan? mencerminkan konsepsi Orang Mandar mengenai aspek ekonomi, keadilan, dan persatuan. Atap rumah berbentuk prisma yang memanjang ke belakang menutupi seluruh bagian atas rumah. Pada umumnya, atap terbuat dari seng. Sebagian pula ada yang menggunakan rumbiah dan sirap. Pada masa lalu, rumah-rumah penduduk, baik boyang adaq maupun boyang beasa menggunakan atap rumbiah. Hal ini disebabkan karena bahan tersebut banyak tersedia dan mudah untuk mendapatkannya. Pada bagian depan atap terdapat tumbaq layar (penutup bubungan) yang memberi identitas tentang status sosial bagi penghuninya. Pada penutup bubungan tersebut sering dipasang ornamen ukiran bunga melati. Di ujung bawah atap, baik pada bagian kanan maupun kiri sering diberi ornamen ukiran burung atau ayam jantan. Pada bagian atas penutup bubungan, baik di depan maupun belakang dipasang ornamen yang tegak ke atas. Ornamen itu disebut teppang. Di bawah atap terdapat ruang yang diberi lantai menyerupai lantai rumah. Ruang tersebut diberi nama tapang. Lantai tapang tidak menutupi seluruh bagian loteng. Pada umumnya hanya separuh bagian loteng yang letaknya di atas ruang tamu dan ruang keluarga. Tapang berfungsi sebagai gudang untuk menyimpan barang-barang yang tidak atau jarang digunakan. Bila ada hajatan di rumah tersebut, tapang berfungsi sebagai tempat menyimpan bahan makanan sebelum dihidangkan atau didistribusikan. Pada masa lalu, tapang tersebut sebagai tempat atau kamar calon pengantin wanita. Ia ditempatkan pada kamar tersebut sebagai tindakan prefentif untuk menjaga siriq (harga diri), terutama kemungkinan akan terjadi kawin lari. Untuk naik ke tapang, terdapat tangga yang terbuat dari balok kayu atau bambu. Tangga tersebut dirancang untuk tidak dipasang secara permanen. Atau dengan kata lain, hanya dipasang pada saat akan digunakan. Baik boyang adaq maupun boyang beasa mengenal tiga petak ruangan yang disebut lotang. Ruangan tersebut terletak di bawah tapang yang menggunakan lantai yang terbuat dari papan atau bilah bambu. Penggunaan papan atau bambu terkait dengan tingkat ekonomi pemilik rumah. Adapun ketiga petak ruangan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Samboyang, yaitu petak paling depan. Petak ini berfungsi untuk: (a) menerima toana (tamu), (b) tempat tidur tamu bila ada yang bermalam, (c) tempat atau pusat pelaksanaan kegiatan bila ada hajatan yang dilakukan di dalam rumah, (d) tempat membaringkan mayat sebelum dibawa ke kubur. Brdasarkan fungsi-fungsi tersebut, maka ruangan tersebut menjadi titik perhatian pemilik rumah untuk senantiasa menjaga kebersihan, keindahan dan kerapian di ruangan tersebut. Olehnya itu, aktivitas keluarga yang berkenaan dengan interaksi antara sesama anggota keluarga tidak banyak dilakukan di ruangan itu. 2. Tangnga boyang, petak bagian tengah rumah. Petak ini berfungsi sebagai ruang keluarga, di mana aktivitas keluarga dan hubungan sosial antara sesama anggota rumah tangga frekuensinya lebih banyak berlangsung di ruangan ini. Misalnya, televisi, radio, tape recorder, VCD dan berbagai peralatan lainnya ditempatkan di ruangan ini. Selain itu, di dalam petak ini sering ditempatkan songi (kamar tidur) bagi kepala keluarga dan isterinya serta anak-anak yang masih kecil. 3. Bui? boyang, petak paling belakang. Petak ini sering ditempatkan songi untuk anak gadis atau para orang tua seperti nenek dan kakek. Penempatan songi untuk anak gadis lebih menekankan pada fungsi pengamanan dan perlindungan untuk menjaga harkat dan martabat keluarga. Sesuai kodratnya anak gadis memerlukan perlindungan yang lebih baik dan terjamin. Ruang belakang dibandingkan dengan ruangan tengah dan ruangan depan, tempatnya lebih aman dan terlindungi dari berbagai hal yang akan merusak citra keluarga.Pada dasarnya kedua jenis rumah tersebut tidak mempunyai perbedaan yang prinsipil bila dilihat dari segi bangunan, tetapi berbeda karena status penghuni yang berlainan. Pada boyang adaq diberi ornamen yang melambangkan identitas tertentu yang mendukung tingkat status sosial penghuninya. Ornamen tersebut, misalnya tumbaq layar (penutup bubungan) yang bersusun antara 3 sampai 7 susun, semakin banyak susunannya semakin tinggi derajat kebangsawanannya. Sedangkan pada boyang beasa, penutup bubungannya tidak bersusun, alias hanya satu susun. Ornamen yang lain dapat dilihat pada bagian tangga. Pada boyang adaq, tangganya terdiri atas dua susun, susunan pertama yang terdiri atas tiga anak tangga, sedangkan susunan kedua terdiri atas sembilan atau sebelas anak tangga. Kedua susunan tangga tersebut diantarai oleh pararang. Sedangkan boyang beasa, tangganya tidak bersusun, atau hanya satu.

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2010

Pelaku Pencatatan

Haidir

Kelurahan Tinambung, Kecamatan Tinambung, Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat

?

?

?

?

?

?

?

?

?

?

Pelapor Karya Budaya

Suku bangsa Mandar

Kelurahan Tinambung, Kecamatan Tinambung, Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat

?

?

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2010
Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2010
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2010

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047