Tari Dibingi

Tahun
2019
Nomor Registrasi
201900890
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
Lampung
Responsive image

 

Kemunculan Tari Dibingi tidak dapat dipastikan tanggalnya. Namun demikian, menurut penuturan informan, keberadaan Tari Dibingi dikaitkan masa penjajahan Inggris di wilayah tersebut, yaitu pada tahun 1912 tatkala wilayah perbatasan Bengkulu hingga Ujung Belimbing (wilayah Krui) masih di bawah jajahan Inggris. Pada tahun 1914 terjadi sebuah perjanjian antara Belanda dengan Inggris. Isi perjanjian tersebut di antaranya pertukaran wilayah jajahan. Belanda memberikan wilayah jajahannya di Serawak kepada Inggris dan menukarkannya dengan wilayah Krui hingga ke Bengkulu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Tari Dibingi sudah ada sejak tahun 1912. 

Tari Dibingi merupakan bagian dari rangkaian upacara perkawinan yang ada di Kabupaten Pesisir Barat. Di Lampung, bentuk perkawinan yang digunakan dikenal dengan nama bujujogh dan semanda. Bujujogh merupakan adat asli dalam perkawinan masyarakat Lampung, yaitu suatu adat yang juga dikenal dengan adat patrilokal, yaitu adat yang mengharuskan isteri meninggalkan kewargaan miliknya dan ikut menjadi kewargaan suami. Sementara untuk bentuk perkawinan semenda merupakan adopsi dari budaya Minangkabau, yaitu sang suami akan melepas kewargaannya dan masuk menjadi kerwargaan isteri. 

Kesakralan dalam bentuk kepatuhan kepada adat membuat Tari Dibingi tidak dikeluarkan atau dipamerkan kalau tidak ada proses yang dilaksanakan sebelum dan setelahnya. Beberapa syarat yang harus dilakukan adalah:

1. Menyembelih kerbau/sapi

Pelaksanaan Irau (perhelatan) tidak akan sah apabila tidak menyembelih kerbau atau sapi. Dahulu, obyek yang disembelih untuk prosesi perhelatan adalah perawan.  Setelah itu baru bisa diselenggarakan Tari Dibingi. Seiring berjalannya waktu, obyek penyembelihan kemudian diganti menjadi hewan kerbau atau sapi.

2. Impun, yaitu sebuah permusyawarahan dari para ketua adat.

Di dalam impun beberapa kesepakatan yang harus dilaksanakan dalam gelar Tari Dibingi. Tempat melakukan impun dinamakan kelasa, yaitu semacam tarub lengkap dengan tabea (atap) dan diberi aksesoris bunga dan daun kelapa. Peserta impun perempuan biasanya mengenakan cadar berwarna merah. Menandakan bahwa ada sebuah pemisahan atau menjaga jarak dengan kaum lelaki yang juga menjadi bagian dari peserta impun.Setelah permusyawarahan dalam impun selesai dan menyepakati beberapa peraturan terkait Tari Dibingi, besok malamnya baru dilaksanakan Tari Dibingi.  

3. Menyediakan kue

Kue disediakan dalam sebuah proses yang dinamakan Sapkoy Na’bay. Na’bay adalah orang dari tempat lain yang pergi ke suatu tempat dengan suatu keperluan. Sediaan kue yang diberikan dalam sebuah perhelatan terdiri dari berbagai jenis dan ditaruh dalam nampan minimal berjumlah delapan buah. 

4. Nayuh/penayuhan, yaitu sebuah pesta adat yang diadakan keluarga besar utnuk merayakan sebuah momen adat, sepertipesta pernikahan, khitanan anak, mendirikan rumah, pesta panen dan Nettah Adoq. Namun khusus bagi masyarakat Saibatin, nayuh secara khusus diperuntukan pada pesta pernikahan. 

Tingkat kemeriahan sebuah pesta pernikahan tergantung dari kondisi ekonomi dan status adat mempelai. Zaman dahulu apabila ada kerabat raja yang menyelenggarakan pesta pernikahan sudah sewajarnya dilaksanakan secara meriah. Bahkan, beberapa benda pusaka akan diperlihatkan dalam pesta pernikahan tersebut.

Tari Dibingi tidak bisa dicampur antara laki dan perempuan. Apabila satu group Tari Dibingi perempuan maka seluruh anggotanya adalah perempuan. Status penari seharusnya bujang atau gadis. Jumlah penari adalah tetap yaitu dua atau empat orang. Dengan kata lain bahwa Tari Dibingi dimainkan dalam jumlah genap. Pespektif gender yang menggolongkan antara penari perempuan dan penari laki-laki dalam Tari Dibingi menurut Elizabeth Eviota  dalam Putraningsih (2006: 21) dilatarbelakangi oleh adanya sebuah relasi sosial antara perempuan dan laki-laki. Gender merupakan sebuah acuan yang memiliki makna sosial, budaya dan biologis. Seiring dengan kemajuan zaman, persepsi gender menurut Susanti (2000, 1 – 4) dapat berubah karena adanya perubahan ideologi, ekonomi, adat, agama, dan sosial budaya, etnik, waktu, tempat, dankemajuan iptek.

 

-


Disetujui Oleh WBTB Pada Tanggal 30-11--0001

Komunitas Karya Budaya

Budi Supriyanto

JL. H. Zainal Abidin Pagar Alam 64 Bdr Lampung

085283494471

Rosmani

Karya Penggawa Pesisir Barat

0

Hamid Yusuf

Pekon Penengahan Kec. Karya Penggawa Pesisir Barat

081369356997

Disetujui Oleh WBTB Pada Tanggal 30-11--0001

Maestro Karya Budaya

Hamid Yusuf

Ds. Penengahan Laay, Kec. Karya Penggawa, Kab. Pesisir Barat)

0

M. Yamin (Sutan Passei)

Sukorajo, Nuban

08127952026

Disetujui Oleh WBTB Pada Tanggal 30-11--0001
   Disetujui Oleh WBTB Pada Tanggal 30-11--0001

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047