Hahiwang

Tahun
2019
Nomor Registrasi
201900899
Domain
Tradisi dan Ekspresi Lisan
Provinsi
Lampung
Responsive image

Berdasarkan Sejarah Hahiwang berkembang pada masyarakat adat Saibatin/Peminggir, khususnya 16 Marga Pesisir Krui, Kabupaten Pesisir Barat  yang berkembang pada Tahun 1898 ( berdasarkan hasil wawancara dengan Mamak Lawok ( tokoh hahiwang ) . Hahiwang adalah puisi berisi kisah atau cerita sedih,  baik kejadian menyedihkan perorangan maupun orang banyak. Berdasarkan isinya, hahiwang dapat dibedakan menjadi dua, yakni yang berisi penderitaan hidup seseorang dan hubungan muda-mudi (kegagalan percintaan). Penderitaan hidup atau kegagalan hubungan muda-mudi tersebut ditulis dalam bahasa yang indah dan dibacakan dengan lagu yang menyayat oleh seseorang, sehingga si pendengar dapat ikut merasakan penderitaan tersebut. 

Hahiwang merupakan salah satu bentuk sastra tutur masyarakat Lampung, khususnya masyarakat aBerdasarkan Sejarah Hahiwang berkembang pada masyarakat adat Saibatin/Peminggir, khususnya 16 Marga Pesisir Krui, Kabupaten Pesisir Barat  yang berkembang pada Tahun 1898 ( berdasarkan hasil wawancara dengan Mamak Lawok ( tokoh hahiwang ) . Hahiwang adalah puisi berisi kisah atau cerita sedih,  baik kejadian menyedihkan perorangan maupun orang banyak. Berdasarkan isinya, hahiwang dapat dibedakan menjadi dua, yakni yang berisi penderitaan hidup seseorang dan hubungan muda-mudi (kegagalan percintaan). Penderitaan hidup atau kegagalan hubungan muda-mudi tersebut ditulis dalam bahasa yang indah dan dibacakan dengan lagu yang menyayat oleh seseorang, sehingga si pendengar dapat ikut merasakan penderitaan tersebut. dat 16 Marga Pesisir Krui. Hahiwang adalah puisi berisi kisah atau cerita sedih,  baik kejadian menyedihkan perorangan maupun orang banyak. Berdasarkan isinya, hahiwang dapat dibedakan menjadi dua, yakni yang berisi penderitaan hidup seseorang dan hubungan muda-mudi (kegagalan percintaan). Penderitaan hidup atau kegagalan hubungan muda-mudi tersebut ditulis dalam bahasa yang indah dan dibacakan dengan lagu yang menyayat oleh seseorang, sehingga si pendengar dapat ikut merasakan penderitaan tersebut. Hahiwang merupakan tradisi sastra tutur masyarakat Krui, Lampung Barat yang hampir punah karena tidak semua orang yang mampu membawakannya. Di lingkungan masyarakat Lampung Pemanggilan Jelema Daya (Komering, hahiwang dikenal dengan istilah highing-highing sementara di lingkungan masyarakat Lampung Barat khususnya Belalau disebut wayak/muayak. Hahiwang biasanya digunakan sebagai:

1. pengantar acara adat

2. pelengkap acara pelepasan pengantin wanita ke tempat pengantin pria

3. pelengkap acara cangget ’tarian adat’

4. pelengkap acara muda-mudi

5. senandung pada saat menidurkan anak

6. pengisi waktu luang  

 

Makna Filosofi

 

Pertama, orang Lampung itu agamis walaupun banyak yang tidak melaksanakan ibadah, orang Lampung itu sangat akrab dengan kalimat tauhid, seperti lailaha illallah, ya Allah.

Kedua, orang Lampung itu lebih taat, lebih hormat, dan lebih patuh kepada pimpinan adat ketimbang pemerintah (dahulu pemerintahan penjajah Belanda).

Ketiga, orang Lampung menyerahkan kepada anak-anaknya untuk mencari jodohnya masing-masing.

Keempat, orang Lampung biasa merendahkan diri. Walaupun dia mampu, selalu mengatakan tidak punya. Walaupun dia bisa, mengaku tidak bisa. Walaupun dia senang, dia mengaku susah.

Kelima, orang Lampung suka menghormati orang lain dengan memberikan pujian dan sanjungan.

Keenam, kekayaan yang dimimpikan oleh orang Lampung dahulu sangat sederhana, yaitu punya rumah, punya sawah, dan punya kebun.

Ketujuh, rumah sudah dianggap mewah apabila berdinding papan dan beratap seng. Sebab, kebanyakan rumah orang Lampung berdinding kulit kayu atau pelupuh dari bambu dan beratap ijuk dalam bahasa Lampungnya sabuk.

Kedelapan, hahiwang ini dibuat atau ditulis pada zaman Belanda karena di sini belum dikenal Jakarta, tetapi Betawi pada kalimat hatok sing jak Betawi

*

Pada masyarakat Lampung terdapat seni budaya yang dikategorikan sastra lisan. Termasuk dalam sastra lisan itu ialah hahiwang, bandung, pepaccukh, pantun, wakhahan, muwayak, segata, adi-adi, butangguh, dan lainnya. Hahiwang adalah bentuk sastra tutur tradisional berbentuk puisi (pantun) milik masyarakat adat Lampung, terutama masyarakat adat 16 Marga Pesisir Krui. Hahiwang adalah puisi berisi kisah atau cerita sedih, ?baik kejadian menyedihkan perorangan maupun orang banyak. Berdasarkan isinya, hahiwang dapat dibedakan menjadi dua, yakni yang berisi penderitaan hidup seseorang dan hubungan muda-mudi (kegagalan percintaan). Penderitaan hidup atau kegagalan hubungan muda-mudi tersebut ditulis dalam bahasa yang indah dan dibacakan dengan lagu yang menyayat oleh seseorang, sehingga si pendengar dapat ikut merasakan penderitaan tersebut. Hahiwang merupakan tradisi sastra tutur masyarakat Krui, yang hampir punah karena tidak semua orang mampu membawakannya.

-


Disetujui Oleh WBTB Pada Tanggal 30-11--0001

Komunitas Karya Budaya

Anton Cabara Mas

Pekon Canggu Kec. Batubrak Lampung Barat

0

Syafril Yamin

Dewan Kesenian daerah Lampung

082176662111

Barnawi

Universitas lampung

081227467856

Disetujui Oleh WBTB Pada Tanggal 30-11--0001

Maestro Karya Budaya

Wirda darwis puspanegara

Universitas lampung

0

Ahmad Suryadi.SPd.MM

Pekon Sukamenanti Kec. Balik Nukit

085368130949

Mamak Lawok

Pesisir Barat

0

Disetujui Oleh WBTB Pada Tanggal 30-11--0001
   Disetujui Oleh WBTB Pada Tanggal 30-11--0001

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047