Dukun Beranak Betawi

Tahun
2019
Nomor Registrasi
201900923
Domain
Pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta
Provinsi
DKI Jakarta
Responsive image

Dukun beranak logikanya tentu sudah ada sejak perempuan melahirkan meski masih dengan cara yang sederhana. Pada masyarakat Betawi, dukun beranak dan dukun bayi adalah perempuan. Biasanya profesi dukun beranak dan dukun bayi disandang oleh orang yang sama. Karena kemampuan mengurus kehamilan dan bayi tak terpisahkan. Pada umumnya kemampuannya tidak hanya mengurus persalinan dan memelihara kesehatan bayi, tapi sudah bertindak jauh sebelum seorang perempuan melahirkan. Sejak ngidam ia sudah dimintai obat agar perempuan yang ngidam tidak mengalami gangguan kejiwaan yang berat.

 

Dukun beranak terus berperan menjadi penasehat, terutama memberi nasehat apa saja yang seharusnya dimakan dan dipantang serta nutrisi tambahan lainnya. Menurut pemahaman orang Betawi, perempuan hamil mengeluarkan aroma darah segar janin. Aroma itu mengundang rasa lapar makhluk halus, terutama kuntilanak. Untuk menangkal serangan kuntilanak itu, dukun membacakan jampe-jampe pada benda-benda kecil yang tajam berupa pisau kecil, gunting kecil, gunting kuku, dan sebagainya. Benda itu dicantumkan di baju atau dipegang oleh perempuan hamil. Atau dibikinkan wafak jampe di kain putih.

 

Lebih-lebih memasuki usia hamil tujuh bulan. Usia ini dianggap paling penting karena ruh sudah ditiupkan secara sempurna. Itu sebabnya diselenggarakan upacara nujuh bulan. Upacara ini juga bertujuan memberi rasa aman kepada keluarga perempuan yang sedang hamil agar tidak terjadi malapetaka bagi diri dan keluarganya. Dukun membetulkan posisi janin agar selalu dalam posisi yang benar. Dialah yang menjadi pemimpin upacara sejak awal sampai akhir.

 

Saat melahirkanlah yang paling kritis. Keselamatan nyawa ibu atau anak menadi taruhan. Dukun amat dibutuhkan keahlian dan sugestinya agar persalinan normal berjalan lancar dan menyelamatkan dua nyawa. Sebelum persalinan dukun memberikan ramuan berupa air putih dan minyak kelapa. Setelah melahirkan, tali pusar bayi dipotong dan ari-ari (placenta) dimasukkan ke dalam kendil yang sudah diisi dengan  kembang tujuh rupa lalu dikubur di dekat cericipan depan rumah atau di bawah tempat tidur diterangi lampu cempor.

 

Perempuan yang melahirkan kelihatan sangat lelah dan pucat, untuk itu keluarganya akan membuatkan masakan dari daun-daunan yang segar-segar. Masa ini dinamakan mapas yaitu masa mengembalikan kesegaran bagi ibu yang baru melahirkan. Dukun menyediakan ramuan khas Betawi, seperti : sambetan, jamu daon sembung, jamu aer godogan, aer daon kumis kucing, dan jamu kayu rapet. Sebelum ibu si bayi dapat memandikan anaknya, dukunlah yang mengurusnya. Mulai memandikan, memakaikan bedak dan membedong (membebat) sang bayi.

 

Peranan dukun beranak tidak hanya terbatas pada pertolongan persalinan saja tetapi juga meliputi berbagai segi lainnya, seperti mencucikan baju setelah ibu melahirkan, memandikan bayi selama tali pusar belum puput (lepas), memijit ibu setelah melahirkan, memandikan ibu, mencuci rambut ibu setelah 40 hari melahirkan, melakukan upacara sedekah kepada alam supra-alamiah, dan dapat memberikan ketenangan pada pasiennya karena segala tindakan-tindakannya dihubungkan dengan alam supra-alamiah yang menurut kepercayaan orang akan mempengaruhi kehidupan manusia. Dukun beranak biasanya merupakan orang yang cukup dikenal di kampung, dianggap sebagai orang-orang tua yang dapat dipercayai dan sangat besar pengaruhnya pada keluarga yang mereka tolong.

 

Proses kemampuan sebagai dukun biasanya diperoleh dari ibu atau nenek yang juga menjadi dukun beranak atau secara turun temurun. Awal mula mereka belajar adalah dengan mengikuti ibu atau neneknya ketika menolong persalinan. Mereka membawa peralatan, membantu menyiapkan air panas untuk persalinan dan melihat prosesnya. Setelah itu, lambat laun membantu persalinan secara bersama-sama. Ketika ibu atau nenek tersebut sudah tua dan tidak bisa lagi membantu persalinan, maka peralatan dan tanggung jawab sebagai dukun beranak diserahkan padanya. Bila ditelusuri, dari mana pengetahuan ibu atau nenek tersebut membantu persalinan, ada diantaranya mengakui bahwa ibu atau nenek juga dilatih. Oleh karenanya, mereka juga melakukan sterilisasi dengan merebus ke dalam air panas. Artinya, pengetahuan medis tentang infeksi telah mereka memiliki. Mereka juga memiliki pengetahuan tanda-tanda kehamilan sama seperti tenaga kesehatan melakukan, mulai dari tanda-tanda warna puting susu, tanda denyutan pada bagian bawah pusar hingga tanda perilaku ibu yang tidak mau makan, mau muntah dan lemah. Varian pengetahuan tentang tanda-tanda  kehamilan ditunjukkan dengan membedakan arah denyutan sebagai penanda jenis kelamin. Varian lain adalah pengetahuan ritual yang menyertai kehamilan dan kearifan lokal apa yang harus dilakukan oleh ibu hamil dan berikut suaminya, seperti: orang hamil harus patuh pada suami dan seterusnya.


Disetujui Oleh WBTB Pada Tanggal 30-11--0001

Komunitas Karya Budaya

Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB)

Gd. Nyi Ageng Serang Lt. 6, Jl. HR. Rasuna Said Kav. C-22 Kuningan, Jakarta Selatan

0

Disetujui Oleh WBTB Pada Tanggal 30-11--0001

Maestro Karya Budaya

Anisah Diah Sitawati

Gd. Nyi Ageng Serang Lt. 6, Jl. HR. Rasuna Said Kav. C-22 Kuningan, Jakarta Selatan

0

Cucu Zulaichah

Gd. Nyi Ageng Serang Lt. 6, Jl. HR. Rasuna Said Kav. C-22 Kuningan, Jakarta Selatan

0

Disetujui Oleh WBTB Pada Tanggal 30-11--0001
   Disetujui Oleh WBTB Pada Tanggal 30-11--0001

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047