Suran Tutup Ngisor Kabupaten Magelang

Tahun
2019
Nomor Registrasi
201900940
Domain
Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan
Provinsi
Jawa Tengah
Responsive image

 

Upacara Tradisi “Suran Tutup Ngisor” Dusun Tutup Ngisor Desa Sumber Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang, merupakan tradisi yang dilakukan setahun sekali. Waktu pelaksanaan pada tanggal 13 sd 15 bulan Sura, pada puncak acara dilakukan pada Bulan Purnama. Tempat pelaksanaan. Tempat pelaksanaan di Dusun tutup Ngisor Desa Sumber Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.  

Asal-usul Upacara Tradisi “Suran” Dusun Tutup Ngisor Desa Sumber Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang, berawal dari  keprihatinan Romo Yoso Soedarmo sebagai seorang yang spiritual di Dusun Tutup Ngisor, hat  kondisi letak geografis yang berada  di lereng Gunung Merapi mengakibatkan perkembangan penduduk sangat lambat.  Pada tahun 1937 jumlah penduduk Dusun Tutup Ngisor hanya 15 KK, akhirnya Romo Yoso Soedarmo, mengajak para warga untuk mengadakan Upacara Tradisi pada bulan Sura yang kemudian mereka menakan “Suran”.  Tradisi Suran kemudian dilaksanakan pada setiap tahun, dan mendapat dukungan dari masyarakat Dusunn dan bahkan sampai tetangga Dusun.  

Upacara Tradisi “Suran” Dusun Tutup Ngisor Desa Sumber Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang, merupakan tradisi yang dilakukan setahun sekali. Waktu pelaksanaan pada tanggal 13 sd 15 bulan Sura, pada puncak acara dilakukan pada Bulan Purnama. Tempat pelaksanaan. Tempat pelaksanaan di Dusun tutup Ngisor Desa Sumber Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang.   

Asal-usul Upacara Tradisi “Suran” Dusun Tutup Ngisor Desa Sumber Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang, berawal dari  keprihatinan Romo Yoso Soedarmo sebagai seorang yang spiritual di Dusun Tutup Ngisor, melihat  kondisi letak geografis yang berada  di lereng Gunung Merapi mengakibatkan perkembangan penduduk sangat lambat.  Pada tahun 1937 jumlah penduduk Dusun Tutup Ngisor hanya 15 KK, akhirnya Romo Yoso Soedarmo, mengajak para warga untuk mengadakan Upacara Tradisi pada bulan Sura yang kemudian mereka menamakan “Tradisi Suran Tutup Ngisor”.  Tradisi Suran kemudian dilaksanakan pada setiap tahun, dan mendapat dukungan dari masyarakat Dusun dan bahkan sampai tetangga Dusun.  Suran dilakukan setiap tahun sekali yang dilaksankan pada tanggal 13 – 15 Bulan Sura, sejak Romo Yoso masih hidup sampai sekarang beliau sudah wafat.  

Romo Yoso Sudarmo adalah seorang  sesepuh/tokoh masyarakat/tokoh spiritual yang sangat disegani oleh masyarakat setempat, apa yang dikatakan beliau akan diikuti oleh masyarakat setempat. Disamping beliau sebagai tokoh masyarakat dan tokoh spiritual juga merupakan budayawan / seniman yang sangat pawai dalam bidang seni tradisi seperti: tari tradisi, seni sastra jawa,   seni teater  tradisi, seni musik tradisi dan hampir semua seni tradisi dikuasai oleh beliau.   Kepiawaian Romo Yoso Sudarmo dalam berolah seni budaya ditularkan kepada anak cucunya, semua anak cucunya/keluarga dibekali dengan seni budaya tradisi, sehingga budaya tradisi berkembang dengan baik di Dusun Tutup Ngisor  dan diwadahi dalam Sanggar yang diberinama “Padhepokan Tjipta Boedaja” sampai Sekarang. Sehingga pelaksanaan tradisi Suran Tutup Ngisor diwarnai dengan penampilan seni budaya sami sekarang.

Prosesi upacara Suran diawali dengan musyawarah untuk menentukan pelaku ritual. Selanjutnya pada tanggal 13 Sura sekitar pukul 19.00 Wib sd selesai  dilakukan Uyon-Uyon (Musik Karawitan) oleh keluarga besar Romo Yoso Soedarmo, berserta sluruh anggota Padhepokan Tjipta Boedaja. Uyon-uyon merupakan acara yang wajib dilaksanakan pada awal acara sebagai ungkapan permohonan kepada Alloh SWT untuk Romo Yoso agar beliau mendapat ampunan dan tempat disisiNYA yang baik serta agar kegiatan Suran dapat berjalan dengan lancar tanpa ada halangan suatu apapun.  

Acara prosesi tanggal 14 Sura dilakukan sejak pagi diadakan selamatan, Selanjutnya, pada hari Rabu Kliwon, 14 Suro pada pukul 09.00  masyarakat dusun Tutup Ngisor terutama yang wanita mulai sibuk untuk memasak dan menyiapkan sesaji-sesaji berupa tumpeng,  ingkung,  jajanan  pasar, jenang yang akan digunakan untuk kenduri. Sedangkan yang laki-laki membuat kembar mayang, mempersiapkan hidangan minuman dan ada  juga yang mempersiapkan lahan parkir.

Pada pukul 13.00-14.00 diadakan Yasinan di rumah salah satu rumah warga. Yasinan ini hanya dihadiri oleh bapak-bapak warga  dusun  Tutup  Ngisor. Selanjutnya pukul 14.00-15.00 diadakan acara kenduri. Dalam kenduri ini dihidangkan sesaji-sesaji berupa tumpeng rosul, tumpeng punar, tumpeng uruping damar, tumpeng robyong, tumpeng wenang, tumpeng golong, jenang merah, jenang putih, sego liwet slamet, sego takiran, panggang  ingkung,  jajanan pasar, buah-buahan. Kenduri ini tidak diikuti oleh masyarakat dusun Tutup Ngisor, tetapi oleh para wisatawan,  baik  itu  wisatawan  domestik maupun mancanegara dan para wartawan. Hal tersebut disebabkan masyarakat dusun Tutup Ngisor sendiri sudah melaksanakan Yasinan, sedangkan kenduri dikhususkan untuk menjamu para tamu dari luar Tutup Ngisor. Sebelum acara kenduri dimulai terlebih dahulu dibacakan do’a. Do’a dalam kenduri ini  biasanya dilafalkan dalam bahasa Jawa dan bahasa Arab. 

Pada tanggal 15 Sura  acara puncak upacara ritual Suran Dusun   Tutup Ngisor, pada puncak acara ini dipentaskan tari Kembar Mayang dan wayang orang sakral dengan cerita Lumbung Tugu Mas. Tari sakral Kembang Mayang merupakan gambaran para bidadari turun dari kayangan dan memberikan penghiburan kepada petani untuk tetap teguh dan kuat serta keselamatan bertempat tingggal di kawasan Gunung Merapi. Istimewanya disini adalah para penari sebelum pementasan diwajibkan ziarah ke makam Romo Yoso Soedarmo yang merupakan pendiri Padhepokan Seni Tjipta Boedaya. Para penari juga harus dalam keadaan suci. Kembar Mayang memiliki arti kiasan yang mengandung harapan harapan dan cita-cita masa depan. Selanjutnya adalah pementasan wayang sakral Lumbung Tugu Emas, pementasan ini merupakan wujud doa syukur kepada Tuhan yang dilambangkan dengan Dewi Sri karena memberikan kesuburan atas tanah Merapi. Di dalam pementasan tersebut terdapat peristiwa kesenian yang menarik terutama pada adegan wejangan (nasehat). Lumbung Tugu Emas sendiri memiliki arti kemakmuran menimbulkan kekuatan untuk menghamba pada Tuhan Yang Maha Esa.

Makna dan Fungsi Tradisi Suran bagi masyarakat Tutup Ngisor adalah sebagai berikut: 

1. Makna Tradisi Suran Tutup Ngisor

Tradisi  Suran  dilakukan oleh  masyarakat Dusun Tutup Ngisor mempunyai makna sebagai penolak bala agar terhindar dari serangan yang bersifat gaib, santhet, tenung, pelet dan lain sebagainya. Disamping itu juga sebagai fungsi untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta alam semesta agar diberikan keselamatan, kesehatan, kesejahteraan dan terhindar dari mala petaka.    

2. Fungsi Tradisi Suran  Tutup Ngisor Bagi Masyarakat Setempat:

Didalam pelaksananaan Tradisi  Suran Tutup Ngisor mempunyai nilai-nilai kehidupan bagi masyarakat setempat  seperti : nilai  agama, nilai sosial dan nilai budaya yang masing-masing nilai mempunyai fungsi bagi masyarakat setempat. 

a. Nilai Agama

Tradisi-tradisi di pulau Jawa sulit untuk dirubah, karena tradisi-tradisi tersebut merupakan warisan nenek moyang yang sudah berakar kuat dan harus dijaga kelestariannya. Tradisi yang sudah berakar di pulau Jawa mengandung nilai-nilai yang sangat penting yang berkaitan erat dengan agama yang dianut oleh masyarakat atau pribadi-pribadi pemeluk agama tersebut. Masyarakat dusun Tutup Ngisor yang mayoritas beragama Islam tidak begitu saja menghilangkan tradisi-tradisi yang ada,  tetapi  tradisi-tradisi  itu  tetap dilaksanakan dengan mengambil nilai-nilai Islam yang ada di dalamnya. Nilai-nilai Islam yang terkandung dalam tradisi Suran ialah do’a-do’a Islam yang dipanjatkan dalam kenduri dan yasinan.

 

b. Nilai Sosial

Prosesi tradisi Suran sejak persiapan, pelaksanaan hingga akhir upacara, melibatkan berbagai pihak terutama masyarakat dusun Tutup Ngisor.  Jika  dilihat dari sudut pandang sosial, tradisi tersebut mempunyai nilai yang amat penting, khususnya bagi masyarakat dusun Tutup Ngisor. Fungsi yang dirasakan oleh masyarakat dusun Tutup Ngisor, misalnya tradisi Suran menjadi sarana untuk melakukan hubungan sosial dan mempererat hubungan antar sesama manusia baik itu antar individu maupun dengan masyarakat. Nilai yang terkandung dalam tradisi Suran yang lain adalah musyawarah, yang merupakan bagian yang terpenting dalam melaksanakan suatu kegiatan, karena kegiatan ini melibatkan banyak masyarakat.

Nilai kegotongroyongan tersebut memiliki peran yang sangat penting dalam menjalin rasa kesatuan dan persatuan warga masyarakat tanpa membedakan status sosial. Kesatuan dan persatuan menjadi modal dasar yang penting dalam pelaksanaan tradisi Suran. Kesatuan di sini menjadi simbol kesamaan dari pandangan dan tujuan, sedangkan persatuan merupakan simbol kekompakan warga masyarakat dalam menghadapi segala permasalahan.

 

3. Nilai Budaya

Tradisi Suran di dusun Tutup Ngisor mempunyai nilai yang sangat tinggi sehingga masyarakat perlu untuk melestarikan tradisi tersebut. Pelaksanaan tradisi ini dilaksanakan dengan saling bekerja sama, baik oleh masyarakat maupun aparat pemerintahan setempat. Hal ini terlihat  dengan  adanya partisipasi dari semua pihak dalam pelaksanaan tradisi tersebut.

 

Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam tradisi Suran antara lain :

a. Uyon-uyon Candi. Uyon-uyon Candi merupakan ritual untuk mendo’akan arwah Romo Yoso dan memohon restu kepada Romo agar tradisi Suran dapat berjalan dengan hikmat dan lancar.

b. Tari Kembar Mayang. Gerakan tari Kembar Mayang  yang  diciptakan  oleh Romo Yoso merupakan simbol rasa syukur kepada Sang Pencipta.

c. Wayang orang “Lumbung Tugu Mas”. Wayang orang ini selain sebagai hiburan, secara simbolis juga dapat dijadikan sebagai tuntunan dalam  hidup manusia karena dalam pewayangan (cerita wayang) tersebut mengungkapkan gambaran hidup semesta.

d. Kirab Jathilan. Kirab Jathilan yaitu warga Tutup Ngisor (para pemain jathilan) berjalan kaki mengelilingi lingkungan padepokan dan dusun Tutup Ngisor sebanyak tiga kali dengan membawa peralatan rumah  tangga Adapun makna dari ritual tersebut yaitu  menunjukkan  rasa  syukur karena dapat memenangkan suatu perjuangan dalam melawan ketidakbenaran dan ketidakadilan, dan makna dari jumlah 3 kali ialah angka yang dikeramatkan, karena merupakan angka ganjil  sehingga dengan mengelilingi lingkungan padepokan dan dusun Tutup Ngisor sebanyak tiga kali, dipercaya dapat memberikan  keselamatan,  ketentraman dan kemakmuran bagi masyarakat Tutup Ngisor. Sedangkan makna dari membawa perlengkapan rumah tangga dalam ritual tersebut yaitu agar masyarakat dusun Tutup Ngisor terhindar dari kelaparan dan penyakit.

 

-


Disetujui Oleh WBTB Pada Tanggal 30-11--0001

Komunitas Karya Budaya

Widyo Sumpeno

Dusun Tutup Ngisor Desa Sumber Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang

085848900111

widyosumpeno71@gmail.com

Padepokan Tjipto Boedoyo

Dusun Tutup Ngisor Desa Sumber Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang

0

Disetujui Oleh WBTB Pada Tanggal 30-11--0001

Maestro Karya Budaya

Sitras Anjilin

Dusun Tutup Ngisor Desa Sumber Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang

0

Bambang Tri Santoso

Dusun Tutup Ngisor Desa Sumber Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang

0

Disetujui Oleh WBTB Pada Tanggal 30-11--0001
   Disetujui Oleh WBTB Pada Tanggal 30-11--0001

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047