Pencak Silat Bandrong

Tahun
2014
Nomor Registrasi
201400119
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
Banten
Responsive image

Mengenai asal-usul nama bandrong diambil dari nama sejenis ikan terbang yang sangat gesit dan dapat melompat tinggi dan jauh, menyerang kerang dengan moncongnya yang sangat panjang dan bergerigi sangat tajam. Ikan ini sangat berbahaya karena sekali menyerang dapat membinasakan musuhnya. Ki Patih Jaga Laut atau patih sangat menyukai dan sering memperhatikan gerak-gerik dari ikan bandrong, karena ikan tersebut mempunyai gerakan yang tangkas dan gesit juga memiliki jangkauan lompatan dengan jarak jauh. Akhirnya ia menggunakan nama ikan itu untuk nama ilmu ketangkasan bela diri yang dimilikinya yaitu pencak silat bandrong karena tangkas dan gesit serta berbahaya seperti ikan bandrong.

Silat bandrong lahir sekitar tahun 1500 Masehi, yaitu sebelum berdirinya Kesultanan Banten. Tokoh yang diketahui pertama menyebarkan aliran ini adalah seorang  kiai bernama Ki Agus Jo, dikenal dengan nama Ki Beji. Ia terkenal sebagai kiai sekaligus pendekar dan merupakan guru besar bandrong yang menetap di salah satu lereng Gunung Santri. Di antara para muridnya yang terkenal adalah Ki Sarap dan Ki Ragil yang berasal dari Kampung Gudang Batu, Waringin Kurung (Wawancara dengan Ali Rahim dan Ahmad Faroji Jauhari, 9-10 April 2012).

Pendidikan ketangkasan dan kedigjayaan itu dipusatkan di Pulo Kali dan dibina langsung oleh kedua kakak beradik Ki Sarap dan Ki Ragil. Di sanalah mereka berdua menghabiskan masa tuanya.  Setelah meninggal, mereka berdua dimakamkan di pemakaman umum di daerah Kahal wilayah Kecamatan Pulo Ampel. Hingga sekarang tempat itu dikenal dengan sebutan ”Makam Ki Kahal”. Banyak masyarakat yang datang berziarah terutama para pesilat bandrong

Setiap aliran pencak silat mempunyai ciri masing-masing pada setiap gerakannya. Semua gerakan keseharian yang dilakukan oleh para pesilat bandrong merupakan gerakan bandrong. Tetapi gerakan yang menjadi ciri khas bandrong pada umumnya adalah:

·       Gerakan tangan dan kaki cenderung cepat, dan gerakannya luas.

·       Menggunakan teknik bawah dengan cepat untuk menjatuhkan lawan dengan cara mengambil kaki lawan dan mengangkatnya ke atas dengan posisi kepala lawan di bawah kemudian dilemparkannya dengan jarak yang sangat jauh (Wiryono, 2005: 30).

 

 

Sekitar tahun 1920-1940 Masehi, ketika silat bandrong berada di bawah kepemimpinan guru besar Ki Marip, seorang pendekar bandrong berasal dari Pulo Kali (1880-1940 M), datang seorang tokoh persilatan Betawi dari Cempaka Putih Jakarta ke pesisir Pulo Kali Bojonegara, yang bernama Hilmi, terkenal dengan sebutan Bang Imi. Tujuan kedatangannya ke Banten adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan di bidang persilatan Banten. Bang Imi adalah pesilat yang menguasai silat kwitang Betawi. Dalam perkenalannya, Ki Marip dan Bang Imi bertukar jurus dalam sebuah pertarungan silat. Hanya dalam beberapa langkah Bang Imi dapat dijatuhkan oleh Ki Marip. Dari peristiwa inilah akhirnya Ki Marip dan Bang Imi menjalin persahabatan. Buah dari persahabatan tersebut ternyata dapat  mempengaruhi aliran bandrong dengan variasi dan pendalaman jurusnya karena ada unsur silat kwitang Betawi yang menambah wacana seni yang berbeda. Masuknya unsur-unsur dari aliran silat lain seperti Cimande, Beksi, Kung Fu, Merpati Putih, dan lain-lainnya juga menambah kekayaan jurus dan gerak dari aliran bandrong

 


Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2014

Komunitas Karya Budaya

Yayasan Kebangkitan Bandrong Cilegon

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2014

Maestro Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2014
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2014

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047