Kerajinan Kulit Tatah Sungging Yogyakarta

Tahun
2019
Nomor Registrasi
201900953
Domain
Kemahiran dan Kerajinan Tradisional
Provinsi
DI Yogyakarta
Responsive image

 

Seni Kriya Kulit Tatah Sungging adalah kelompok seni kriya kulit yang menggunakan bahan utama ( bahan baku ) kulit mentah (perkamen) dari kulit binatang dengan teknik ditatah (ukir) dan disungging dalam mewujudkan suatu karya. Jadi walaupun dengan mnenggunakan bahan baku kulit mentah, tetapi dalam mewujudkan karya tidak menggunakan teknik ditatah dan disungging bukanlah kriya kulit Tatah Sungging. Tatah diartikan sebagai aktivitas memahat dan Sungging diartikan sebagai aktivitas mewarnai. Jadi Tatah Sungging adalah proses untuk memahat dan mewarnai objek wayang tertentu. Makna yang terkandung pada Tatah Sungging adalah agung dan berwibawa. Maksudnya adalah sebuah gagasan tentang penciptaan karya seni yang memberi kiasan agung dan berwibawa dari penokohan atau karakter-karakter wayang yang akan ditatah sungging.

Tatah Sungging mempunyai suatu yang istimewa bila dibandingkan dengan teknik lainnya, sedangkan teknik yang khusus ini akan menghasilkan suatu karya kriya yang khusus pula ( Suatu yang tidak mungkin dicapai dengan teknik lainnya). Dalam berkarya kriya kulit memerlukan ketekunan, ketelitian dan kecermatan lebih agar menghasilkan suatu kriya kulit Tatah Sungging bernilai tinggi. Seperti yang telah dilakukan oleh kriyawan kulit pada masa lampau, di samping penguasaan teknik namun dilandasi kemauan yang keras dan rasa pengabdian yang murni dapat menghasilkan karya yang bermutu hingga mencapai tataran klasik, yang sampai sekarang masih dapat dinikmati.

Bila ditelusuri sejarahnya keberadaan kriya kulit Tatah Sungging telah lama dikenal oleh bangsa Indonesia, pada masa lampau digunakan untuk membuat suatu karya seni yang berkesan agung dan berwibawa. Umumnya dapat dijumpai di pusat – pusat pemerintahan pada masa kerajaan – kerajaan yang berkuasa dibumi nusantara ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan para raja pada masa lalu hingga kini tampak jelas pengaruhnya, misalnya adanya gaya dalam seni hias, seni pertunjukan, seni rupa lainnya yang memberikan gambaran betapa kuatnya pada masa itu dalam membentuk suatu budaya.

Seperti halnya kriya kulit Tatah Sungging bila diamati tidak sekedar memberikan teknik berkarya yang tinggi, tetapi memiliki kandungan arti yang mendalam, baik hubungannya dengan kehidupan sehari – hari maupun merupakan simbolisasi hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Dengan teknik itu dapat digambarkan berbagai bentuk baik secara nyata maupun lambang – lambang yang dalam memahaminya diperlukan apresiasi yang tinggi. Tatah Sungging merupakan salah satu cabang seni yang cukup dikenal, walaupun tidak mudah untuk dipelajari.

Berdasarkan pada sejarahnya kriya kulit tatah sungging telah lama dikenal di Indonesia, bahkan jauh sebelum kemerdekaan bangsa Indonesia telah dikenal dalam masyarakat. Seperti yang tersirat dalam karya sastra Harjuna Wiwaha karangan Empu Kanwa pada tahun 1019 M (Sunarto, 1989:32), tertulis istilah walulang inukir yang berbentuk tokoh digunakan sebagai pertunjukan yang membuat terpesonanya para penonton. Dari istilah itu dapatlah diartikan bahwa pada masa Raja Airlangga di Jawa Timur telah mengenal teknik ukir pada walulang ( kulit binatang) yang membentuk sesuatu, bila digunakan untuk pertunjukan membuat para penonton menjadi tertarik, bahkan ikut larut dalam suasana pergelaran itu. Walaupun masih perlu pembuktian – pembuktian lainnya, namun berdasarkan penjelasan tersebut dapat memberikan gambaran tentang adanya (awal) diketahui seni Tatah Sungging pada masa lampau.

Kriya kulit Tatah Sungging di Jawa, hingga sekarang masih berkembang terutama di Jawa Tengah, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Surakarta ( Solo). Kedua daerah ini cukup dikenal mempunyai tradisi wayang kulit dengan gaya sendiri-sendiri. Perbedaan sangat Nampak baik pada bentuk termasuk tatahan dan sunggingnya juga perbedaan itu dijumpai pula pada cerita dan cara pergelarannya. Khusunya di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat beberapa sentra, sentra adalah suatu istilah yang dipakai oleh Departement Perindustrian Republik Indonesia untuk menyebut daerah – daerah yang mempunyai perajin, misalnya sentra pande besi, sentra perajin mebel dan ukir kayu.. kriya Tatah Sungging cukup terkenal di Yogyakarta. Pada sentra tersebut ratusan kriyawan yang bergelut dalam bidang ini. Dalam upaya mengembangkan dan melatih kemandirian, bagi keluarga kriyawan sejak kecil telah dilatih untuk berkarya dalam bidang Tatah Sungging , bahkan tidak sedikit dijumpai kriyawan kecil (usia kanak) telah mampu membiayai sekolahnya dengan hasil karyanya yang berupa wayang kulit.

Pada mulanya kesenian ini merupakan kegemaran dari kalangan tertentu, khususnya para bangsawan (raja) pada masa lampau; kriya kulit Tatah Sungging ini karyanya menjadi barang klangenan (klangenan adalah suatu benda (barang) kesenian yang menjadi pilihan atau kegemaran para raja pada masa lampau) oleh karenanya memiliki nilai ekonomi yang tinggi bagi para kriyawannya. Dengan demikian menyebabkan terbatasnya peminat, hanya bagi bangsawan (raja) saja yang mampu memilikinya, bahkan dalam memesan kelangenan itu agar lebih sempurna diletakkan intan berbagai ukuran dan menggunakan prada yang terbuat dari emas murni.

Bila diperhatikan dalam bidang kriya kulit ini mempunyai tiga fungsi yang terkait erat dengan program pembangunan Negara (Himpunan Perajin Indonesia, 1985:3), yaitu: Pertama, fungsi sosial berarti menyangkut kemasyarakatan , dengan kriya kulit dapat memperluas lapangan kerja. Semakin berkembangnya bidang ini akan semakin banyak tenaga yang diperlukan, dengan semakin banyaknya tenaga yang tidak nganggur berarti pula dapat meningkatkan pendapatan secara merata. Kedua, mempunyai fungsi ekonomi, kriya kulit ini memanfaatkan sumber alam dan dapat menjadi salah satu komoditi untuk meningkatkan pendapatan Negara dan devisa. Ketiga, kriya kulit memiliki fungsi budaya, yang didalamnya menyangkut hal-hal peningkatan ketrampilan yang akan mencerdaskan rakyat serta mengembangkan dan melestarikan seni budaya bangsa.

*

Kerajinan Tatah Sungging yaitu Kerajinan membuat Wayang Kulit kerajinan ini di lakukan oleh masyarakat Dusun Pucung, Desa Wukirsari, Kec.Imogiri, Kab. Bantul, Prop. DIY. Cikal bakal kerajinan Tatah Sungging bernama Atmokaryo Glibo. Ketrampilan yang di miliki tersebut kemudian di tularkan pada masyarakat sekitarnya. Akhirnya pada tahun 1920, hampir sebagian besar penduduk Dusun Pucung bisa membuat Wayang Kulit. Kerajinan tersebut dapat menambah income dan dapat menyerap tenaga kerja cukup banyak. Pendokumentasian kerajinan Tatah Sungging dapat sebagai media pelestarian, penyebarluasan informasi kakayaan budaya. Pelopor kerajinan ini bernama Atmokaryo Glibo. Ia seorang penjual kayu bakar. Ia belajar membuat kerajinan ini pada priyayi yang tinggal di sekitar Kepatihan Yogyakarta. Setelah bisa, kemudian pulang ke Dusun Pucung dan menularkan ilmunya pada orang yang di anggap berbakat, yaitu Atmorejo. Lama-kelamaan perajin Tatah Sungging semakin bertambah dan kemudian di wadahi dalam suatu organisasi bernama Koperasi ??Maju Lestari??. tatah sungging terkenal hingga ke mancanegara. Tak heran, banyak sentra pengrajin tatah sungging tersebar di wilayah Jawa Tengah dan DIY. Desa Pocung, Karangasem, DIY, misalnya, hampir 80% penduduknya berprofesi sebagai pengrajin tatah sungging. Dengan penduduk mencapai hampir 1000 orang, pendapatan per bulannya mencapai lebih dari 100 juta. Tatah sungging termasuk industri perkulitan yang semua tahapnya dilakukan manual. Kualitas kulit memiliki pengaruh sangat besar. Tidak sembarang kulit bisa dipakai. Umumnya adalah kulit herbivora yang memiliki ketebalan tertentu. Ada tiga jenis kulit yang biasa dipakai: * Kambing atau domba Jenis ini yang paling banyak digunakan. Selain bahannya yang mudah didapat, kulit kambing memiliki motif alami yang cukup indah yang bisa dipadukan langsung dengan motif sungging. Kulit kambing juga bisa langsung digunakan tanpa proses pengolahan lebih dulu. * Sapi Kulit jenis ini perlu diolah sedemikian rupa, mulai dari penyamakan, pengerokan bulu, dan penipisan sehingga didapat ketebalan yang sesuai. Kulit ini juga lebih sulit digarap karena memiliki sifat kaku dan mudah melengkung pada kondisi panas, tapi kendur dalam kondisi lembap. * Kulit kerbau Kulit ini yang paling baik di antara jenis yang lain. Jaringan seratnya lebih kuat, tahan serut, dan produknya lebih tahan lama. Bentuknya tidak mudah berubah terpengaruh cuaca sebagaimana kulit sapi. Alat Beberapa peralatan yang lazim digunakan para pengrajin tatah sungging: 1. Tatah Jenis tatahan dalam seni kriya ini adalah tatah tembus dengan prinsip selang-seling seperti teknik anyaman. Rangkaian tatahan membentuk komposisi indah dan harmonis. Ada beberapa jenis tatah yang digunakan, di antaranya: * Tatah penguku, bentuknya menyerupai jari-jari manusia, untuk membuat motif setengah lingkaran. * Tatah pemilah, bentuknya seperti tatah biasa. Ujungnya rata dan lurus, berfungsi membentuk motif garis. * Tatah bubukan, berbentuk lengkung setengah lingkaran pada ujungnya. Berfungsi untuk membuat motif bubukan. * Tatah corekan, berbentuk runcing seperti jarum jahit, untuk membuat garis atau guratan di permukaan kulit. * Tatah delingan, bentuknya seperti tatah pemilah tapi ujungnya miring. Fungsinya untuk merapikan tatahan. 2. Pandhuk dan gandhen Pandhuk adalah kayu landasan yang terbuat dari kayu sawo, dipakai saat menatah. Gandhen adalah alat pemukul tatah, bentuknya seperti martil. Terdapat beberapa variasi ukuran. Biasanya terbuat dari kayu sonokeling atau sonokembang. 3. Tindhih Terbuat dari besi, kuningan, perunggu, atau logam berat lainnya yang berfungsi memberi beban agar kulit menempel pada pandhuk saat proses menatah. 4. Kuas dan pen kodok Digunakan dalam proses sungging, mulai dari pewarnaan dasar kulit, menggambar sketsa motif, hingga pewarnaan. Ada beberapa kuas yang dikenal, di antaranya: kuas dasaran, kuas prada, tlacapan, sawutan, dan kuas cawen. Pewarnaan Dalam seni sungging, dikenal lima warna dasar; putih, kuning, biru, merah dan hitam; ditambah warna emas. Dalam produksi tradisional, warna-warna tersebut diperoleh dari bahan alam atau kreasi manual, yaitu: * Abu tulan untuk memperoleh warna putih. * Atal watu untuk memperoleh warna kuning. * Nila werdi untuk menghasilkan warna biru. * Gincu dan endapan air raksa untuk memperoleh warna merah. * Langes atau jelaga untuk menghasilkan warna hitam. * Prada emas untuk menghasilkan warna kuning emas. Warna-warna tersebut direkatkan dengan ancur lempeng atau ancur kripik, terbuat dari sejenis yiyit ikan laut. Dikenal pula bahan perekat jenis ancur otot yang berwarna cokelat tua, terbuat dari bahan casein. Proses sungging ditutup dengan mengoleskan putih telur dicampur vernis dan ancur mateng untuk membuat produk tahan lama. Dewasa ini, penggunaan putih telur mulai ditinggalkan seiring ditemukannya bahan-bahan pengganti yang lebih baik. Proses Pengerjaan Untuk menghasilkan produk tatah sungging, pengrajin harus melewati tahap-tahap, sebagai berikut. 1. Ndasari, adalah proses memberi warna dasar secara tipis dan merata pada kulit. Biasanya warna kuning. Berfungsi menutup pori-pori kulit agar permukaannya rata, sekaligus menjadi pondasi pewarnaan berikutnya. 2. Nyorek, yaitu proses membuat sketsa. Dalam proses ini, pengrajin membuat sketsa bentuk dasar, konstruksi, dan penempatan bidang hiasan. 3. Anggebing, yaitu proses menatah tepi sketsa sehingga diperoleh bentuk dasar. 4. Anggempur, yaitu proses memperhalus tatahan dasar dan membuat kombinasi yang indah dalam terawangan cahaya. 5. Ambedhah, yaitu proses menatah bagian muka tokoh dalam tatah sungging wayang kulit. Proses ini sangat penting karena berpengaruh pada karakter wayang yang dihasilkan. 6. Pewarnaan, yaitu proses memberi warna pada hasil tatahan. Ada beberapa jenis proses yang dikenal, sesuai dengan warna yang dioleskan, yakni: proses anyemeng, amrada, amepesi, anjambon, anjene, ngijem nem, ambiru, anjingga, dan anyepuhi. 7. Isen-isen, yakni proses memberi variasi isian pada bidang yang sudah disungging. 8. Angendus, adalah proses melapisi produk tatah sungging dengan bahan yang membuat lebih kuat, mengilap, dan tahan lama.

-


Disetujui Oleh SuperUser Pada Tanggal 30-11--0001

Komunitas Karya Budaya

Sagio Griya Ukir Kulit (Sagio Puppet Handicraft)

JL. Gendeng RT.04/RW. 02, Kalirandu, Bangunjiwo, Kec. Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta

0274413267

Disetujui Oleh SuperUser Pada Tanggal 30-11--0001

Maestro Karya Budaya

Sagio

JL. Gendeng RT.04/RW. 02, Kalirandu, Bangunjiwo, Kec. Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta

0

Disetujui Oleh SuperUser Pada Tanggal 30-11--0001
   Disetujui Oleh SuperUser Pada Tanggal 30-11--0001

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047