Kipo

Tahun
2019
Nomor Registrasi
201900954
Domain
Kemahiran dan Kerajinan Tradisional
Provinsi
DI Yogyakarta
Responsive image

 

Pengetahuan dan keterampilan dalam memanfaatkan hasil produk lokal yaitu tepung ketan, gula kelapa, daging kelapa, dan daun suji yang semuanya merupakan hasil sumber daya alam Yogyakarta. Produk lokal tersebut dibuat makanan dengan peralatan dan teknik yang dikuasai dengan baik oleh masyarakat setempat. Hasil olahnya yang dinamakan kipo menjadi kegemaran masyarakat Kotagedhe pada khususnya dan masyarakat Yogyakarta. Tidak hanya itu kipo juga disukai oleh wisatawan nusantara maupun mancangara. Seluruh bahan yang digunakan yaitu beras ketan, kelapa, dan gula kelapa, serta daun suji masih mudah diperoleh di pasar tradisional atau di warung-warung hingga sekarang. Jadi masyarakat tidak sulit mendapatkan bahan bakunya. Banyak makanan khas Yogyakarta yang menggunakan kelapa sebagai bahan baku utama, sebut saja geplak dan gudeg.

Skala membuat kipo luwes sehingga bisa dilakukan oleh industri kecil mikro sampai industri rumah tangga dengan skala yang lebih besar. Hasil seluruhnya bisa terserap di pasar lokal, sehingga kegiatan ini merupakan kegiatan ekonomi kreatif yang produktif yang tidak memerlukan keterampilan yang terlalu sulit. Peralatan untuk mengolah kipo yang terdiri atas piring yang terbuat dari tanah liat yang merupakan produk lokal industri rumah tangga di desa Kasongan kabupaten Bantul yang produksinya masih berlangsung sampai sekarang. Sehingga produsen kipo tidak susah mendapatkannya sekaligus mengembangkan hasil produksi kota Yogyakarta.

Kipo merupakan kudapan yang berukuran tidak lebih besar dari ibu jari tangan orang dewasa. Kipo terdiri dari kulit dan isi kipo yang disebut enten-enten. Kulit kipo terbuat dari tepung ketan yang diberi warna hijau dari daun suji. Sedangkan enten-enten adalah parutan

 

kelapa yang dimasak dengan gula kelapa. Kulit kipo diisi dengan enten-enten dan dibentuk setengah lingkaran kemudian dipanggang di atas cawan tanah liat yang dibakar di atas bara api. Setelah dipanggang kipo akan berwarna hijau kecoklatan. Kipo dikemas dengan daun kelapa dengan cara membungkus gaya tempelangan. Cara membungkus gaya tempelangan ini merupakan cara khas masyarakat Yogyakarta membungkus makanan. Tempelangan adalah cara membungkus makanan yang ditata di atas selembar daun dan kemudian ditutup dengan selembar daun lainnya. Pada kedua ujungnya daun dilipat di atas tutupnya dan disemat dengan lidi.

Kipo sudah dikenal sejak abad ke-16. Konon kue ini merupakan makanan kegemaran Sultan Agung. Menurut legenda yang ada di masyarakat, nama kipo merupakan akronim yang kepanjangannya ”iki opo?” (bahasa jawa) yang merupakan pernyataan untuk menanyakan apakah ini. Kipo dalam perjalanannya dari zaman ke zaman dikatakan sempat hilang peredarannya di masyarakat Kotagedhe dan Yogyakarta sehingga namanya sudah dilupakan. Barulah pada tahun 1946 kipo kembali dipopulerkan oleh Mbah Mangun Irono seorang warga kecamatan Kotagedhe yang tinggal di kampung Mondorakan. Pada tahun 1946 Mbah Mangun Irono membuat kipo bersama teman-temannya. Namun karena teman-temannya tidak telaten maka hanya Mbah Mangun Irono sendiri yang meneruskan berjualan kipo di depan rumahnya di Jalan Mondorakan yang pada zaman dahulu merupakan pasar tiban di pagi hari yang ramai.

Seiring dengan berjalannya waktu, Mbah Mangun Irono sudah tidak mampu untuk berjualan karena usia, usaha produksi kipo dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Ibu Paijem Djito Suhardjono. Pada waktu itu, kipo hanya dikenal oleh masyarakat kelas bawah saja. Bu Djito mengangkat makanan kipo sebagai makanan yang layak dipandang dengan mengikuti pameran dan lomba makanan yang berbahan khusus tepung ketan di Hotel Ambarukmo Palace (tahun 1986) yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata dan PHRI (Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia). Beliau mendapatkan juara harapan I. Selanjutnya tahun 1988 Bu Djito mendapatkan kesempatan pameran di Jakarta yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata. Pada tahun 1990 Bu Djito beserta anaknya Dra. Istri Rahayu mendapat kesempatan lagi ke Jakarta untuk mengenalkan makanan kipo dengan mengikuti Pameran Adati Kraton Yogyakarta Hadiningrat Seni Karya dan Makanan Langka Khas Yogyakarta. Hingga saat ini usaha produksi kipo dilanjutan oleh anak Bu Djito yaitu Ibu Dra Istri Rahayu, sehingga usaha produksi kipo sudah berlangsung dalam kurun waktu 3 generasi.

Pengolahan kipo merupakan cara pengolahan makanan yang unik dan menarik. Karena cawan tanah liat merupakan produk asli Kasongan yang merupakan alat untuk masak sejak zaman dahulu. Seluruh proses pembuatan kipo dapat dilakukan secara sederhana tanpa peralatan khusus. Hal ini mendukung keberlanjutan usaha produksi kipo di Kotagedhe. Kenyataan ini merupakan salah satu bukti bahwa kipo berasal dari Kecamatan Kotagedhe, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ditambah bahwa fakta dilapangan menunjukkan kipo hanya diproduksi di Kotagedhe saja hingga saat ini memperkuat bukti asal-usul kipo yaitu asli Kotagedhe, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengembangan pariwisata mengangkat cara pembuatan yang unik dan menarik ini menjadi satu produk wisata kuliner karena wisatawan bisa langsung ikut membuat sendiri kipo dan setelah masak langsung dinikmati.

Kipo yang hangat berasa manis dan legit dapat menjadi daya tarik luar biasa, sebagai salah satu obyek wisata kuliner di Yogyakarta. Disamping itu industri pengolahan kipo telah mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat menjadi mendapat pergaulan yang lebih luas dengan kedatangan wisatawan nusantara dan mancanegara. Dari aspek ekonomi produsen

kipo sekarang menjadi bergairah dengan perkembangan pariwisata yang digencarkan pemerintah. Sehingga usaha kipo menjadi salah satu upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan rumah tangga memproduksi kipo yang selain menjadi obyek wisata kuliner juga menjadi suguhan berbagai pertemuan di berbagai kalangan masyarakat seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan demikian kipo merupakan produk makanan asli Kotagedhe Yogyakarta, yang mampu membangun kegiatan ekonomi kreatif yang produktif melalui promosi dan pengembangan wisata kuliner di Yogyakarta.

Asal-usul nama kipo berdasarkan keterangan masyarakat adalah karena para bangsawan yang disuguhi kipo dan menyantapnya, lalu bertanya ?iki apa?? lama-lama makanan itu kemudian dikenal dengan nama kipo. Sejarah makanan dari Kotagede itu cukup panjang. Konon dalam Serat Centini disebutkan makanan yang disebut kupo, yang sekarang disebut kipo. Kipo, makanan khas Kotagede dibuat dari ketan, santan, garam, gula dan pewarna hijau dari bahan alami (daun pandan). Di dalamnya diisi enten-enten (parutan kelapa dicampur dengan gula Jawa), dan dipanggang menggunakan lapisan daun pisang tanpa diberi minyak. Cara membuatnya bahan-bahan tersebut dicampur, diaduk-aduk (diuleni) sampai rata hingga kekenyalannya yang diinginkan. Adonan kental dan liat itu kemudian dibentuk mirip kipas dengan ukuran kurang lebih 4 x 2 cm. Di dalamnya diisi enten-enten, kemudian dibakar dengan menggunakan alas daun pisang. Kipa banyak ditemukan di Kotagede

-


Disetujui Oleh SuperUser Pada Tanggal 30-11--0001

Komunitas Karya Budaya

Kipo Bu Djito

Jl Mundarakan No 27 Kotagede Yogyakarta

08562873881

Disetujui Oleh SuperUser Pada Tanggal 30-11--0001

Maestro Karya Budaya

Dra. Istri Rahayu (Penerus Kipo Mbah Gito)

Jln. Mondorakan 27, Rt/Rw 033/007, Desa Prenggan, kecamatan Kota Gede

08562873881

Disetujui Oleh SuperUser Pada Tanggal 30-11--0001
   Disetujui Oleh SuperUser Pada Tanggal 30-11--0001

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047