Dhakon Yogyakarta

Tahun
2019
Nomor Registrasi
201900976
Domain
Tradisi dan Ekspresi Lisan
Provinsi
DI Yogyakarta
Responsive image

 

Dhakon berasal dari kata Dhaku dan mendapat akhiran an. Dhaku berarti mengaku bahwa sesuatu itu miliknya. Jadi, dalam permainan ini si pemain berusaha mengaku bahwa sesuatu itu adalah miliknya. Permainan Dhakonmerupakan murni permainan anak-anak. Permainan ini dilaksanakan pada saat tidak ada kesibukan,dapat dilakukan pada pagi, siang, sore, ataupun malam hari. Permainan Dhakon dapat dilakukan dimana saja karena tidak memerlukan tempat yang luas. Ia dapat dimainkan di lantai, halaman rumah, teras rumah, atas balaibalai atau di meja. Permainan ini juga dapat dilakukan sambil mengerjakan pekerjaan lain.

Permainan ini berlatarbelakang kehidupan petani. Jadi permainan ini menggambarkan bagaimana cara petani mendapatkan hasil sebanyak mungkin kemudian disimpan di dalam lumbung. Sawah yang tidak dikerjakan dinamakan bera. Sawah yang hasilnya sangat kurang dinamakan ngacang atau nandur kacang. Permainan ini mendidik bagaimana cara mengelola rumah tangga yang baik. Cara berumah tangga yang baik haruslah hemat, ulet dan teliti.Pemain dhakon berjumlah dua orang. Permainan ini sebenarnya merupakan permainan anak perempuan yang biasanya paling muda berumur delapan tahun hingga dewasa. Namun, kadang banyak pula anak laki-laki yang yang bermain dhakon. Berhubung dhakon merupakan permainan dari anak petani hingga anak raja maka dhakon pun beragam menurut kemampuan si empunya. Ada yang terbuat dari tembaga atau kayu jati berukir , kayu sengon biasa tanpa hiasan ukiran, lubang ditanah, sampai yang hanya berupa gambaran bulatan dari kapur/batu merah di lantai semen. Pada prinsipnya ada lubang untuk sawah dan ada lubang untuk lumbung. Lubang untuk lumbung terletak di ujung kanan dan kiri.

Sedangkan lubang untuk sawah terdiri dari dua baris berumlah 5,7,9, atau 11, dan terletak di antara dua lumbung. Lubang untuk sawah lebih kecil daripada lubang untuk lumbung. Isi untuk permainan ini dapat menggunakan benik (kancing baju), kecik (biji sawo), kerikil, dan lain sebagainya. Jumlah isian ini tergantung dari jumlah lubang sawahnya. Bila dhakon berjumlah tujuh maka isiannya sebanyak 7 x 7 x 2 = 98 biji. Bila bersawah sembilan maka isiannya 9 x 9 x2 = 162 biji. Bila jumlah sawah sebelas lubang maka diperlukan isiannya sebanyak 11 x 11 x 2 = 242 biji.Jalannya Permainan

Keterangan:

Permainan terdiri dari 9 lubang

Pemain adalah Tini dan Tina

Sawah Tini adalah: abcdefghi + lumbung T

Sawah Tina adalah: jklmnopqr + lumbung S

Karena jumlah sawah 9 lubang, jumlah isian yang disiapkan adalah 9 biji x9 sawah x 2 pemain = 162 biji. Semua sawah diisi dengan isian masing-masing sembilan biji. Mula-mula Tini dan Tina melakukan undian dengan cara sut untuk menentukan siapa yang saku (jalan atau main) terlebih dahulu. Apabila yang menang sut adalah Tini, maka ia yang main terlebih dulu. Tini mengambil semua sawah a (9 biji) kemudian mengisikannya ke lubang sampai lumbung S. Kemudian mereka saku lagi, mengambilnya dari sawah manapun terserah. Misalnya Tini saku di sawah g, sedangkan Tina saku di sawah r , semua sawah diisi kecuali lumbung musuh. Lama-lama salah satu dari mereka hanya memiliki satu biji. Akibatnya, isiannya jatuh pada sawah yang kosong, ini disebut andhok, berhenti. Sedangkan bila jatuh pada sawah yang berisi maka semua biji yang ada di sawah tersebut diambil semua dan meneruskan saku.Permainan berakhir apabila seluruh biji sudah berada pada lubang tujuan

masing-masing pemain, atau apabila salah satu pemain sudah tidak memiliki biji pada lubang-lubang kecilnya untuk dimainkan (disebut mati jalan). Pemenangnya adalah yang memiliki jumlah biji terbanyak pada lubangnya.

Dhakon hadir sebagai alat permainan tradisional. Permainan tersebut merupakan aktivitas peniruan dan persiapan untuk menuju kehidupan orang dewasa. Dari sudut pandang ini, kegiatan bermain merupakan kegiatan yang bersifat fungsional untuk proses enkulturasi dan sosialisasi anak-anak. Enkulturasi merupakan proses penanaman nilai-nilai, atau proses menjadikan nilai-nilai yang dianut suatu masyarakat diterima, dipahami, diyakini kebenarannya, dan dijadikan panduan berperilaku. Sementara itu, sosialisasi yang dimaksud merupakan proses memperkenalkan dan membiasakan anak pada beragam individu, kedudukan dan peransosial, kategori sosial, kelompok dan golongan, nilai, norma, dan aturan yang berlaku dalam interaksi dengan individu dan kelompok tersebut.

Dhakon sendiri mulanya merupakan permaian anak petani. Karena Indonesia adalah negara agraris, kebanyakan permainan ini dimainkan anak-anak petani. Nilai-nilai yang terkandung dalam permainan ini adalah agar seorang anak menjadi lebih ulet dan teliti sehingga mendapatkan kesuksesan. Permainan ini juga bersifat mendidik bagaimana kelak mereka bisa mengelola rumahtangga yang baik. Tidak hanya itu saja, anak juga belajar bersosialisasi dengan lawan mainnya sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku.

Dalam perkembangan selanjutnya, ternyata dhakon telah naik derajat menjadi permainan priyayi dan bangsawan. Akhirnya, sekarang dhakon telah menjadi permainan seluruh lapisan masyarakat. Pada masa menjalankan perang melawan Belanda, keluarga Pangeran Diponogoro sering bermain dhakon di Kubu Sambiroto, Kulonprogo. Sampai sekarang alat permainan dhakon masih tersimpan di Museum Sasana Wiratama Tegalreja.

Bukti lain yang menunjukan bahwa dhakon adalah permainan para bangsawan Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat adalah dengan adanya alat bermain dhakon berukir buatan zaman Sri Sultan Hamengkubuwana VII. Sampai dengan awal abad XX permainan dhakon merupakan permainan rakyat yang sangat populer . Hampir setiap keluarga Jawa memiliki alat permainan dhakon. Akan tetapi, memasuki tahun 1940-an sampai sekarang permainan dhakon mulai kehilangan daya tariknya. Hal itu disebabkan oleh maraknya berbagai macam bentuk mainan (toys) dan permainan (game) yang berasal dari luar negeri, yang menggerus keberadaan alat permainan tradisional ini. Berdasarkan temuan dhakon, ada berbagai macam bentuk dhakon yang ditemukan, dari hanya berupa papan biasa tanpa hiasan sampai dhakon yang berukir dan memiliki makna simbolis. Bagi kalangan masyarakat biasa, umummya jenis dhakon yang digunakan adalah dhakon yang terbuat dari kayu tanpa ukiran. Sementara itu, untuk kalangan priyayi dan bangsawan, dhakon yang digunakan adalah dhakon berukir . Hal ini menandakan bahwa status sosial ternyata membedakan bentuk dhakon yang digunakan di kalangan masyarakat. Semakin tinggi status sosialnya di masyarakat, bentuk dhakon yang digunakan pun berbeda. Hal tersebut dapat dilihat dari bahan yang digunakan untuk membuat dhakon. Misalnya dhakon yang terbuat dari kayu sengon tanpa ukiran atau bahkan hanya membuat lobang di tanah, umumnya digunakan oleh masyarakat biasa atau anak petani. Sementara itu, dhakon yang terbuat dari bahan kayu jati berukir digunakan oleh anak priyayi atau kaum bangsawan.

Sebagai alat permainan yang tidak hanya digunakan anak petani tetapi juga anak bangsawan atau ningrat, dhakon memberikan nilai berbeda pada permainan dan bentuknya. Nilai-nilai tersebut berorientasi pada bentuk yang ditonjolkan dhakon.Dhakon pusaka yang sudah berumur 200 tahun lebih, seperti terlihat pada gambar di atas, terbuat dari bahan kayu jati yang berukir. Dhakon tersebut berkepala naga dan berekor di sisi lubang dhakon dan kaki yang sekaligus sebagai penopang dhakon. Di bagian sisi dhakon terdapat ukiran bermotif stiliran bunga.

Di Keraton Yogyakarta terdapat pula benda-benda pusaka yang melambangkan sifat-sifat yang harus dimiliki sultan dalam memimpin negara dan rakyatnya yang disebut dengan istilah Regalia. Salah satu Regalia yang ada di Keraton Y ogyakarta ada yang berbentuk naga, yang disebut hardawalika = naga yang melambangkan kekuatan. Simbol naga tersebut kemungkinan sama juga dengan simbol naga yang terdapat pada dhakon pusaka. Selain bentuk naga, ada juga Regalia bentuk lain, seperti angsa (banyak)yangmelambangkan kejujuran dan kewaspadaan, kijang (dhalang) melambangkan kecerdasan dan ketangkasan, Ayam jantan (sawung) melambangkan kejantanan dan tanggung jawab, merak (galling) melambangkan keagungan dan keindahan.

Ada nilai simbolis yang terkandung pada dhakon di atas. Dhakon pusaka yang hanya dimainkan oleh anak priyayi atau keturunan bangsawan ini mengandung nilai-nilai kepemimpinan, sehingga diharapkan kelak anak tersebut dapat memimpin negara dan rakyatnya sesuai dengan sifat-sifat kepemimpinan luhur,seperti dilambangkan pada dhakon pusaka tersebut.

-


Disetujui Oleh SuperUser Pada Tanggal 30-11--0001

Komunitas Karya Budaya

Kampung Dolanan

Pandes, Panggungharjo, Sewon, Bantul Regency, Special Region of Yogyakarta

0

Dhakon Board Games Librari

Plaza UNY Lantai 4z Jl. Affandi No.168, Santren, Caturtunggal, Kec. Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta

0

Disetujui Oleh SuperUser Pada Tanggal 30-11--0001

Maestro Karya Budaya

Mbah Atemo

Pandes, Panggungharjo, Sewon, Bantul Regency, Special Region of Yogyakarta

0

Disetujui Oleh SuperUser Pada Tanggal 30-11--0001
   Disetujui Oleh SuperUser Pada Tanggal 30-11--0001

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047