Saprahan Sambas

Tahun
2019
Nomor Registrasi
201901036
Domain
Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan
Provinsi
Kalimantan Barat
Responsive image

Masyarakat Sambas memiliki budaya yang unik-unik, salah satunya yaitu makan saprahan. Dalam kegiatan makan saprahan ini memiliki nilai-nilai sosial yang dapat mempererat rasa persaudaraan masyarakat salah satunya yaitu gotong royong. Hal ini disebabkan karena banyaknya tenaga yang diperlukan untuk mengadakan kegiatan ini, sehingga masyarakat yang lain harus ikut serta membantu tuan rumah. Secara umum, tradisi makan saprahan yang menggalakkan sikap gotong royong ini masih sangat terjaga dengan baik sampai saat ini. Saprahan dalam adat istiadat Melayu berasal dari kata saprah yang secara harfiah berarti berhampar, yaitu budaya makan bersama dengan cara duduk lesehan atau bersila di atas lantai secara berkelompok yang terdiri dari enam orang dalam satu kelompoknya. Jadi dapat disimpulkan dari kata makan saprahan adalah makan bersama-sama dengan duduk di lantai pada suatu acara dengan jumlah 5-6 orang.

Tradisi makan saprahan memiliki makna duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Prosesi saprahan begitu kental dengan makna filosofis, intinya menekankan pentingnya kebersamaan, keramahtamahan, kesetiakawanan sosial, serta persaudaraan. Makan nyaprah juga dapat dilakukan di rumah kita sendiri bersama keluarga, bapak, ibu, kakak, abang, atau adik-adik yang lain. Begitu juga jika kita kedatangan tamu, kita ajak dia makan bersama-sama dengan nyaprah duduk bersila di lantai. 

Makan saprahan biasanya dilakukan pada saat acara perkawinan, tepung tawar, sunatan, pindah rumah, dan lain-lainnya. Lauk-pauk dalam acara makan saprahan itu sebanyak 5-6 perkara, tergantung niat dan kemampuan dari tuan rumah. Biasanya ayam 2 macam, sapi 1 macam, sayur, telur, sambal, lalap (pecel atau rujak). Dan pada setiap acara menunya bervariasi, tergantung pada keuangan dan niat dari tuan rumah, yang pastinya 4 sehat 5 sempurna (ditambah air susu).

Tradisi saprahan memang sudah ada sejak lama, akan tetapi orang-orang tidak tahu betul kapan sejarah masuknya tradisi saprahan di Kabupaten Sambas. Menurut Bapak H. Muin Ikram dan Bapak H. Aspan. S, mereka menyebutkan bahwa sejarah masuknya tradisi Saprahan di daerah Sambas di bawa oleh pedagang-pedagang Arab yang singgah di Sambas, karena dahulunya Sambas merupakan tempat yang srategis bagi kapal-kapal yang berlayar untuk singgah dan menawarkan barang-barang.

Menurut Bapak H. Aspan. S, kemungkinan besar masuknya budaya Saprahan di Sambas seiring dengan masuknya agama Islam di Indonesia. Menurut Bapak H. Muin Ikram, kata Saprahan bukanlah berasal dari bahasa Sambas maupun Indonesia akan tetapi kata Saprahan berasal dari Arab. Beliau juga bilang bahwa kata Saprahan mempunyai makna tersendiri, tetapi beliau tidak pasti tahu apa makna sebenarnya yang terkandung dalam kata Saprahan. Dia menyimpulkan bahwa makna Saprahan adalah sopan santun dalam beradab, kebersamaan yang tinggi (gotong-royong).


Disetujui Oleh WBTB Pada Tanggal 30-11--0001

Komunitas Karya Budaya

-

-

0

Disetujui Oleh WBTB Pada Tanggal 30-11--0001

Maestro Karya Budaya

A. Muin Ikram

Jl. Ahmad Sood Desa Tumuk Manggis Kecamatan Sambas Kab. Sambas

0

Mustafa Munzir

Desa Sungai Kelambu Kecamatan Tebas Kabupaten Sambas

0

Disetujui Oleh WBTB Pada Tanggal 30-11--0001
   Disetujui Oleh WBTB Pada Tanggal 30-11--0001

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047