Sopulut

Tahun
2019
Nomor Registrasi
201901065
Domain
Kemahiran dan Kerajinan Tradisional
Provinsi
Sulawesi Utara
Responsive image

Sejarah Sopulut 

Makanan ini sudah dikenal sejak zaman dahulu oleh para leluhur etnis Tonsawang dan tidak dapat dipastikan sejak tahun berapa, tetapi makanan ini sudah menjadi makanan favorit masyarakat turun temurun dan masih digemari hingga sekarang. Menurut Josis (88 tahun), sejak tahun 1930an ketika dia masih anak-anak, makanan ini sudah banyak ditemukan di Desa Kali Oki, Kecamatan Tombatu. Pada mulanya makanan ini diperkenalkan oleh para petani. Ketika mereka membuka lahan pertanian dimana letaknya jauh dari kampung, mereka harus tinggal dan menginap di hutan tempat mereka membuka lahan. Biasanya para petani membawa keluarganya selama masa pengolahan lahan. Untuk memenuhi kebutuhan makanan setiap harinya, mereka memanfaatkan tanaman berupa ubi, pisang, talas ataupun jagung, sagu, serta berbagai sayuran yang tumbuh subur di ladangnya. Melalui pengetahuan meracik dan meramu sayuran yang ada disekitarnya, lahirlah makanan yang disebut dengan sopulut. Makanan ini tidak saja mengenyangkan tetapi juga menjadi sumber energi, menyehatkan serta memperlancar pencernaan. Mengenai arti kata sopulut, tidak ditemukan dalam kamus Bahasa Tonsawang. Sopulut hanya didefenisikan sebagai makanan yang dimasak dari sayur-sayuran dan sagu. 

Tinutuan merupakan salah satu makanan Minahasa yang terkenal dan persebarannya terdapat di seluruh wilayah Minahasa, yang saat ini meliputi Kabupaten Minahasa, Kota Manado, Kota Tomohon, Kota Bitung, Kabupaten Minahasa Utara, Minahasa Selatan, Minahasa Tenggara. Tinutuan mulai dikenal ketika jaman pendudukan Jepang pada awal Perang Dunia ke II. Situasi perang memaksa warga mengungsi ke hutan dan kebun-kebun. Kondisi ini menyebabkan akses untuk mendapat makanan terutama beras terbatasi bahkan tidak diperoleh sama sekali. Untuk itu, warga mengumpulkan bahan sayur-sayuran dan umbi-umbian yang tumbuh di hutan/kebun untuk dimasak dengan cara dicampur dan direbus. Makanan ini dianggap mudah dibuat, enak, dan bahan-bahannya mudah diperoleh di sekitar kebun dan hutan, maka tinutaan menjadi menu lokal bagi warga Minahasa. Selain tinutuan, banyak terdapat makanan di Minahasa yang berbahan dasar dari sayur-sayuran. Salah satu makanan berbahan sayur-sayuran yang memiliki ciri khas dan unik adalah sopulut.

Sopulut merupakan makanan alamiah karena semua bahan-bahannya segar dan tersedia dari alam. Bahan-bahan pembuatan sopulut terdapat di Tombatu dan sekitarnya. Bahan-bahan tersebut mudah ditemukan karena lingkungan alam berperan penting dalam ketersediaan. Banyak juga orang yang menanam sayur-sayuran di pekarangan rumah. Bahan-bahan pembuatan Sopulut biasanya  ditanam dan tumbuh di pekarangan rumah seperti sayur gedi, sayur katu, paria, pepaya, dan berbagai sayur lainnya. Hanya kangkung yang jarang ditanam di pekarangan rumah. Kangkung biasanya diambil dari sawah atau di sekitar Danau Bulilin. Oleh sebab itu, bahan-bahan tersebut tidak perlu dibeli di pasar karena sudah tersedia di halaman rumah, ladang, dan sawah. Hanya ikan yang dibeli untuk bahan pembuatan sambal atau dabu-dabu roa. Sagu juga dulu diolah sendiri karena pohon sagu banyak yang tumbuh. Namun belakangan ini, sagu bisa dibeli di pasar.

 

Bahan-bahan sopulut dan cara pembuatannya

Secara umum, bahan-bahan untuk pembuatan sopulut adalah sebagai berikut: 

1) Daun pepaya             

2) Kangkung

3) Daun gedi

4) Labu (sambiki)

5) Tepung sagu

6) Sayur paku

7) Minyak kelapa

8) Bumbu ( batang bawang, kemangi, daun kuning)

Semua bahan-bahan berupa berbagai sayuran dicuci hingga bersih, kemudian ditiriskan sampai kering. Kalau masih banyak air maka nantinya rasa sopulut kurang enak. Untuk mengeringkan bahan-bahan tersebut, sebagian orang mencuci dan menjemurnya satu hari sebelum dimasak.

Setelah kering, bahan-bahan tersebut diiris halus. Bahan sayur dan bumbu yang sudah diiris halus dicampur dengan tepung sagu hingga merata. Bahan tersebut diaduk-aduk hingga tercampur merata. Setelah itu sesuai ukuran atau takaran dimasukkan ke dalam wajan yang dioles sedikit minyak kelapa, dipipihkan dan ditutup rapat. Mengenai takaran tergantung dengan selera. Kalau suka pahit, maka daun papaya ditambahi. Proses memasak berlangsung selama kurang lebih 15 menit (hingga matang).

Setelah masak, sopulut diletakkan diatas daun pisang atau piring. Makanan ini lebih nikmat dikonsumsi ketika masih hangat-hangat. Sopulut bisa menjadi lauk nasi tapi bisa juga dimakan tanpa nasi. Sopulut tidak bisa bertahan lama, kalau dibiarkan lama setelah masak, maka sopulut mengeras. Jadi makanan ini terasa enak kalau dimakan sewaktu masih hangat. Selain itu makanan ini enak dimakan bersama sambal ikan atau dabu-dabu roa. Orang tua dulu juga memakan sopulut biasanya dengan minuman saguer.

 

Makna dan nilai sopulut

Makna sopulut adalah sebagai pemberi tenaga dalam melaksanakan pengolahan pertanian dan perkebunan. Dan mempunyai nilai ekonomis masyarakat memanfaatkan tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitar tempat tinggal, sehingga sampai saat ini masyarakat suku tonsawang yang ada di Kabupaten Minahasa Tenggara menjadikan sebagai makanan kuliner fovorite

 

Sopulut merupakan makanan alamiah karena semua bahan-bahannya segar dan tersedia dari alam. Bahan-bahan pembuatan sopulut terdapat di Tombatu dan sekitarnya. Bahan-bahan tersebut mudah ditemukan karena lingkungan alam berperan penting dalam ketersediaan. Banyak juga orang yang menanam sayur-sayuran di pekarangan rumah. Bahan-bahan pembuatan Sopulut biasanya  ditanam dan tumbuh di pekarangan rumah seperti sayur gedi, sayur katu, paria, pepaya, dan berbagai sayur lainnya. Hanya kangkung yang jarang ditanam di pekarangan rumah. Kangkung biasanya diambil dari sawah atau di sekitar Danau Bulilin. Oleh sebab itu, bahan-bahan tersebut tidak perlu dibeli di pasar karena sudah tersedia di halaman rumah, ladang, dan sawah. Hanya ikan yang dibeli untuk bahan pembuatan sambal atau dabu-dabu roa. Sagu juga dulu diolah sendiri karena pohon sagu banyak yang tumbuh. Namun belakangan ini, sagu bisa dibeli di pasar.

Bagi Suku Tonsawang, dulu nasi merupakan makanan kedua. Penduduk Tonsawang lebih mudah dan cepat memperoleh sagu daripada beras, karena di wilayah ini banyak tumbuh pohon sagu tanpa memerlukan pemeliharaan. Pada pertengahan abad ke-19, orang Tonsawang menanam padi secara meluas untuk keperluan ekspor, meskipun sebagian besar untuk konsumsi lokal.


Disetujui Oleh WBTB Pada Tanggal 30-11--0001

Komunitas Karya Budaya

Magdalena

Tombatu III

0

Delbi

Desa Kali Oki

0

Disetujui Oleh WBTB Pada Tanggal 30-11--0001

Maestro Karya Budaya

Drs. Jan Manoppo M.Pd

Kecamatan Tombatu

0

Ibu Magdalena

Kecamatan Tombatu III

0

Disetujui Oleh WBTB Pada Tanggal 30-11--0001
   Disetujui Oleh WBTB Pada Tanggal 30-11--0001

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047