Wayang Suket Purbalingga

Tahun
2020
Nomor Registrasi
202001128
Domain
Kemahiran dan Kerajinan Tradisional
Provinsi
Jawa Tengah
Responsive image

Wayang Suket Mbah Gepuk adalah wayang suket khas Purbalingga yang dibuat dengan bahan dasar rumput kasuran dengan kreasi anyaman mengikuti pola yang diciptakan oleh Kasan Wikrama Tunut atau Mbah Gepuk selaku penemu atau pencipta wayang suket. Mbah Gepuk memiliki nama asli Kasan Wikrama Tunut. Ia lahir di Desa Wlahar, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga pada tahun 1905-2002. Kini pembuatan wayang suket diteruskan oleh Badriyanto yang merupakan satu-satunya cucu atau generasi ketiga penerus wayang suket.

Nama Wayang Suket Mbah Gepuk ini diturunkan dari tiga anasir penting yang mendasar. Pertama, nama produk budaya yaitu berupa kerajianan yang bernilai seni adiluhung berupa wayang. Kedua, jenis bahan baku yang digunakan untuk membuat wayang yaitu rumput atau suket –bahasa Jawa-. Suket yang digunakan sebagai unsur utama dalam pembuatan wayang ini adalah jenis suket yang langka yaitu suket kasuran. Kasuran adalah  jenis rumput yang hanya tumbuh pada bulan Sura atau Suro dalam sistem kalender Jawa. Nama Kasuran sering disebut atau dilafalkan ‘Kasuron’ –dalam bahasa Jawa Keraton Yogyakara-Solo. Nama ini diambil dari nama bulan pertama dalam sistem kalender tersebut. Ketiga, nama sang maestro, penemu, dan pencipta pertama wayang suket tersebut yaitu ‘Mbah Gepuk’. Sebenarnya nama asli sang penemu adalah Kasan Wikrama Tunut. Ia lebih dikenal dengan sebutan Mbah Gepuk. Nama ‘Gepuk’ sendiri diambil dari istilah atau sebutan untuk proses pemukulan (gebuk atau gepuk: bahasa Jawa) rumput sebelum dianyam menjadi wayang.

 

Wayang Suket Mbah Gepuk memiliki sejarah yang panjang. Wayang ini pertama kali dikenalkan kepada masyarakat melalui ajang Perkemahan Wira Karya Nasional (PWN) tahun 1990 di Desa Bantarbarang, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga. Saat itu, Mbah Gepuk menjajakan wayang suket hasil karyanya sebagai cindera mata yang diperdagangkan. Sejak saat itu, wayang suket sering dipamerkan di kota lain seperti Jakarta, Yogyakarta, dan Solo.

 

Mbah Gepuk memiliki nama asli Kasan Wikrama Tunut. Ia lahir di Desa Wlahar, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga pada tahun 1905. Mbah Gepuk adalah seorang petani sekaligus seorang seniman. Segala hal dipelajari oleh Mbah Gepuk secara mandiri, mulai dari mengolah kayu, sampai membuat wayang suket. Bakat berkesenian yang dimilikinya bersifat alami. Sebelum menekuni seni kerajinan wayang suket, Mbah Gepuk juga dikenal sebagai dalang ebeg atau seni kuda lumping –disebut juga kuda kepang-. Bahkan, ia juga dikenal mampu memainkan wayang golek (mendalang). Dari kemampuan mendalang itulah, ia ingin membuat wayang dengan tangannya sendiri, setelah merenung panjang di ladang.

 

Sejak itu –tahun 1990-, karya-karya Mbah Gepuk mulai dicari kolektor benda-benda seni. Ia tercatat dua kali mengikuti pameran. Pameran pertama digelar pada tahun 1995, di Yogyakarta. Kemudian pameran kedua digelar di Jakarta pada 1997 (Pradana, 2016a; Andaningrum, 2017, Untari, 2017). Dari pameran inilah, nama Mbah Gepuk sebagai pembuat wayang suket menjadi semakin populer dalam jagad wayang di Indonesia.

Keterampilan Mbah Gepuk juga dimiliki oleh Badriyanto. Ia adalah pemuda asal Desa Wlahar, Kecamatan Rembang Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Saat ini, Badriyanto merupakan satu-satunya cucu atau generasi ketiga penerus wayang suket. Ia memiliki garis kekerabatan langsung dengan Kasan Wikrama Tunut atau Mbah Gepuk, pencipta wayang suket. Saat ini, nasib keberlangsungan perkembangan Wayang Suket Mbah Gepuk berada di tangan Badriyanto.

Struktur wayang suket Mbah Gepuk dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu: (1) Bagian atas atau kepala yang dibuat sederhana. Bagian kepala dibuat dengan tiga jenis anyaman; yaitu gedheg, kelabangan dan tikaran. (2) Bagian tengah; badan, tangan sampai perut terlihat hampir sama seperti wayang kulit, yang membedakan adalah aksesoris seperti gelang dibuat sangat sederhana hanya membentuk bulatan atau seperti angka delapan. Bagaian ini juga dibuat dengan tiga pola anyaman seperti bagian kepala. (3) Bagian bawah; yaitu busanan dibuat seperti menyerupai bentuk wayang kulit, dengan variasi ornamen sehingga tampak indah. Pada bagian bawah ada 4 jenis anyaman yaitu anyaman gedheg, kelabangan, tikaran dan sarang lebah.

Nilai-nilai yang mengakar pada wayang suket adalah ketelatenan, kesabaran, dan keuletan yang dibentuk dibentuk dalam diri seseorang berdasarkan pada olah rasa dan olah jiwa. Seni pembuatan Wayang Suket Mbah Gepuk sesungguhnya merupakan warisan budaya tak benda (intangible). Seni kreatifitas inilah yang harus dijaga dan dilestarikan. Wayang suket ini secara simultan mengandung dua wujud budaya, yaitu wujud fisik atau bendawi (tangibel) berupa produk kerajinan wayang suket, dan wujud takbenda yang melekat pada wayang dan seniman pembuatnya. 


Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 02-12-2020

Komunitas Karya Budaya

Badriyanto

Desa Wlahar 002/002, Kecamatan Rembang

081391333053

grasspuppet996@gmail.com

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 02-12-2020

Maestro Karya Budaya

Ikhsanudin

Desa Bantarbarang 001/005, Kecamatan Rembang

085869706969

ikhsan.yoso@gmail.com

Badriyanto

Desa Wlahar 002/002, Kecamatan Rembang

081391333053

grasspuppet996@gmail.com

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 02-12-2020
   Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 02-12-2020

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047