Secara etimologi, Popas Lipu artinya Keliling Kampung. Sebua ritual yang dimaksudkan untuk melakukan napak tilas terhadap peristiwa terbentuknya Ibu Kota Kerajaan Bacan. Selain itu, ritual ini juga dilakukan untuk memberikan perlindungan atau mensucikan kawasan Lipu (Ibu Kota Kerajaan Bacan) di desa Amasing dari wabah penyakik, musiba, malapetaka. Mereka membacakan doa dan berkeliling kampung dengan melewati kawasan tertentu yang telah ditentukan. Dalam pelaksanaannya, kegiatan Popas Lipu (Keliling Kampung) tidak hanya melibatkan para tetua adat kesultanan Bacan tetapi juga melibatkan masyarakat adat, paguyuban, organisasi kemasyarakatan, kepemduaan, serta masyarakat umum. Meskipun demikian, paling berperan penting dalam ritual ini adalah tetua adat, Imam Masjid dan pihak masyarakat adat di kesultanan.Popas Lipu digelar di daerah Bacan Kabupaten Halmahera Selatan. Pusat pelaksanaannya yaitu di daerah Amasing dengan dan mengelilingi kampung lain disekitarnya. Kegiatan ini diawali do’a bersama di mesjid Kesultanan Bacan, lalu dilakukan dengan berkeliling kampung. Dalam kegiatan ini terdapat istilah empat pintu. Empat pintu merupakan istilah untuk menunjukan bagian Barat, Timur, Selatan dan Utara. Dalam memulai ritualnya para tokoh atau Tetua Adat akan memulai ritualnya dengan berjalan menuju arah Barat, selanjutnya menujuk ke timur, lalu ke Utara dan diakhiri di arah Selatan Ritual ini dilakukan untuk mengenang atau napak tilas terhadap peristiwa terbentuknya Ibu Kota Kesultanan Bacan dan mensucikan kampung dari wabah penyakit dan menghindarkan diri dari bencana. Tetapi dalam perkembangannya, Popas Lipu diperingati setiap tahun untuk memperingati tahun baru Islam, yang jatuh pada tanggal 1 Muharram, setiap tahun berjalan. |
terbentuknya Ibu Kota Kesultanan, mensucikan kampung dari wabah penyakit, dan memanjatkan doa untuk menghindarkan diri dari bencana, memiliki sejumlah fungsi sosial. Diantara fungsi sosial dimaksud ialah sebagai berikut: 1. Budaya rasa syukur dan selalu memanjatkan melalui doa-doa kehadirat Allah SWT, merupakan nilai sosial-religius yang terpatri dalam ritual Popas Lipu. Pembacaan doa-doa, bertwassul menunjukkan bagaimana rakyat atau masyarakat dibelajarkan konsep bersyukur secara hakiki agar dalam menghadi rintangan hidup ini selalu mengedepankan prasangka yang baik. 2. Ritual Popas Lipu memiliki nilai kearifan budaya di mana setiap pemimpin tertinggi diwajibkan selalu melihat rakyatnya secara dekat. Berkeliling kampung bermakna melakukan kunjungan dan sekaligus mengamatisecara mendalam tentang kondisi masyarakat dan memastikan apa yang dialami oleh masyarakat. 3. Pelibatan warga dalam kegiatan ritual ini adalah ruh dari bangunan dasar memperkuat tali persatuan dan kesatuan serta memelihara kerukunan dan keakraban warga. Peraduan antara keduanya (nilai religious dan sosial) adalah contoh konkret bahwa kekuatan sumberdaya persatuan hanya dapat dikokohkan dengan menyatukan semua elemen masyarakat untuk memiliki konsep hidup bersama. Hal inilah yang dijaga dan dikembangkan dalam ritual Popas Lipu. 4. Memanjatkan doa untuk agar kampung tidak tercemar wabah penyakit dan menghindarkan diri dari mara bahaya, memiliki nilai sosial tentang sikap perlindungan terhadap rakyat dari seorang pemimpin yang bijaksana. Bagaimana pun alasannya, proteksi warga dari bahaya ialah sikap teladan yang patut dicontohi agar hubungan harmonis antara warga dan pemimpinnya terjaga dan terjalin dengan baik. |
Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020
1581515800-tetap-Popas_Lipu.mp4_-_VLC_media_player_2020-02-02_10-21-03.mp4 | 621.91 MB | download |
© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya