Dendang Cobo Lala

Tahun
2020
Nomor Registrasi
202001225
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
Maluku Utara
Responsive image

                                                        DENDANG COBO LALA

Adalah salah satu jenis kesenian tradisional asal Kesultanan Bacan yang telah ada sejak bermukim di Limau Sigara Kasiruta sejak abad 13- 14 M atau tahun 1300 - 1400 

Limau Sigara Kasiruta adalah tempat asal kesultanan bacan sebelum berpindak di pulau bacan yang ketika itu masih bernama Lima Seki Botang  Ra Lipu tunu basilam sumbayang berlokasi di Bukit asombang Amasing Kota (Nama Desa di Bacan ) 

Kesenian dendang Cobo Lala merupakan jenis kesenian tradisional yang syarat dengan tradisi melayu tua serta berafiliasi dengan kebudayaan masyarakat adat kesultanan di Limau Sigara Kasiruta temo dulu , Kesenian ini sering di gelar penyelesaian pada jika ada perselisihan kekeluargaan dengan cara santun dan beradab 

Kesenian ini turut mewarnai sendi-sendi perjalanan sejarah kesultanan Bacan khususnya dalam tatanan kehidupan kesultanan Bacan turun temurun 

Alat yang biasanya di gunakan tarian ini berupa Rebana , serta diiringi dengan lantunan syair berbalas pantun 

dendang coba lala adalah tradisi rumpun melayu yang telah ada  berabad-abad lamanya seiring perjalanan sejarah  peradaban Kesultanan Bacan sejak kerajaan Bacan masih berada di limau sigarah kasiruta. Nama karya seni budaya Ba dendang Cobo Lala  Terdiri dari  4 kalimat yang berasal dari bahasa Bacan asli. Sebagaimana di uraikan berikut ini, yakni Ba adalah kalimat awalan yang menunjukan perilaku, Dendang adalah bernyanyi, Cobo artinya menyentuh Lala artinya perasaan yang halus

Jika di terjemahkan dalam etomologinya, maka dapat di simpulkan Badendang Cobo lala adalah ungkapan nyanyian yang  menyentuh lara {perasaan}.Nyanyian lagu bersyair pantun yang di lantunkan dalam seni suara badendang cobo lala adalah suatu kesenian yang sarat dengan makna  sindiran halus bersifat ironi. Hal itu untuk menyatakan isi hati berupa ungkapan penyesalan, kesalahan atau permohonan  maaf dalam rangka merajut kembali tali  silaturrahiim yang terputus di antara kedua belah pihak.

Kesenian ini  lazimnya di gelar saat terjadi  suatu perselisihan paham di antara tetangga, keluarga, karib kerabat dan handai taulan yang di pendam hingga menyebabkan putusnya tali silaturahim dalam tatanan sosial. Di mana tindakan  perilaku salah satu diantara kedua belah pihak  yang  berselisih merasa sangat dirugikan atau menyinggung perasaan salah pihak dan belum ada penyelesaian karena di pendam dan berdampak pada putusnya komunikasi interaksi social. Apakah perselisihan itu terajadi antar tetangga, atau kelompok keluarga, karib kerabat ataupun handai taulan.

’’Masyarakat adat kesultanan Bacan tempoe doloe sering menggelar  kesenian badendang cobo lara dengan memilih moment yang tepat, yakni biasanya pada saat perkawinan yang bersangkutan {berselisih paham} atau anaknya dan atau cucunya.

Acara kesenian itu di selenggarakan tiga hari menjelang ijab kabul pernikahan  di rumah mempelai lelaki dan wanita mulai awal hingga akhir pelaksanaan hajatan. Awalnya acara kesenian ini bersifat meramaikan dan menghibur para tetangga atau keluarga, karib kerabat dan handai taulan yang datang berkumpul untuk berbenah dalam persiapan menuju acara puncak pernikahan.Tetangga yang berselisih atau perselisihan paham dalam pergaulan sehari- hari dapat dirajut kembali dalam acara ini.

Adapun syair pantun berlangsug saling berbalas dan sarat dengan pantun kegembiraan, jenaka hingga kadang menimbulkan gelak tawa diselingi syair bermakana nasihat dan saling memberi masalah tentang hal-hal religius menyangkut hubungn antara manusia dengan manusia dan manusia dengan Tuhannya.

Pada saat digelar acara kesenian Badendang cobo lala di atas, keluarga kedua belah pihak masing-masing  akan berkumpul  di rumah mempelai lelaki dan wanita pada H min tiga sebelum puncak acara pernikahan. Di hari pertama menjelang acara izab Kabul pernikahan {H min 3}  maka keluarga mempelai akan bekumpul dan menggelar meja panjang di samping  halaman  rumah mempelai yang sedang melaksanakan  hajatan pernikahan. Setelah menggelar meja panjang maka mereka mulai duduk saling berhadap- hadapan sambil melantunkan dendang pantun Cobo lala di iringi beberapa rebab yang di tabuh mengikuti Irama dendang hingga terdengar syahdu  menyentuh rasa Sambil sesekali rebab di tabuh, para pelantun pun mulai saling berbalas pantun.

Pada hari pertama H min 3  biasanya di suguhkan pantun–pantun ungkapan kegembiraan karena berkumpulnya keluarga dari keturunan ibu dan bapak mempelai lelaki atau wanita dalam suatu kebersamaan yang bermakna ringan sama di jinjing berat sama dipikul. Di hari ke 2  H min 3 sair pantun akan menyuguhkan dendang kegembiraan dalam menyambut tamu karib kerabat serta  handai taulan yang datang memenuhi undangan pihak keluarga mempelai,maupun meramaikan suasana jelang hajatan penikahan. Pada hari H min 1  idjab Kabul, lantunan syair-syair dalam badendang cobo lala akan lebih semarak bersifat menghibur para undangan lelean {yang sedang bekerja mempersiapkan berbagai kesiapan puncak}.

Biasanya lantunan syair badendang cobo lara di hari H min 1 ini di selingi dengan pangtun-pangtun religius dan ada pula pantun jenaka sehingga situasi  berubah menjadi gelak tawa menyemarakkan suasana para om/bibi/jojaru/ngongare larut tenggelam dalam kesibukan persiapan puncak hajatan pernikahan.

Pada H min satu jelang Idjab Kabul ini jika ada  saat salah satu dari keluarga karib kerabat dan handai taulan dekat tidak di undang  dalam hajatan perkawinan ini karna perselisihan sebagaimana di jelaskan di atas, maka yang bersangkutan akan datang  dalam bentuk rombongan menuju rumah mempelai. Rombonga itu di pandu oleh salah satu orang yang di tuakan di iring beberapa penabuh rebab dan empat orang mengusung meja dulang berisi berbagai jenis kue di tutupi kain putih dan dikhiasi rangkaiyan bunga, mereka datang dengan duka cita berdiri di luar tenda. Para pengiring membawa rebab sedangkan yang di tuakan melantunkan syair sindiran  bernada ironi mengalun bersama ungungkapan  hati  yang  terdalam, bahwa mereka adalah keluarga, karib kerabat atau handai tolan yang terbuang, terabaikan, dan terlupakan oleh karna latar belakang hidup yang berbeda atau selisi paham.

Syair pantun pun di sambut dengan merdu oleh perwakilan tuan rumah yang di tuakan dengan ungkapan permohonan maaf karna telah memendam rasa kebencian hingga mengabaikan mereka. Perwakilan tuan rumah yang di tuakan itu membawa kain panjang keluar mengahampiri Rombngan keluarga yang terabaikan semakin mendekat sambil menangis dan  membalut  tubuh saudaranya   dengan kain panjang tersebut kemudian  merangkulnya sambil benangis tersedu-sedu  menuntun masuk kedalam tempat acara mempelai. Suasana pun berubah menjadi haru penuh isak tangis oleh keluarga serta seluruh hadirin tamu undangan yang sempat menyaksikan momen silaturrahim itu.  

Selanjutnya rombongan itu di persilahkan duduk di meja panjang dan berdendang bersama saling berbalas pantun sindiran  hingga  pantun jenaka yang lucu membuat suasana semakin ramai dengan tertawa  di iring rebab bertabuh di suguhkan kuliner serta hidangan  untuk di santap, suasana perselisihan pun mulai mencair digantikan dengan rasa penuh  suka cita dalam persaudaraan yang tulus dan ikhlas dengan  kesucian hati dari najis batin yang lama terpendam, begitulah perilaku masyarakat adat bacan yang di ajarkan oleh para pendahulunya dalam menyelasaikan masalah tanpa masalah.

 Adapun nilai – nilai yang terkandung di dalam seni kebudayaan ’’Ba Dendang Cobo Lala adalah

1. Nilai kemanusiaan.

2. Nilai persaudaraan.

3.Nilai kerukunan.

4.Nilai etika dan moral.

5.Nilai penghormatan.

6.Nilai kemuliaan.

7.Nilai tata karma.

8.Nilai sosial budaya.

9.Nilai ketulusan.

10.Nilai gotong royong.

11.Nilai kebersamaan.

12.Nilai –nilai Ketuhanan.

    Dendang cobo lala kemudian di kembangkan oleh seniman local yakni Ahmad Soleman Tumbulawang dan Muhammad muchsin Kamarullah dalam bentuk tarian penyambutan tamu kehormatan. Tarian dendang diiringi irama dan lantunan syair  cobo lala mengalun bersama ungkapan kegembiraan yang  pertama skali di gelar pada saat kunjungan presiden RI ke 1.Bapak.Ir. Soekarno bersama Istrinya Sukma Wati serta putri kecilnya Mega Wati  Soekarno putri pada tahun 57 di keraton  kesultanan  Bacan.

Personil penari dendang cobo lala terdiri dari 7 orang putri mengenakan sanggul bunga goyang kuning ke emasan,  kebaya putih dan kain songket hijau serta sapu tangan putih yang di kaitkan pada cincin di jari tengah, 5 orang pengiring penabuh rebana mengenakan jubah tangan basar  merah, dalaman putih, celana panjang putih dan mengenakan tuala putih sebagai penutup kepala kepala, sedangkan untuk pelantun syair terdiri dari empat orang wanita mengenakan kain kebaya dan konde mawar biasa.

 

Sejak saat itu, tarian Dendang  cobo lala mulai  di populerkan di kalangan masyarakat adat Bacan  sehingga di kenal sebagai tari pergaulan dan sering di gelar sebagai tarian penyambutan tamu –tamu kehormatan kesultanan maupun tamu pemerintah daerah Kabupaten Halmahera Selatan. lantunan dendang yang syarat dengan  syair – syair pantun ironi kegembiraan menyentuh lara mengiring jojaru   menari dengan lemah gemulai  sambil tersenyum manis menyambut tamu sebagai simbol keramah tamahan wujudkan perangai masyarakat adat Bacan dalam mentasbihkan tamu sebagai keluargaa


Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020

Komunitas Karya Budaya

Lembaga Pengkajian Budaya Saruma NUsantara Halmahera Selatan

Amasing kota

081340527889

Isnain77@gmail.com

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020

Maestro Karya Budaya

Jufri Binsan ( 47 Tahun )

Amasing kota

081340527889

Isnain77@gmail.com

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020
   Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047