Reog Wayang

Tahun
2020
Nomor Registrasi
202001171
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
DI Yogyakarta
Responsive image
SEJARAH Reog wayang, istilah reog memang sangat dekat dengn istilahseni pertunjukan yang berasal dari Ponorogo. Namun sejatinya istilah reog merupakan pertunjukan rakyat Jawa termasuk dalam warisan atau peninggalan leluhur, merupakan hasil kreativitas budaya masyarakat yang dulunya sebagai tarian upacara pada zaman pra sejarah untuk memanggil roh binatang totem kuda guna melindungi masyarakat tetpi kemudian berkembang sebagai seni pertunjukkan yang menggambarkan perang dengan menggunakan pedang dan kuda kepang (Surya, Djoko, ed.al.1983, Gaya Hidup Masyarakat Jawa di Pedesaan :Pola Kehidupan Sosial Etika dan Budaya, Jakarta, Departemen Peendidikan dan Kebudayaan, p 53-60). Menurut sejarahnya, Ada lima versi cerita popular yang berkembang di masyarakat tentang asal usul Reog. Namun yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki ageng Kutu, seorang abdi Kerajaan pada masa Bhre Kertabhumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa di abad ke-15. Ki ageng Kutu murka terhadap pemerintahan Bhre Kertabhumi yang korup dan pengaruh kuat istri raja yang berasal dari Tiongkok. Ia melihat kekausaan Majapahit akan berakhir. Ki Ageng Kutu lalu meninggalkan Kerajaan dan mendirikan perguruan yang mengajarkan seni bela diri kepada anak-anak muda, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan anak-anak muda ini akan menjadi bibit kebangkitan kerajaan Majapahit. Sadar pasukannya terlalu kecil melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki Ageng kutu disampaikan melalui pertunjukan seni Reog, yang merupakan “sindiran” kepada Raja Kertabhumi. Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat local menggunakan kepopuleran Reog. Menurut Soedarsono dalam bukunya Mengenal Tari-tarian rakyat di Daerah Istimewa Yogyakarta, reog wayang merupakan bentuk pertunjukan dengan menggunakankuda. Reog dalam istilah Jawa dan Karawitan merupakan kesenian sejenis jathilan, tetapi biasanya tidak menggunakan kuda kepang. Reog menggambarkan prajurit-prajurit yang sedang berlatih perang atau bertema peperangan. Kesenian Rakyat ini biasanya membawakan suatu tema cerita yang bersumber dari cerita Panji, Ramayanana dan Mahabarata. Reog Wayang juga dapat dikatakan sejenis perkembangan dari Wayang Wong Gaya Yogyakarta. Reog wayang mulai hadir di Daerah Istimewa Yogyakarta sejak tahun 1930-an, kemudian dalam sumber tulisan di Kulonprogo disebutkan muncul reog di daerah Galur pada tahun 1950-an dan kemudian mulai bermunculan reog wayang di Bantul tahun 1965 disusul dengan lahirnya banyak kelompok-kelompok reog wayang yang tumbuh di Bantul. STRUKTUR TARI - Adegan pertama adalah maju enjer diawali dari 16 pasang penari berada bagian tepi kanan area pementasan, dengan bentuk pola lantai dua garis lurus sejajar. Penthul di sisi kiri depan memimpin suatu kelompok penari yang terdiri dari 15 penari dengan karakter peran antagonis dan bejer di sisi kanan depan memimpin kelompok yang terdiri dari 15 penari dengan karakter peran protagonis. Penari-penari yang berada di belakang. Penthul antara lain urutan pertama peran Pembatak, Penurung, Ombyong, Janaka, Bambangan, Sentyaki, Gatotkaca, Antareja, Bala Wanara dan urutan yang teraakhir adalah hanoman. Pasukan yang dipimpin oleh Bejer diawali dengan urutan pertama Pembatak, Penurung, Ombyong, Janaka, Cakil, Buriswara, Seteja, Baladewa, Buto-Buto dan diakhiri dengan Kumbokarno. Pertunjukan Reog Wayang dimulai seiring dengan iriangan gamelan yang ditabuh berpola irama lamba, bersamaan para penari melakukan gerak sabetan yang akan dilanjutkan dengan jogedan I kemudian diulangi gerak sabetan kemudian diakhiri gerak tancep dengan gamelan berhenti atau sawak sebagai tanda berakhirnya gerak jogedan I . Selanjutnya semua penari jengkeng dimana pada saat jengkeng. Penthul dan Bejer melantunkan tembang Jawa berupa dhandanggula pasowanan - Adegan kedua adalah enjer, dimulai dengan iringan irama lamba kembali dibunyikan untuk melakukan gerak jogedan di temoat melaainkan dilakukan dengan cara berpindah tempat maju sehingga diharapkan semua penari berada di dalam area pementasan tersebut. Dilanjutan dengan gerak lumaksana yang dipimpin oleh Penthul dn Bejer menggunakan pola lantai garis lengkung antara lain garis lengkung ke dalam dengan bentuk tetap garis sejajar membentuk arah hadap sisi samping kanan penonton dilanjutkan dengan jogedan III . Untuk transisi perpindahan menuju jogedan IV menggunakan jalan lumaksana membentuk pola lantai garis lengkung menuju ke samping kiri penonton dengan membentuk posisi saling membelakangi, pada saat sendi sabetan posisi para penari tokoh wayang membentuk satu garis lurus berhadapan dengan melakukan jogedan IV, sedangkan untuk tokoh buto-buto bala wanara masing membentuk garis lurus sejajar - Selanjutnya dengan transisi sabetan I membentuk arah hadap saling membelakangi dan melakukan jogedan V. Dilanjutkan dengan lumaksono membentuk garis lengkung menuju arah hadap samping kanan penonton dengan posisi tetap sejajar dua kelompok yang saling berhadap-hadapan melakukan gerak jogedan IV. Irama dalam jogedan IV ini berbeda dengan jogedan-jogedan sebelumnya yaitu Irma ngracik karena di dalam gerak jogedan IV terdapat perbedaan antara lain setelah sabetan terakhir dilanjutan dengan ulap-ulap, sabetan, jeblosan gapruk kembali ke tempat sebelumnya untuk melakukan gerak ulap-ulap, tancep, sabetan dan jogedan VII menghadap ke samping kanan penonton. - Sebelum melakukan jogedan VIII para penari menggunakn transisi lumaksana dengan membentuk lingkaran besar selanjutnya setelah jogedan VIII, masing-masing kelompok yang dipimpin Penthul dan Bejer berjalan lumaksana dengan membentuk pola lantai garis lengkung membentuk angka delapan sebanyak dua kali mengitari area pementasan. Nantinya akan membentuk dua kelompok yang dipimpin oleh Penthul sisi bagian kanan dan Bejer sisi bagian kiri dengan arah hadap berhadap=hadapan dengan posisi berbaris sejajar tiga ke belakang sesaat sebelum mengadakan peperangan. - Di dalam adegan ke dua ini selain enjeran terdapat juga peperangan yang mana irama iringan gamelan yang semula hanya irama ngracik dipercepat menjadi irama mipil khusus untuk peperangan. Pada saat peperangan instrument yang berfungsi sebagai pamurba irama adalah instrument kendhang oleh karena itu perpindahan dari irama ngracik ke irama mipil ditentukan oleh kendhang dengan struktur gending dari ladrang ke munggah ladrang. - Perangan di sini antara kedua kelompok yang saling bermusuhan tersebut, yang diawali oleh Pembatak dan Pembatak dilanjutkan perang antara Janaka dan Janaka (biasa disebut dengan Janaka kembar), Gatotkaca dan Seteja, Bambang Irawan dan Cakil, Sentyaki dan Buriswara, buto dengan kera sampai semua tokoh berperangan satu lawan satu dengan masing-masing pasangannya yang diakhiri perang antara Kumbokarno dan Hanoman. Pada saat adegan peperangan antara dua tokoh tersebut para penari lainnya berhenti menari dan berfungsi sebagai pengiring saja. Di dalam peperangan ini tak ada yang menang dan tidak ada yang kalah - Adegan ke tiga yaitu mundur enjer diakhiri dengan gerak lumaksana meninggalkan area pertunjukan dengan urut-urutan yang sama pada awal ketika masuk area pertunjukan, membentuk dua kelompok dengan posisi dua garis lurus sejajar. Sedangkan irama gamelannya menggunakan irama lamba dengan struktur gendhing ladrang. Pada dasarnya ragam yang digunakan dalam jogedan tersebut tidak selalu sama dikarenakan perbedaan karakter yang dimiliki masing-masing tokoh dalam kesenian reog wayang yang dimainkan. RAGAM TARI Rragam tari yang digunakan antara lain ragam impur, kalang kinantang, kambeng, dan bapang. Di dalam penyajian tersebut terdapat beberapa macam jogedan, jogedan I-VIII, dalam pengertian jogedan adalah sama bentuknya yang terdiri dari sabetan, ragam gerk, sabetan dan tancep yang dilakukan berulang-ulang dengan pengembangan variasi pola lantai misalnya saling berhadapan, saling membelakangi dan sebagainya. Teknik ragam tari dalam Reog wayang disesuaikan dengan peran yang dimainkan, diantaranya : a. Peran Penthul dan Bejer Gerak tari ini menggambarkan keceriaan dan kelucuan karena menggambarkan figure tegar, tegas, ceria tapi pada dasarnya lucu. Motif geraknya gecul, miwir sampur misalnya gerakan kedua tangan melilit sampur di antara jari telunjuk, jari tengah dan jari manis dalam sikap ngithing sedangkan posisi kaki berjalan sekehendak hati penari Penthul dan Bejer. b. Peran Pembatak Peran ini menggambarkan ketangkasan seorang senopati. Tarian ini dibawakan oleh dua orang penari, dimana penari tersebut berpasangan yang berhubungan dengan suatu gerakan misalnya ketangkasan memainkan pedang. Motif gerakannya sabetan, ragam bapang dengan menggunakan property pedang c. Peran Penurung Peran ini menggambarkan pengawal dari senopati perang atau dalam kesenian ini disebut dengan pembatak yang dibawakan 2 penari putri yang berada di belakang penari Pembatak dengan menggunakan property bendera. Adapun motif gerak yang biasa digunakan motif sabetan, ragam kambeng yang telah dikembangkan dengan menggunakan property bendera, tayungan, geraknya hampir sama dengan pembatak d. Peran Ombyong Peran ini menggambarkan prajurit-prajurit yang setia mengawal senopati dalam peperangan, penari Ombyong ditarikan oleh dua orang penari putra dengan menggunakan property bendera. Motif gerak yang digunakan sama dengan penari penurung e. Peran Janaka Peran ini dibawakan oleh dua orang penari putra biasa disebut dengan Janaka Kembar. Motif geraknya kalang kinantang, peran ini memiliki karakter puta alus f. Peran Bambang Irawan Peran ini memiliki karakter putra alus yang dibawakan oleh satu orang penari putra dengan motif gerak yang digunakan adalah impur g. Peran Cakil Peran ini termasuk dalam karakter raksasa, yang dibawakan oleh satu orang penari putra dengan motif gerak yang digunakan bapang dhengklik keplok asta h. Peran Sentyaki Karakter peran ini adalah putra gagah, peran ini dibawakan oleh satu orang penari putra dengan motif gerak kalang kinantang gagah i. Peran Buriswara Karakter peran ini termasuk karakter raksasa dengan motif gerak bapang j. Peran Gatotkaca Memiliki karakter putra gagah dengan motif gerak kambeng k. Peran Seteja Memiliki karakter putra gagah dan motif gerak kalang kinantang gagah l. Peran Antareja Memiliki karakter putra gagah dan motif gerak kambeng m. Peran Baladewa Memiliki karakter putra gagah dan motif gerak kalang kinantang gagah n. Peran Bala Wanara Memiliki karakter putra gagah kera, dimainkan 6 orang putra salah satunya berusia tujuh tahun dan motif gerak kinanthang dhengklik o. Peran Buto-buto Memiliki karakter raksasa dan motif gerak bapang kentrog p. Peran Hanuman Memiliki karakter putra gagah kera, dimainkan 1 orang putra dan motif gerak kambeng dhengklik q. Peran Kumbokarno Memiliki karakter raksasa, dimainkan 1 orang putra dan motif gerak bapangsekar suhun dhengklik JUMLAH PEMAIN Reog wayang merupakan kesenian rakyat yang berjumlah sekitar 40 orang penari terdiri dari 30 orang penari dan dua orang penari perempuan. Jumlah ini juga bisa dikurangi menjadi 32 orang dengan 24 orang penari pokok. Pemain pendukung bisa berusia 17-30 tahun da nada juga yang berusia 7 tahun dan sekitar umur 40 tahun untuk para penabuh gamelan yang rata-rata berjulah 8 orang IRINGAN TARI Iringan terbagi dalam iringan internal yaitu iringan yang dihasilkan dari penari itu sendiri seperti nyanyian tembang Dhandhang gula pasowanan iringan eksternal berbentuk ladrang, munggah bendhe dan kembali ladrang. Instrument gamelan yang digunakan dalam reog wayang ada 3 bendhe, 2 dhodhog, 1 krecek, 1 kendhang batangan yang dibunyikan pada saat pertunjukan berlangsung. Bendhe terdiri dari beberapa bagian yaitu bendhe penitir, penengah, penurung, sedangkan pengertian dhodhog adalah sejenis kendhang tetapi yang tertutup kulit hanya satu sisi saja. Irama terbagi dalam irama lamba, irama ngracik dan irama mipil. Irama lamba dalam pertunjukan ini yaitu dua ketukan satu pukulan bendhe, irama ngracik satu ketukan satu pukulan instrument bendhe, sedangkan irama mipil satu ketukan dua pukulan bendhe. Instrumen bendhe yang digunakan dalam reog wayang music pentatonic laras slrendro. TEMPAT DAN WAKTU PENTAS Tempat pentas biasa diselenggaraan di lapangan, jalan dan halaman rumah. Secara umum membutuhkan area pentas dengan panjang 15-18 meter dan lebar pentas 3-5 meter. Waktu pementasan sekitar 45 menit dan waktu pementasan dipilih pada siang hari. PROPERTI TARI Properti tari disesuaikan dengan karakter pemain namun property yang biasa dibutuhkan adalah keris, pedang, dan bendera. SESAJI Sesaji yang dibutuhkan sebelum pementasan reog wayang disesuaikan dengan kemampuan namun biasanya terdapat seperti nasi tumpeng lomnok abang, pisang raja setangkep, sego golong, gudhangan, jenang abang, jenang putih, baro-baro, bulus angrem, jajan pasar, kembang setaman yang terdiri dari bunga mawar, bunga melati, kenanga, dan kanthil, minuman yang terdiri dari dua gelas the, dua gelas kopi, segelas air putih, segelas air godhong dhadap serep dan segelas air bunga, godhong dhadap serep kinang terdiri dari daun sirih,, injet, gambir, tembakau, rokok, kemenyan, topeng Penthul dan Bejer, Senthir, dan pecut. TATA RIAS DAN BUSANA Rias dan busana reog wayang merupakan gabungan antara gaya Surakarta dan Gaya Yogyakarta misalnya pada rias wajah tokoh Janaka yang pada keningnya diberi cihna dan garis-garis ornament pada rias wajah terutama pada godheg. Namun secara umum, tata rias disesuaikan dan difungsikan sebagai bagian dari mempertajam tokoh yang dimainkan entah itu gagah alus, gagah perkasa, raksasa dan sebagainya. Busana dalam reog wayang ini dibedakan menjadi dua yaitu jenis kulit-kulitan dan jenis sembet yaitu busana yang terbuat dari kain. Irah-irahan yang digunakan bermacam-macam sesuai dengan karakter peran, peran ksatria alus atau berkarakter luruh dan banyak menggunakan irah-irahan gelung, misalnya digunakan oleh tokoh Bambangan, Janaka, Gatotkaca, Antareja. Irah-irahan tropong digunakan untuk peran raja baik berkarakter putra alus maupun putra gagah antara lain peran prabu Baladea, Prabu Seteja, Kumbokarno. Peran pembatak menggunakan irah-irahan songkok. Busana detail lainnya : a. Busana Penthul terdiri dari celana panji hitam polos, baju lengan panjang warna putih, rompi hitam, kain bermotif kawung, lonthong¸kamus timang, bara, sampur, gendhaala giri berwarna hijau yang dikalungkan pada leher dan terjuntai ke bawah, blangkon, topeng berwarnaa putih b. Busana bejer kain bermotif berwarna coklat, beskap hitam, lonthong, kamus timang, iket kepala udharan, sampur cindhe, pemakaiannya sama seperti Penthul dan topeng hitam. c. Busana Pembatak : celana panji hitam polos, kain, lonthong cindhe, kamus timang, bara Samir, sampur cindhe, baju putih lengan panjang, rompi bludru hitam, irah-iraahan songkok, oren rambut, sumping, deker, binggel dan property pedang. d. Busana Ombyong : celana panji hitam polos, kain, lonthong polos, kamus timang, bara Samir, sampur, baju putih lengan panjang, rompi bludru hitam, irah-irahan bledegan, sumping, dekker, binggul POLA LANTAI Secara umum terdapat dua bentuk pola lantai yaitu garis lurus dan garis lengkung. Secara detail terdapat dalam gambar. Nilai, Makna, Fungsi Makna filosofis kesenian reog wayang dapat dilihat dari berbagai aspek, yakni makna sebagai hiburan, tuntunan, sebagai identitas sosial, makna persatuan, religi, pelapisan sosial, makna kebudayaan (mewarisi budaya leluhur). Nilai dan makna bagi pelaku antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan, makna hiburan, makna persatuan, makna penyaluran bakat, status sosial, makna hubungan sosial, dan pelestarian budaya. Reog Wayang berkembang di Bantul dengan fungsi kultural yang hidup dalam kehidupan sehari-hari mereka seperti acara dusun dan berbagai acara hajatan dan pergelaran kesenian lainnya.

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020

Komunitas Karya Budaya

Reog Tri Manunggal

Prokerten, Srandakan, Bantul

0

-

Reog Wayang Kumbokarno

Lendah, Kulonprogo

0

-

Paguyuban Ringin Budoyo

Galur, Kulonprogo

0

-

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020

Maestro Karya Budaya

R. Harmoyo

Galur, Kulonprogo

0

-

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020
   Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047