Kololi Kie Moto Ngolo

Tahun
2020
Nomor Registrasi
202001235
Domain
Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan
Provinsi
Maluku Utara
Responsive image

Ritual Kololi Kie (mengelilingi gunung) merupakan salah satu ritual yang selalu digelar oleh masyarakat Kota Ternate pada upacara peringatan Ulang Tahun Sultan Ternate, Mudafar Sjah (Sultan ke 48). Secara etimologi, kata “Kololi Kie” berasal dari bahasa asli Ternate yakni gabungan dari dua kata, yaitu ; kata “” yang berarti keliling atau mengintari dan kata “kie” yang berarti gunung, pulau, darat atau juga berarti daratan. Upacara ritual ini dilakukan oleh masyarakat adat di Kesultanan sebagai upaya melestarikan salah satu ritual tertua yang sudah ada sejak sejak ratusan tahun lalu.

Khusus upacara kololi kie mote ngolol (keliling/mengitari pulau melalui jalur laut), diawali tepat di perairan depan keraton kesultanan Ternate, yakni dari ujung jembatan kesultanan (pelabuhan kerajaan jaman dahulu) yang dikenal dengan nama jembatan “Dodoku Ali” atau “Dodoku Mari”. Walaupun kadang-kadang para peserta menaiki perahu dari pelabuhan laut Kelurahan Dufa-Dufa di bagian utara Kota Ternate, namun demikian, tetap menuju ke posisi awal ketika hendak memulai pelaksanaan ritual.

Sebagaimana biasanya, sebelum rombongan Sultan dan para pembesar kerajaan menaiki perahu masing-masing, Imam Agung Kesultanan di Masjid Sultan Ternate yang bergelar “Jou Qalem” atau “Kadhi” (para tetua adat) akan membacakan doa keselamatan di jembatan ini. Usai berdoa, sultan diikuti para pembesar kerajaan serta para pemimpin soa (kampung) yang bergelar “Fanyira” akan menaiki perahu masing-masing.

Perahu yang ditumpangi Sultan, Permaisuri dan para pembesar kerajaan biasanya dihiasi lebih megah dan memiliki ukuran yang lebih besar dan selama perjalanan senantiasab selalu berada paling depan dari semua rombongan yang turut serta. Perahu besar ini dijuluki dengan sebutan “oti Juanga” yang dihiasi ukiran kepala naga di bagian haluan dan ekor naga di buritan. Selain itu dihiasi pula dengan umbul-umbul dan bendera kebesaraan kesultanan.

Sementara perahu-perahu berukuran lebih kecil lainnya yang disebut “oti kora-kora ici” dinaiki oleh para kepala soa (Fanyira) yang selalu berdiri di haluan depan dan masyarakat umum lainnya sebagai penumpangnya. Dalam beberapa tahun terakhir ini diikutsertakan juga perahu modern seperti Speedboat viber untuk meramaikan kegiatan ini.

Kegiatan ritual adat ini diawali dengan mengitari pusaran kecil di perairan depan keraton kesultanan Ternate, dan biasanya seluruh rombongan armada mengitari perahu yang ditumpangi sang Sultan, Permaisurinya dan para pembesar kesultanan lalu disertai pembacaan beberapa doa khusus, masing-masing :

1.      Khusus pada putaran pertama dibacakan doa “Asmih”, lalu

2.      Pada putaran yang ke-2 dibacakan doa “Taiyyibi”, sedangkan

3.      Pada putaran ke-3 dibacakan doa “Abdul Qadir Djaelani”.

Pada kegiatan ritual adat kololi kie kategori hajatan kesultanan yang dilakukan secara besar-besaran (seperti yang terlihat dalam gambar-gambar ini), pembacaan doa-doa ini biasanya dilakukan oleh salah satu dari lima orang imam besar mesjid kesultanan. Pembacaan doa dilakukan di depan tempat duduk sang Sultan (Jou Kolano) dan Permaisuri (Jou ma Boki) yang sudah disiapkan di atas geladak salah satu perahu / kapal motor yang mereka tumpangi saat itu. Tempat duduk Sultan dan Permaisuri selalu dibungkusi dengan kain warna putih.

Untuk meramaikan suasana upacara ritual ini, sejak dahulu tiap perahu dilengkapi dengan berbagai alat musik, seperti tifa, gong, dan fiol (sejenis alat musik gesek) yang terus-menerus dikumandangkan untuk mengiringi sepanjang perjalanan rombongan armada Kololi Kie ini hingga selesai atau istirahat di Ake Rica.

Dalam perjalanan mengililingi pulau ini, rombongan perahu akan berhenti di beberapa tempat untuk melakukan tabur bunga dan memanjatkan doa. Tempat persinggahan yang agak lama dan biasanya peserta rombongan turun ke darat adalah di Ake Rica ini. Ritual adat ini merupakan bentuk penghormatan terhadap para leluhur kesultanan yaitu; Syai’idinaa Maulana Syekh DjaffarShaddiq sang pembawa agama Islam ke pulau ini.

Perlu disampaikan bahwa dalam ritual adat kololi kie di pulau Ternate ini, semua peserta yang ikut dalam pelaksanaan ritual ini akan melewati 4 (empat) sudut utama dari lingkaran pulau Ternate. Istilah untuk keempat sudut ini adalah “Libuku Raha” (libuku=sudut, raha=empat). Dalam ritual ini terdapat terdapat 13 (tiga belas) titik keramat yang wajib diziarahi sepanjang route mengelilingi pulau hingga kembali ke posisi semula.

Setelah tiga kali mengitari pusaran kecil di perairan depan keraton kesultanan, armada kololi kie ini memulai perjalanan ke arah utara yang berlawanan dengan arah jarum jam. Perjalanan sekitar 15 menit atau sekitar 6 km dari depan keraton kesultanan Ternate, rombungan armada kololi kie ini akan melewati “Jere Kubu Lamo” yakni makam keramat salah seorang sufi Ternate yang dahulu pada zamannya dikenal dengan sebutan “Joguru Lamo” (Joguru=Tuan Guru, Lamo=Besar) yang namanya asli tokoh ini sangat dirahasiakan oleh nara sumber yang penulis wawancarai. Pembacaan doa di pos pertama ini dilakukan sambil berlalu tanpa berhenti.

Sepanjang perjalanan mengelilingi pulau, selain pada pos-pos keramat dibacakan doa-doa khusus yang sudah disebutkan di atas (=Asmih, Taiyyibi, Abdul Qadir Djaelani, Tolak Bala), juga dibacakan doa “Alhamdu Tarekat”, doa “Sawwabah”, doa ”Tahlil”, serta “Doa Salamat” dan “Doa Kie”.Apabila ditelisik secara mendalam, fungsi sosial dari upacara ritual Kololi Kie ini dapat diuraikan sebagai berikut:

Pertama, upacara ritual ini mampu memupuk tali kebersamaan masyarakat antara masyarakat adat di Kesultanan Ternate dan masyarakat secara umum di Kota Ternate. Mereka tidak menyaksikan bagaimana ritual ini digelar, tetapi lebih dari itu, masyarakat juga bergotong royong menyiapkan semua kebutuhan upacara ritual Kololi Kie sebagai bagian dari upaya melestarikan budaya Kesultanan Ternate.

Kedua, ritual ini juga merupakan salah satu metode melestarikan alam, terutama laut. Pesan yang terpatri dalam ritual ini adalah merawat laut agar tidak tercemari oleh lingkungan sehingga menjadi sumber kehidupan. Apalagi daerah Kota Ternate di Provinsi Maluku Utara merupakan daerah yang masuk dalam zona Provinsi Kepulauan.

Ketiga, sebagai simbol menjaga pertahanan bangsa. Mengelilingi pulau dapat disimbolkan sebagai upaya memberikan pengamanan terhadap batas teritorial dan memperkuat simpul-simpul kekuatan bangsa, untuk mencegah berbagai ancaman dari luar. Oleh karena itu, menghidupkan Ritual Kololi Kie sama maknanya dengan membelajarkan masyarakat untuk mempertahankan budaya dan menjaga keutuhan bangsa dari gempuran dan tantangan budaya global.  

Keempat, pada ritual tersebut, beberapa kampung dijadikan sebagai tempat persinggahan untuk berziara di makam-makam. Konsep ini merupakan bagian dari “blusukan” untuk melihat kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sekaligus memperkuat bangunan jejaring antara pemimpin dengan rakyat.

 

Kegiatan ritual ini memiliki dampak ekonomi bagi masyarakat kecil di Kota Ternate terutama para pedagang pakaian dan makanan yang begitu antusias dalam meramaikan upacara ritual Kololi Kie. 


Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020

Komunitas Karya Budaya

Fanyira Kie se Gam Kesultanan Ternate

Kraton Kesultanan ternate

082189344046

info@disdik.ternatekota.go.id

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020

Maestro Karya Budaya

Fanyira Kie se Gam Kesultanan Ternate

Kraton Kesultanan ternate

082189344046

info@disdik.ternatekota.go.id

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020
   Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047