PERKAWINAN ADAT MELAYU LINGGA

Tahun
2020
Nomor Registrasi
202001120
Domain
Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan
Provinsi
Kepulauan Riau
Responsive image
PERKAWINAN ADAT MELAYU LINGGA Lingga merupakan bagian dari wilayah alam Melayu yang bersejarah dan berbudaya. Lingga pernah menjadi pusat Kerajaan Johor, Pahang, Riau dan Lingga hingga ke Lingga-Riau. Sebelum raja-raja keturunan Johor memimpin, wilayah Lingga berada di bawah pemerintahan Maharaja Lingga yang kemudian berada di bawah naungan Kerajaan Melaka. Setelah berakhirnya kekuasaan Maharaja Lingga yang bersamaan dengan berdirinya Kerajaan Johor, wilayah Lingga di kuasai oleh penguasa dari Jambi yang bergelar Megat. Megat Raden Kuning anak dari Megat Mata Merah telah berhijrah dari Jambi ke Lingga dan menetap di Daik. Daerah Lingga yang seterusnya di bawah pemerintahan keturunan Megat Kuning berada di bawah taklukan Kerajaan Johor. Keturunan Megat Raden Kuning yang berada di Lingga bergelar Orang Kaya Lingga. Pada tahun 1618 hingga 1623, Lingga pernah menjadi pusat Kerajaan Johor di bawah pemerintahan Sultan Abdullah Mu ayat Syah. Akibat serangan Kerajaan Aceh yang masa itu di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Mahkota Alam ke Lingga, Sultan Abdullah Mu ayat Syah terpaksa menyingkir ke pulau Tambelan dan mangkat di sana pada tahun 1623. Pada tahun 1787 akibat perlawanan terhadap VOC, Mahmud Riayat Syah Sultan Johor, Pahang, Riau dan Lingga memindahkan pusat kerajaan dari Riau ke Lingga. Sejak itu Lingga menjadi pusat Kerajaan Johor, Pahang, Riau dan Lingga. Pada tahun 1830, Sultan Abdul Rahman Syah (1812-1832) terpaksa melepaskan wilayah Johor, dan Pahang serta wilayah taklukannya di semenanjung tanah Melayu akibat perjanjian London tahun 1824. Dengan dilepaskannya wilayah Johor dan Pahang berdirilah Kerajaan Lingga-Riau. Tahun 1900, Lingga berakhir sebagai pusat Kerajaan Lingga-Riau, karena Sultan Abdul Rahman Mu azzam Syah memindahkan pusat Kerajaan ke pulau Penyengat di Riau. Sebagai daerah yang bersejarah tentunya Lingga pernah menjadi bagian dari pusat tamadun Melayu. Lingga pernah menjadi bagian dari pusat pengembangan adat istiadat dan agama Islam di wilayah Kerajaan Johor, Pahang, Riau dan Lingga. Sebagai daerah bersejarah, Lingga bukan saja meninggalkan berbagai warisan cagar budaya, tetapi juga warisan budaya tak benda, yang sebagian sampai kini masih tetap lestari di tengah-tengah kehidupan masyarakat Lingga. Perkawinan Adat Melayu Lingga merupakan bagian dari warisan budaya tak benda Kabupaten Lingga yang sampai kini masih terus lestari di tengah-tengah masyarakat. Dalam perkawinan adat Melayu Lingga terdapat beberapa tahapan adat istiadat yang menjadi bagian penting dan tidak terpisahkan. Diantara tahapan adat istiadat tersebut antara lain sebagai berikut: 1. BETANGAS Pada masa Kesultanan Lingga-Riau sebelum melaksanakan akad nikah dan bersanding, pengantin perempuan di Lingga mengadakan betangas untuk membersihkan diri, mengharumkan seluruh tubuh dan menyegarkan badan. Betangas seperti mandi uap dengan menggunakan air suam kuku yang berisi bunga-bungaan dan bumbu wangi-wangian lainnya Betangas ini tidak hanya digunakan pada acara perkawinan tetapi digunakan juga pada pengobatan dan perawatan tubuh. Setelah betangas tubuh pengantin akan bersih, segar dan berbau harum. Betangas merupakan bagian ilmu pengetahuan tradisional Melayu yang telah lama ada sejak zaman berzaman. Peralatan dan bahan-bahan yang digunakan untuk betangas sebagai berikut: 1. Satu buah bangku untuk calon pengantin perempuan duduk 2. Tepak bara lengkap 3. Bunga-bungaan, setanggi, serai wangi, kayu cendana, gaharu, dan barang-barang wangi yang dianggap perlu 4. Kain Sarung 5. Handuk 6. Air panas atau air suam kuku 7. Tikar pandan dan pengalas Cara bertangas pengantin perempuan didudukkan diatas bangku dengan ditutup kain sarung sebatas leher. Dibawah bangku duduk diletakkan tepak bara yang berasap dan berbagai ramuan. Lama waktu bertangas sesuai dengan kebutuhan dan dilaksanakan setelah shalat subuh hingga sebelum shalat zuhur Makna : Membersihkan diri, membuat sial majal dan mengharapkan keridhaan Allah SWT Betangas ini tidak hanya digunakan pada acara perkawinan tetapi digunakan juga pada pengobatan dan perawatan tubuh 2. BERANDAM Dalam adat istiadat pernikahan orang Melayu Lingga, dikenal adat berandam pengantin. Menurut Ishak dkk (2009:33), Berandam hakekatnya adalah membersihkan lahiriah untuk menuju kebersihan batiniah Adat istiadat berandam berhubungan dengan kebersihan tubuh dan menambahkan kemolekan pengantin. Dalam agama Islam, kebersihan bagian daripada iman. Menurut Ishak dkk (2009:34) ungkapan adat dalam dalam berandam disebutkan: Adat berandam disebut orang Membuang segala yang kotor Membuang segala yang buruk Membuang segala yang sial Membuang segala pemali Membuang segala pembenci Berandam pengantin telah menjadi tradisi sejak lama di Lingga dan di zaman Kerajaan Lingga-Riau adat istiadat berandam pengantin telah menjadi budaya orang Melayu. Dalam Kitab Pengetahuan Bahasa, Raja Ali Haji memberikan makna dari kata Andam yakni: Yaitu pada rambut kepala orang yang hendak berpengantin yakni digunting atau dicukur disama-samakan tepinya. Dan mustak daripadanya mengandam orang yang mengandam. Diandam, yaitu pengantin yang kena andam, hal keadaannya berandam itu. Terandam, sudahlah terandam pengantin, apalagi, bolehlah diberi memakai akan naik pelamin berhinai besar adanya. Andamlah, lekas, yaitu perkataan orang yang menyuruh mengandam sebab dikerah oleh yang menyuruh tadi maka jadi lekas terandam, adanya. (Hamzah Yunus, 1986/1987:126) Di masa yang lalu, berandam di Lingga menjadi bagian dari budaya bangsawan di istana Kerajaan Lingga-Riau. Dalam satu artikel yang ditulis Aswandi Syahri, dikisahkan adanya adat istiadat berandam dalam pernikahan puteri Sultan Lingga-Riau, Abdurrahman Muazzam Syah (1883-1911) yang diadakan di Daik (https://jantungmelayu.com/2018/03/ istiadat-kahwin-putri-sultan-lingga-riau-di-daik-1899/). Dalam artikel ini Aswandi mengisahkan tentang adanya adat istiadat berandam berdasarkan manuskrip milik masyarakat Lingga yang ditulis tanpa tarikh yang ditujukan kepada Datuk Encik Muhammad Yusuf Laksamana. Menurut Aswandi, dalam manuskrip ini disebutkan rangkaian tertib istiadat pernikahan yang diawali dengan dengan istiadat berandam yang disebut berandam suri mempelai. Adat istiadat berandam berlansung pada pada hari Sabtu dan Ahad tanggal 19-20 Zulhijah 1316 H bersamaan dengan 30 April hingga 1 Meri 1899. Dalam tradisi budaya Melayu Lingga, pengantin berandam yang dilakukan oleh tukang andam. Tukang andam bukan saja dari kaum wanita yang disebut Mak andam, tetapi terdapat juga kaum laki-laki yang disebut Pak andam. Pak andam sebagai wakil Mak andam yang bertugas sebagai tukang andam pengantin pria. Biasanya di Lingga, yang menjadi Mak Andam dan Pak Andam bukan sembarang orang, tetapi mereka yang telah dewasa, tahu adat istiadat berandam dan diutamakan dari golongan orang tua-tua. Disamping itu juga, tukang andam perlu tahu hal-hal ghaib yang berhubungan ilmu mempercantik dan menyerikan pengantin. Terdapat dua tradisi dalam adat istiadat berandam di Lingga. Ada yang berandam sebelum ijab kabul, dan ada yang melakukan setelah ijab kabul. Berandam sebelum ijab kabul bertujuan membersih diri sebelum akad nikah. Berandam setelah ijab kabul bertujuan agar mempercantik diri di saat melakukan adat istiadat pengantin bersanding. Menurut kepercayaan orang tua-tua dahulu, waktu yang paling terbaik berandam pengantin pada saat matahari tengah naik. Waktu berandam biasa dilakukan sekitar jam sembilan dan berakhir sebelum matahari tegak di atas langit. Hal ini dilakukan sesuai dengan kepercayaan orang Melayu Lingga, yang diungkapkan: Agar seri naik ke muka Agar tuah naik kekepala Agar cahaya melekat di dada Disebalik semuanya, berandam di waktu matahari tengah naik ialah untuk menyegerakan pengantin membersihkan diri sebelum tengah hari. Dengan berandam sebelum matahari tegak segala pekerjaan dapat segerak dilaksanakan. Ditambah lagi jika berandam sebelum tengah hari setelah ijab kabul, sesuai dengan tradisi zaman sekarang, karena pengantin mulai bersanding setelah Zuhur. Dalam adat istiadat berandam diperlukan berbagai peralatan dan bahan yang diperlukan. Peralatan dan bahan yang diperlukan sebagai berikut: 1. Tempat duduk atau kursi, bermakna sebagai pondasi kehidupan. Tempat duduk atau kuris hanya digunakan pengantin perempuan untuk berlangi 2. kain pelekat alas duduk bermakna menghimpun atau menampung berbagai permasalahan 3. Kain putih, bermakna ketulusan dan kesucian hidup 4. Sepasang lilin dan kaki dian, bermakna penerang hati 5. Pisau lipat, gunting, dan sikat, bermakna sebagai pembersih jasmaniah dan rohaniah 6. Benang tukal (benang bola), bermakna mempererat tali persudaraan dan tali silaturahmi. 7. Beras kunyit, beretih padi dan beras basuh, tepuk tepung tawar, bermakna pemberi berkah kehidupan 8. Kelapa yang dibuang kulit berbentuk kerucut dililit dengan benang tukal, bermakna kesuburan dan cita-cita 9. Padi bermakna berusaha dalam mendapatkan rezeki yang halal di muka bumi 10. Ceper/talam kecil tembaga yang berkaki, keutuhan berumah tangga 11. Seperangkat alat-alat berlangi, bermakna penegap semangat hidup 12. Tepak bara/cengap bermakna memberi rasa cinta kasih sesama makhluk hidup 13. Air limau purut bermakna membuang kotoran di hati 14. Penepuk tepung tawar bermakna ucapan selamat untuk menjadi keluarga sakinah, mawaddah dan warrahmah 15. Tepak sirih yang dibungkus kain bermakna persatuan, persaudaraan, dan penghormatan terhadap orang lain 16. Hidangan makanan yakni nasi, lauk, air putih, air manis dan kue dari pihak pengantin perempuan bermakna layanan yang ikhlas dan menghormati dari pengantin perempuan kepada pengantin laki-laki Dalam adat istiadat berandam, pengantin laki-laki yang terlebih dahulu diandam oleh Pak Andam. Sebelum datang ke rumah pengantin laki-laki, Pak Andam akan memberi tahu pihak pengantin laki-laki waktu kedatangan rombongannya. Selanjutnya setelah meminta izin kepada kedua orang tua atau wali pengantin wanita, Pak Andam pada kira-kira jam delapan setengah pagi berangkat menuju ke rumah pengantin laki-laki. Pak Andam berpakaian baju kurung lengkap, yang bermakna menunjukkan tengah melakukan adat istiadat Melayu. Pak Andam diiringi para pembantu terdiri beberapa orang laki-laki dewasa yang membawa berbagai peralatan dan benda untuk berandam. Para pembantu yang mengiring memakai baju kurung lengkap. Untuk menuju ke rumah pengantin laki-laki Pak Andam diringi para pembantu berarak berjalan kaki. Cara berarak, baris pertama dimulai dengan orang yang membawa tepak sirih dan disebelah kiri kanannya orang membawa peralatan atau benda lain. Posisi Pak Andam berada dibelakang orang membawa Tepak Sirih, seolah-olah Pak Andam dikeliling oleh para pengiring dikiri kanan dan depan juga belakang. Arak-arakan diiringi musik pengiring gendang, gong dan serunai. Para pemain musik berada dibarisan baling belakang. Tujuan dari berarak dan diiringi musik sebagai bentuk suka cita juga penghormatan terhadap adat istiadat berandam yang bertujuan membersihkan diri lahir batin dan batin pengantin. Jika rumah pengantin terlalu jauh untuk ditempuh berjalan kaki, boleh menggunakan kendaraan. Pak Andam beserta pengiring akan turun dari kendaraan di tempat yang tak seberapa jauh dari rumah pengantin laki-laki untuk berarak. Sesampainya di rumah pengantin laki-laki, Pak Andam, mengucapkan salam kepada pihak tuan rumah yang telah bersiap sedia menunggu. Perwakilan tuan rumah akan mempersilakan rombongan naik dan duduk. Pak Andam akan menyampaikan hajat dan maksud kedatangan mereka. Setelah itu Pak andam meminta izin kepada pihak tuan rumah yang mewakili untuk mengadakan adat istiadat berandam pengantin laki-laki. Setelah mendapatkan izin dari pihak tuan rumah, adat istiadat berandam dilaksanakan oleh Pak andam. Adat istiadat berandam yang dilaksanakan terdiri beberapa tahapan sebagai berikut: 1. Pengantin laki-laki berandam di dalam bilik atau ruangan tertutup. Berpakaian dengan kain sarung pelekat yang diikat dipinggang labuh sampai paras atas buku lali atau bawah betis. Dibagian leher dipasang kain putih menutup dada. 2. Pengantin laki-laki berandam duduk di atas kain pelekat yang dilipat sesuai ukuran pengantin bersila 3. Disebelah kiri kanan pengantin diletakkan dua batang lilin di atas kakidian yang telah dinyalakan. 4. Kelapa yang dibuang kulit berbentuk kerucut dililit dengan benang tukal diletakkan sebelah kanan lilin yang berada di sebelah kanan pengantin. 5. Pak Andam memasukkan satu helai daun sirih ke dalam segelas air putih. Air yang direndam daun sirih dibacakan oleh Pak andam dengan doa tertentu yang bertujuan untuk menaikkan seri dan kemolekan pengantin 6. Pengantin yang bersila di atas kain dikalungkan dengan benang tukal yang diambil dari kelapa yang terletak di samping lilin 7. Pak Andam memberikan minuman yang direndam daun sirih kepada pengantin agar tegap semangat dan berseri wajahnya 8. Pak Andam menepuk tepung tawar pengantin laki-laki 9. Pak Andam memulai mengandam dengan diawali dengan membaca jampi pusakanya supaya pengantin setelah selesai berandam akan keliatan lebih molek. Jampi yang dibacakan bertujuan untuk menyemangatkan pengantin dan memberikan kesan telah diberikan pengaruh ghaib agar keliatan molek dan gagah 10. Setelah membaca jampi, dimulai menggunting sedikit anak rambut ditengah ubun-ubun. Jika pengantin berambut panjang perlu dirapikan dibagian kiri kanan dan belakang kepala. Selanjutnya dicukur sedikit anak rambut yang dimulai dari dahi, pelipis kanan, dan pelipis kiri. Setiap kali mencukur, dibaca selawat nabi yang bertujuan agar segala hajat disampaikan oleh Allah SWT 11. Bulu roma di bahu, siku, pergelangan tangan, lutut dan ibu jari kaki sebelah kanan dicukur sebanyak tiga kali berturut-turut. Selanjutnya dicukur pula bagian sebelah kiri pengantin di tempat yang sama seperti sebelah kanan. 12. Setelah selesai mencukur, Pak Andam mengambil kelapa di sebelah lilin dan mengguncangnya memutarnya mengitari kepala pengantin dari kanan ke kiri. berlawanan dengan arah putaran jarum jam sebanyak tiga kali sambil membaca selawat nabi. Setiap kelapa yang digoncang melewati telinga kanan laki-laki, ditanya oleh Pak Andam, apakah mendengar bunyi goncangan air di dalam kelapa. Jika pengantin menjawab tidak mendengar, bermakna isyarat keturunannya tidak patuh kepada orang tua. Disebalik semua itu, hanya sebagai penanda tentang pentingnya janggung jawab mendidik anak dalam hidup berumah tangga. Seperti kata Raja Ali Haji dalam Gurindam pasal yang kesepuluh bait ketiga: Dengan anak janganlah lalai Supaya boleh naik ketengah balai 13. Benang tukal yang dikalungkan dileher pengantin diambil Pak Andam diputuskan dengan cara dibakar menggunakan api lilin. Kedua ujung benang tukal yang putus dibakar setelah dingin didoakan oleh Pak Andam di depan pengantin dengan doa tertentu. Kemudian kedua ujung benang yang telah didoakan secara bersamaan dioles oleh Pak Andam pada kedua alis mata yang dimulai dari pangkal alis disisi hidung sampai ke ujung alis hingga terus sampai dagu. Hal ini dilakukan sebanyak tiga kali dan setelah selesai, kedua ujung benang yang putus disambung kembali dengan cara disimpul. Setelah itu Pak Andam mematikan api dikedua lilin. Maksud dari mengoleskan ujung benang yang terbakar ke alis mata hingga sampai ke dagu untuk memberikan kesan moleh dan berseri kepada wajah pengantin. Dalam berhias alis mata perlu diperhatikan untuk dirapikan agar nampak molek. 14. Setelah berandam selesai, pengantin diminta mandi membersihkan diri dan ditambah juga mandi dengan air tolak bala yang telah disiapkan di dalam pasu atau wadah tertentu. 15. Rambut dan bulu-bulu yang berada di atas alas pengantin duduk dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam kertas atau kain kecil untuk diberikan kepada pihak pengantin laki-laki. 16. Pengantin mandi dengan kain yang dipakai waktu berandam 17. Kain alas duduk dijadikan kain bersalin setelah mandi dan alas duduk untuk menyantap hidangan 18. Setelah selesai mandi pengantin memakai baju kurung lengkap 19. Pengantin yang telah selesai berpakaian menyantap hidangan dengan duduk di atas kain yang digunakan sebagai alas duduk berandam. Menyantap hidangan boleh ditemani sahabat pengantin yang laki-laki untuk menggembirakan dan menyenangkan hati pengantin 20. Setelah selesai bersantap, pengantin menyelipkan amplop yang berisi sejumlah uang tertentu di bawah pinggan makan, sebagai hadiah ucapan terima kasih kepada Pak Andam. 21. Setelah pengantin selesai makan, Pak andam dan pengiringnya mengemasi peralatan dan barang-barang berandam untuk dibawa kembali ke rumah pengantin perempuan 22. Setelah semuanya selesai dikemas, pihak pengantin laki-laki menghidangkan makanan berupa kue dan air manis kepada Pak Andam dan rombongan. Sebelum menyantap hidangan dilakukan pembacaan doa selamat yang dipimpin seorang pembaca doa. 23. Setelah menyantap hidangan, Pak Andam mohon diri kepada pihak wakil tuan rumah untuk kembali ke rumah pengantin perempuan. 24. Pak Andam dan rombongan kembali menuju ke rumah pengantin perempuan tetap dengan berarak dan diiringi musik pengiring Dalam mengandam pengantin wanita sama caranya dengan pengantin laki-laki tetapi terdapat beberapa perbedaan, diantaranya sebagai berikut: 1. Pengantin wanita diandam oleh Mak Andam di dalam bilik pengantin 2. Pakaian wanita dalam berandam berkemban kain batik dan duduk bersimpuh di atas kain songket. Kain sebagai alas dilipat seukuran pengantin duduk 3. Dalam memotong rambut dan mencukur, Mak Andam mengambil sedikit rambut dari sisi kanan dan kiri untuk disatukan di tengah, jika pengantin berambut panjang maka panjangnya sampai dibawah dagu. Rambut dipotong secara bertahap, yakni rambut yang telah disatukan dipotong separas dagu, kemudian disatukan lagi dengan dipotong separas bawah hidung, dan terakhir rambut disatukan lagi dipotong separas alis. Setiap memotong rambut Mak Andam membaca selawat Nabi. 4. Setelah memotong rambut, dilanjutkan dengan mencukur anak rambut dengan menyisakan lebih kurang dua jari Mak Andam. Setiap mencukur Mak Andam membaca selawat 5. Rambut pengantin wanita dikeramas dibersihkan dengan limau purut dan selanjutnya berlangi. Tujuan keramas dan berlangi untuk membersihkan dan mengharumkan tubuh 6. Setelah keramas dan berlangi, pengantin melakukan mandi membersihkan diri 7. Jika pengantin sedang datang bulan, seluruh rambut dan bulu hasil dari berandam diserahkan ke pengantin wanita untuk dibawa mandi bersama. 3. BERARAK SERAH TERIMA HANTARAN DAN IJAB KABUL Dalam adat istiadat perkawinan Melayu Lingga terdapat tradisi berarak serah terima hantaran dan ijab kabul yang dilakukan oleh pengantin laki-laki berserta rombongan ke rumah pengantin perempuan. Berarak calon pengantin dilakukan pada malam hari selepas waktu Isyak atau kira-kira pukul delapan malam. Berarak calon pengantin dilaksanakan membawa beberapa barang-barang tertentu. Barang yang wajib perlu dibawa yakni mahar maskawin dari pihak laki-laki. Dalam adat istiadat Melayu Lingga yang berdasarkan aturan kerajaan Lingga-Riau terdapat beberapa nilai mahar maskawin. Adat istiadat mahar maskawin yang telah ditetapkan sejak zaman Kerajaan Lingga-Riau seperti, maskawin anak datuk-datuk uang seratus ringgit, sehelai kain dan cicin sebentuk. Untuk keturunan orang Bugis maskawin enam puluh enam ringgit, kain sehelai cicin sebentuk. Terdapat juga maskawin orang dalam yakni orang Melayu Lingga, orang Bangka Daik, dan lain-lain. Untuk persiapan mengadakan berarak pihak pengantin perempuan akan mengirim utusan yang membawa pakaian untuk pengantin laki-laki menikah. Kedua orang tua menunjuk seorang laki-laki yang patut-patut untuk menjadi wakil dari pihak pengantin laki-laki untuk menyerahkan mahar maskawin kepada perwakilan pihak pengantin perempuan. Sebelum berarak diadakan doa selamat agar berarak dan akad nikah dapat dilaksanakan dengan lancar, tidak mendapat halangan maupun rintangan. Setelah pembacaan doa dilanjutkan mencicipi hidangan kue-mueh dan air manis. Pengantin yang akan pergi berarak dan akad nikah akan menyalami kedua orang tua untuk mohon doa restu. Pengantin laki-laki yang turun dari rumah diawali dengan pembacaan selawat nabi sebanyak tiga kali. Setelah itu rombongan berbaris-baris menuju ke rumah pengantin perempuan. Dalam berarak rombongan terdiri dari barisan tertentu yakni, 1. Barisan paling depan kaum perempuan yang telah berkeluarga memakai baju kurung, berkain dagang dan bertudung manto 2. Barisan kaum perempuan yang telah berkeluarga membawa hantaran memakai baju kurung, berkain dagang dan bertudung manto. Pembawa hantaran terdiri pembawa tepak sirih, mahar maskawin dan bunga rampai. Pembawa tepak sirih berada ditengah-tengah dan pembawa mahar maskawin di sebelah kanan, sedangkan pembawa bunga rampai disebelah kiri. Jika ada barang-barang hantara lainnya berada di barisan belakang tiga pembawa hantaran. Dibelakang pembawa hantaran terdapat calon pengantin laki-laki yang diapit oleh dua laki-laki di kiri kanan yang disebut dengan gading-gading. Dibelakang barisan pengantin terdapat wakil dari pihak laki-laki yang diapit oleh laki-laki yang ikut berarak. Dibelakang barisan wakil pengantin pihak laki-laki, terdapat rombongan pengiring lainnya. Rombongan dibelakang barisan wakil pihak pengantin laki-laki, terdiri dari pasangan suami isteri atau pun sanak keluarga juga sahabat-sahabat dari pengantin laki-laki. Barisan paling belakang pemain musik gong dan gendang yang mengiring calon pengantin berarak. Sesampainya di depan pintu rumah atau pun tempat melansungkan akad nikah, Mak Inang menaburkan beras kunyit kepada pengantin laki-laki berserta rombongan dan mempersilakan rombongan masuk. 4. BERKAT Dalam adat istiadat Melayu di Lingga berkat merupakan ucapan terima kasih kepada tamu seperti pada acara barzanji, Maulud Nabi Muhammad SAW, berkhatam Al-Quran, bercukur rambut, dan lain-lain. Dalam acara adat istiadat melayu yang menampilkan berzanji, para pembaca berzanji akan diberikan hadiah yang disebut berkat oleh tuan rumah atau penyelenggara acara / yang mempunyai hajat. Berkat merupakan bunga tajuk yang diletakkan telur lalu dicacak di atas wajik yang berada di dalam gelas untuk dihadiahkan kepada para orang yang hadir pada hajatan dalam jumlah terbatas. Berekat telah lama dikenal oleh masyarakat Lingga, karena penggunaan bunga telur sebagai bagian dari perlengkapan nasi besar sejak zaman dahulu menjadi bagian dari benda-benda pelengkap acara adat istiadat Melayu Lingga. Berkat dihadiahkan setelah acara selesai. Sebelum pulang pihak tuan rumah atau penyelenggara acara akan menghadiahkan berkat kepada orang yang hadir dalam jumlah terbatas. Makna berkat yakni hadiah untuk ucapan terima kasih, suka cita, mempererat tali silaturahmi dan mendapat berkat dari Allah SWT. 5. BERINAI PENGANTIN Berinai pengantin merupakan adat istiadat yang telah lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Lingga. Berinai pengantin merupakan warisan kebudayaan Melayu Lingga yang telah ada sejak zaman Kerajaan Lingga-Riau dan menjadi bagian dari adat istiadat raja-raja Melayu. Berinai pengantin menggunakan daun inai yang digiling lumat lumat-lumat. Inai digunakan untuk memerahkan kuku, ujung jari dan tapak tangan. Ujung jari dan tapak kaki kedua mempelai pengantin juga diberi inai. Tujuan dari berinai untuk pemanis dan memberi tanda untuk kedua mempelai pengantin. Adat istiadat berinai di Lingga telah menjadi bagian dari budaya para bangsawan dan raja-raja di Kerajaan Lingga-Riau. Dalam adat istiadat Kerajaan Lingga-Riau tentang Istiadat Bekerja Besar Bertabal, Kahwin disebutkan aturan tata tertib berani besar pengantin yakni: 1. Berdandan- Nobat dipalu; berinai nobat. Bedil dipasang 8 atau 16 das 2. Mandi berandam-Nobat dipalu; habis nobat, bedil dipasang; lagu Ibrahim Khalil. 3. Masuk pakaian-Nobat dipalu; habis nobat, bedil dipasang. 4. Minta inai-Nobat dipalu lagu Lampam ; habis nobat, bedil dipasang (Samad Ahmad, 1985:61) Di dalam Syair Sultan Mahmud Syah dikisahkan juga tentang adat istiadat berinai di acara pernikahan Tengku Embung Fatimah anak Sultan Mahmud Muzzafar Syah (1841-1857) dengan Raja Muhammad Yusuf (Suwardi dan Ridwan Melay, 1990). Dalam Syair Sultan Mahmud Syah tentang berinai dikisahkan sebagai berikut: Tiadalah dagang perpanjang peri Sudahlah berinai tuan putri Dipasangkan bedil sambuni negeri Enam belas kali adat yang bahari Kata orang yang punya nazam Inai beralat limanya malam Betapa adat raja yang hulam Demikianlah kerajaan paduka si alam Diperintahkan paduka suri kumala Malam yang keenam berinai pula Berhimpunlah isi negeri segala Penuh sesak tiada bertala Demikian inilah perkataannya Seperti pertama juga adatnya Beratur jawatan sekaliannya Wali tersampai kepada bawahannya Besar kerja mahkota negeri Inai berinai pula empat belas hari Malamnya Ahad ketika betari Masuk ke dalam tiap-tiap hari Adat istiadat berinai di Lingga terdiri dari beberapa tahapan yakni berinai kecil atau curi, dan berinai besar. Berinai kecil dilaksanakan oleh calon pengantin sebelum akad nikah. Pangantin wanita bukan saja diinai Mak Inang, tetapi juga oleh saudara dekatnya seperti ibu saudara, sepupu dan lainnya. Pengantin laki-laki tidak diinai oleh Mak Inang, tetapi cukup oleh saudara dekatnya yang laki-laki atau perempuan. Untuk inai calon pengantin laki-laki diambil dari rumah calon pengantin wanita. Kedua calon pengantin diinai hanya di bagian ujung jari-jari tangan sebagai tanda pengantin telah siap memasuki tahap pernikahan dan bakal menjadi sepasang suami isteri yang syah. Dalam berinai kecil, tukang inai dan Mak Inang juga pengantin memakai baju kurung atau pakaian tradisional Melayu yang bertujuan untuk menunjukkan tengah melakukan adat istiadat Melayu. Berpakaian baju kurung atau pakaian tradisional Melayu bermakna sebagai menghormati adat istiadat berinai yang tengah dilaksanakan. Dalam adat istiadat berinai kecil, tepak sirih diletakkan disamping pengantin yang bermakna persatuan sesama sanak keluarga dan menghormati pengantin. Disediakan juga hidangan kue-mueh berserta air manis untuk santapan tukang inai dan kaum kerabat yang hadir. Berinai tahap kedua atau akhir, yang dilaksanakan setelah pengantin akad nikah. Menurut Ishak dkk (2009:72) Adapaun tujuan berinai besar dan bertepuk tepung tawar adalah: a. Memberikan berkah untuk mencapai keselamatan dan kesejahteraan kepada mempelai. b. Menghapus sial, majal dan duka nestapa. Pengantin berinai besar dimulai di atas peterakna atau pelamin yang disejalankan dengan tepuk tepung tawar. Sebelum ditepuk tepung tawar dan berinai pengantin dimuliakan dengan persembahan tari inai yang diringi musik dan gong. Dalam permulaan berinai besar, setelah ditepuk tepung tawar, orang yang menepuk tepung tawar mencolet sedikit inai di kedua tapak tangan pengantin. Setelah berinai besar sekaligus adat istiadat tepuk tepung tawar selesai dilaksanakan, dilanjutkan dengan pengantin berinai penuh di dalam rumah. Pengantin wanita diinai dibelakang pelamin dengan arahan Mak Inang yang diberi hijab tabir sehingga tidak kelihatan dari luar. Jika tidak mempunyai pelamin, berinai di dalam kamar atau ruang tertentu yang patut. Dalam adat istiadat berinai penuh pengantin dan Mak Inang memakai baju kurung. Pengantin berinai dengan berbaring di atas tilam yang beralas tikar pandan, dan bagian kepala di alas bantal. Di samping pengantin diletakkan tepak sirih dan dinyalakan dua lilin putih di atas kakidian. Tepak sirih dalam adat istiadat berandam besar bermakna persatuan sesama sanak keluarga dan menghormati pengantin. Lilin putih yang menyala di atas kakidian bermakna suka cita pengantin. Sebelum berinai, pengantin wanita yang berbaring ditutupi dengan kain panjang untuk selimut tidur dari dada sampai sebatas tulang kering, dan selanjutnya seluruh jari kuku pengantin diteteskan cairan lilin sambang agar nanti inai yang melekat mudah dilepaskan. Jika tidak menggunakan cairan lilin sambang, ada juga yang menggantikan dengan minyak kelapa. Setelah seluruh kuku ditetes cairan lilin sambang, berinai dilakukan dengan menginai jari manis tangan kanan dan kiri pengantin. Orang yang pertama menginai dimulai oleh orang-orang tua keluarga pengantin seperti kakek, nenek, bapak saudara, ibu saudara dan lainnya. Setelah menginai jari manis dilanjutkan menginai jari-jemari lainnya oleh orang lain sejumlah tiga hingga tujuh orang dari sanak keluarga pengantin. Penginai dan semua yang hadir memakai baju kurung lengkap dan dihidangkan kue-mueh serta minuman air manis. Untuk menyenangkan hati pengantin diadakan gurau jenaka orang yang menginai atau sanak keluarga yang hadir. Setelah berinai pengantin tidur di tempat berinai, dan setelah bangun di subuh hari inai dibersihkan sehingga meninggalkan warna merah di tangan dan kaki. Bagi keluarga yang mampu, dalam istiadat berinai besar dilaksanakan berbagai hiburan tradisional Melayu. Hiburan bertujuan menghibur pengantin wanita berinai dan orang-orang yang tengah bekerja dibangsal menyiapkan berbagai keperluan untuk hari persandingan esok harinya. Hiburan yang pentaskan seperti joget, makyong dan berzapin. Setelah pengantin wanita berinai, Mak Inang berserta beberapa orang pengiring yang membawa inai dan beberapa perlengkapan lainnya seperti tepak sirih, dan dua batang lilin diatas kaki dian datang ke rumah pengantin laki-laki. Dirumah pengantin laki-laki Mak Inang akan mengarahkan atau sekaligus menginai pengantin laki-laki. Jika berhalangan hadir, Mak Inang bisa mewakili kepada pihak lain yang dianggap patut. Adat istiadat dan tata cara menginai pengantin laki-laki sama dengan pengantin wanita. 6. BERARAK PENGANTIN Dalam adat istiadat perkawinan Melayu Lingga terdapat tradisi berarak pengantin laki-laki ke rumah pengantin perempuan untuk naik bersanding. Adat istiadat ini telah lama ada di Lingga sejak zaman Kerajaan Lingga-Riau. Dalam adat istiadat Kerajaan Lingga-Riau berarak pengantin disebut dengan mengarak mempelai (Shamad Ahmad, 1985:58). Tradisi mengarak pengantin juga dilakukan rakyat biasa dari kalangan bukan bangsawan. Berarak pengantin di Lingga menurut Ishak dkk (2009:78) Berarak adalah kegiatan mengantar pengantin laki-laki ke rumah pengantin perempuan yang diiringi dengan gendang panjang, gong, dan serunai hingga sampai di halaman penganti perempuan. Pada saat berarak, pengantin laki-laki dijulang atau dinaikkan di atas usungan dan kadang berjalan kaki. Orang-orang menyertai pengantin berarak yang terdiri dari kaum laki-laki dan perempuan memakai pakaian tradisional Melayu. Saat melaksanakan arak-arakan, diiringi dengan musik pukulan gendang panjang, gong dan kadang ditambah dengan tiupan serunai. Setelah sampai di rumah pengantin perempuan, disambut dengan silat persembahan dari pihak pengantin perempuan dan dibalas bersilat oleh pihak pengantin laki-laki. Menurut Ishak dkk (2009:78) Silat pengantin melambangkan suatu simbol bahwa pengantin datang ke tempat yang aman dari segala musuh. Sesampai di tempat pengantin perempuan, pihak wakil dari pengantin perempuan akan menyambut dengan pantun dan nantinya akan dibalas pantun oleh pihak laki-laki. Pantun-pantun yang dipakai dalam menyambut pengantin laki-laki sebelum mempersembahkan silat pengantin yakni sebagai berikut: Pihak perempuan Buah salak dalam karung Ambil galah haluan perahu Seekor jalak seekor tedung Kalah menang belum tahu Pihak laki-laki Pokok nangka dipukul ribut Jauh sekali di hutan seberang Di mulut naga aku tak takut Inikan pula engkau seeorang Setelah berbalas pantun pesilat dari pihak pengantin perempuan mengadakan persembahan silat dihadapan pengantin laki-laki. Selanjutnya pesilat dari pihak pengantin perempuan mempersilakan pesilat pengantin laki-laki untuk bersilat. Kedua pesilat mengadakan pertarungan dan pesilat dari pihak pengantin perempuan mengalahkan diri. Setelah itu rombongan pengantin laki-laki di hadang dengan tali lawe. Tali lawe merupakan kain panjang yang direntangkan oleh dua orang untuk menghalangi jalannya pengantin laki-laki. Pada masa yang lalu oleh orang tertentu digunakan kain cindai. Tali lawe yang menghadang pengantin laki-laki perlu dibuka agar tidak menghalangi jalannya pengantin laki-laki, terlebih dahulu dengan memberi tebusan uang tertentu untuk Mak Inang. Untuk menyingkirkan tali lawe diadakan berbalas pantun antara perwakilan pihak pengantin laki-laki dan perempuan. Pantun-pantun berisikan permintaan untuk membuka tali lawe dan permintaan pihak pengantin laki-laki yang meminta uang tebusan. Setelah pihak pengantin laki-laki menyerahkan uang, tali lawe segera di buka dan pengantin laki-laki selanjutnya dapat berjalan menuju ketempat persandingan.

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 05-11-2020

Komunitas Karya Budaya

LAZUARDY

Dinas Kebudayaan Kabupaten Lingga , Jl. Raja Muhammad Yusuf Daik Lingga, Kabupaten Lingga

085264377740

M. FADLILLAH

Kp. Tanda Hilir Kecamatan Lingga

082288467582

IKA SARTIKA,AMK

Jl. Lereng Bukit Kuali Kp. Cening Daik Lingga

085264459236

isartika11.13@gmail.com

SYAMSUL ASRAR, S.ST, MM

Jl. Robat Daik Lingga

081277799773

syamsul.asrar@gmail.com

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 05-11-2020

Maestro Karya Budaya

H. Nadar H.M Ali

Daik Lingga

085264377740

Ramlan

Daik Lingga

081223817722

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 05-11-2020
   Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 05-11-2020

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047