AKSESORIS ADAT MELAYU LINGGA

Tahun
2020
Nomor Registrasi
202001140
Domain
Kemahiran dan Kerajinan Tradisional
Provinsi
Kepulauan Riau
Responsive image
Di kabupaten Lingga terdapat berbagai adat istiadat Melayu yang masih lestari di tengah-tengah masyarakat. Dalam adat istiadat Melayu Lingga terdapat berbagai aksesoris adat istiadat yang berfungsi sebagai pelengkap penting dalam adat istiadat. Di antara berbagai aksesoris adat Melayu Lingga antara lain sebagai berikut: 1. BUNGA RAMPAI Pada masa Kesultanan Lingga Riau terdapat berbagai benda-benda atau peralatan untuk keperluan dalam pelaksanaan adat istiadat maupun perkawinan Melayu Lingga. Benda-benda yang diperlukan antara lain yakni bunga rampai. Bunga rampai merupakan gabungan bunga-bunga dan dedaunan yang diberi minyak wangi. Telah lama masyarakat Lingga mengenal bunga rampai sebagai benda khusus yang diperlukan dalam adat istiadat perkawinan Melayu. Dalam Syair Sultan Mahmud ada juga mengisahkan tentang bunga rampai yang digunakan dalam adat istiadat perkawinan Tengku Embong Fatimah dengan Raja Muhammad Yusuf. Sultan Mahmud Syah adalah Mahmud Muzzafar Syah (1841-1857), Sultan Lingga-Riau Mengenai bunga rampai dalam syair Sultan Mahmud Syah dikisahkan, Sudah bersiram putra nan tuan Lalu bersiram kain kemasan Diraksai dengan bau-bauan Bunga rampai emas sebagai dihamburkan Bunga rampai dalam adat istiadat perkawinan Melayu digunakan: · untuk mengharumkan pelamin dan peterakna tempat pengantin bersanding. · Bunga rampai juga digunakan untuk hantaran dalam akad nikah yang diletakkan dalam dulang sebagai lambang kasih sayang antara kedua pengantin. · Bunga rampai juga bagian dari kembal yang dihadiahkan kepada orang yang membaca berzanji dalam acara adat istiadat perkawinan yang disebut berekat · Bunga rampai ini digunakan juga pada Berekat ( ucapan terima kasih) berupa wajik yang diletakkan di dalam gelas yang diberi bunga tajuk dan telur merah pada acara berzanji, Mauliud Nabi Muhammad SAW Makna bunga rampai bersatu padu, kedamaian dan keharmonisan. 2. PETERAKNA PENGANTIN Dalam sejarah Kerajaan Lingga-Riau yang berpusat di Lingga, tempat raja duduk di atas singgasana kerajaan disebut dengan peterakna. Dalam adat istiadat Kerajaan Lingga-Riau tentang “Istiadat Bekerja Besar Bertabal. Kahwin” tentang petirakna pada pasal yang kedua dinyatakan: Adapun balairung seri pun dihiasi juga dan disampul kuning, sekalian tiangnya digantung tirai dan langit-langit. Adalah pada serinya, digantung tabir bergulung, dan ditaruh singgahsana berkain sampai , berdaun budikan emas; di atasnya ditaruh peterakna; dibelakangnya ditaruh bantal seraga. Di atas peterakna itulah tempat raja yang akan dijunjung duli, adanya. (Samad Ahmad, 1985:52) Peterakna bukan saja tempat duduk raja di atas singgasana, tetapi dijadikan juga sebagai tempat duduk pengantin bersanding dari kalangan keluarga kerajaan Lingga-Riau. Dalam Istiadat Bekerja Besar Bertabal, Kahwin, tentang tertib pengantin bersatu atau bersanding dinyatakan, “Tatkala pengantin sudah naik ke peterakna, lalulah santap nasi hadap-hadapan. Selesai daripada nasi hadap-hadapan, persilakan raja atau sultan mencucurkan ‘panca bicara’, dengan didahulukan pengantin perempuan (Samad Ahmad, 1985:61). Dalam tradisi adat istiadat pengantin Melayu Lingga, peterakna masih dipakai sebagai tempat duduk pengantin bersanding. Peterakna sebagai tempat duduk pengantin bersanding bermakna tempat duduk kebesaran dan keagungan pengantin. Pengantin umpama raja sehari yang diagung dan dimuliakan. Di atas peterakna digunakan juga sebagai tempat pengantin ditepuk tepung tawar setelah melaksanakan akad nikah. Peterakna dibuat mulai satu hingga tiga tingkat. Untuk orang-orang dari keturunan bangsawan menggunakan tingkat tiga. Di atas peterakne di kiri kanan diletak satu bantal gaduk, yang di atasnya terdapat satu bantal seraga. Bantal gaduk dan seraga bertekat dengan perada di sisi yang menghadap ke luar pelamin. Di atas peterakna diletak juga bantal sesuari sebagai alas pengantik untuk bertepuk tepung tawar. Bagian sisi tangga yang menghadap ke luar peterakna dipasang ulas yang bertekat dengan perada. Di hadapan peterakna diletakkan meja persegi panjang untuk meletakkan berbagai barang adat istiadat untuk pengantin bersanding. Barang-barang yang diletakkan di atas meja yakni: 1. Nasi besar atau Nasi skone, 2. Nasi Adap 3. Dua batang lilin di atas kakidian 4. Satu terenang tempat air 5. Tepak sirih 6. Sirih nikah disusun di dalam senjong besar 7. Sirih puan disusun di dalam senjong kecil 8. Satu embat-embat yang berisikan air mawar 9. Satu ketor beralas sanggan atau piring tembaga 10. Peralatan tepuk tepung tawar dan inai di dalam mangkok tembaga yang diletakkan di atas semberip 11. Satu sangku berisi air untuk cuci tangan beralas ceper tembaga kecil 12. Peterakna mulai dipakai pengantin untuk mengadakan adat istiadat tepuk tepung tawar dan berinai besar setelah mengadakan akad nikah. Setelah akad nikah dilaksanakan, dimulai adat istiadat bertepuk tepung tawar dan berinai besar. Pengantin laki-laki diarahkan oleh Mak Inang untuk duduk di atas peterakna. Pengantin duduk di atas peterakna dengan cara bersila, dan diatas kedua pahanya di letakkan bantal sesuari sebagai alas tangan pengantin. Setelah pengantin duduk, diadakan tari inai persembahan dan penghormatan oleh satu penari yang diringi musik gendang dan gong. Selanjutnya diadakan tepuk tepung tawar dan mencolet sedikit inai di tapak tangan pengantin oleh orang tertentu sesuai adat istiadat. Pengantin laki-laki yang telah selesai melaksanakan tepuk tepung tawar diarahkan Mak Inang untuk turun dan duduk disamping peterakna. Selanjutnya Mak Inang mengarahkan pengantin wanita dari dalam kamar untuk naik ke atas peterakna duduk bersimpuh untuk ditepuk tepung tawar seperti yang telah dilakukan oleh pengantin laki-laki. Peterakna dijadikan sebagai peralatan utama pengantin di saat adat istiadat bersanding. Dalam adat istiadat bersanding, pengantin wanita terlebih dahulu naik di atas peterakna dengan duduk bersimpuh sesuai dengan arahan Mak Inang untuk menunggu ketibaan pengantin laki-laki. Wajah pengantin wanita dihalangi oleh Mak Inang dengan satu kipas sehingga tidak keliatan orang berada dihadapan peterakna. Setibanya pengantin laki-laki, disambut tali lawe, yakni pihak pengantin laki-laki perlu memberikan sejumlah uang kepada pihak pengantin wanita agar dapat naik atas peterakna untuk bersanding. Selanjutnya disambut dengan silat persembahan yang diringi dengan musik gendang dan gong. Sebelum naik di atas peterakna perlu mengadakan tebus kipas yang dipegang Mak Inang menghalangi wajah pengantin wanita. Tebus kipas yakni pihak pengantin laki-laki akan memberikan sejumlah uang kepada Mak Inang agar kipas tidak lagi menghalangi wajah pengantin wanita. Tebus kipas dimulai dengan berbalas pantun dari pihak wakil pengantin laki-laki dengan pengantin wanita. Setelah uang tebus kipas diberikan, Mak Inang mengambil sirih lelat dan membuka kipas lalu mempersilakan pengantin laki-laki duduk bersila di atas peterakna di samping pengantin wanita. Pengantin yang bersanding di atas peterakna dikipas oleh dua orang wanita dikiri kanan. Selanjutnya pengantin sesuai dengan arahan Mak Inang mengadakan adat istiadat makan bersua-suapan. Setelah acara selesai di adakan doa selamat dan tolak bala oleh seroang pemimpin doa. Di saat pengantin bersanding di atas peterakna, berdatanganlah tamu-tamu undangan atau jemputan untuk merayakan adat istiadat pernikahan dan mengucapkan selamat kepada kedua mempelai. Para tamu yang datang dihidangkan berbagai makanan oleh tuan rumah. Setelah para tamu menyantap hidangan, selanjutnya memberikan ucapan selamat bersalam-salaman kepada kedua mempelai dan sanak keluargnya. Dalam adat istiadat bersanding diringi pula musik atau nyanyian menghibur para tamu undangan sebagai ungkapan suka cita dan memeriahkan acara. 3. PELAMIN PENGANTIN MELAYU LINGGA Adat istiadat pernikahan Melayu Lingga memerlukan barang-barang tertentu yang digunakan oleh pengantin. Diantaranya barang-barang yang digunakan yakni pelamin pengantin. Pelamin pengantin dalam adat istiadat pernikahan Melayu Lingga menurut Ishak dkk (2009:124) “Pelamin adalah tempat tidur pengantin yang dibuat bertingkat seperti tangga.” Pelamin tempat tidur pengantin yang dibuat dalam bentuk yang indah bermakna •Bersatu padu •Bertanggung Jawab •Hak dan Kewajiban •Keagungan dan kemuliaan Pelamin bukan saja digunakan untuk pengantin tidur tetapi digunakan juga sebagai tempat pengantin ditepuk tepung tawar dan berinai. Di depan pelamin juga digunakan sebagai tempat pengantin makan berhadap. Pelamin merupakan bagian dari peralatan pelengkap yang penting dalam adat istiadat pernikahan Melayu Lingga. Dalam sejarah Kerajaan Lingga-Riau, pelamin menjadi bagian dari peralatan yang digunakan dalam adat istiadat pernikahan raja-raja Melayu Lingga-Riau. Dalam Syair Sultan Mahmud Syah, dikisahkan pernikahan Tengku Fatimah anak Sultan Lingga-Riau Mahmud Muzzafar Syah (1841-1857) dengan Raja Muhammad Yusuf yang menggunakan pelamin (Suwardi dan Ridwan Melay, 1990). Diceritakan di dalam syair, Tengku Fatimah ditepuk tepung tawar di atas pelamin. Mengenai hal ini dikisahkan di dalam syair sebagai berikut: Tengku Isa sekedar berdiri Raja pengantin dipimpinnya jari Berjalan di tengah istana sendiri Naik pelamin asal jauhari Setelah sampai ke atas kota Semayam di atas hamparan permata Napiri negara berbunyilah rata Segala raja naik bertahta Pertama naik kholipah yang muda Tengku jaya raja yang syuhada Ayahanda saudara kepada baginda Di negeri Singapur kerajaannya ada Seraya berperi kholipah yang muda Meletakkan tepung tawar yang syuhada Agung engkau sikap baginda Menyembahda pengantin bangsawan muda Di masa yang lalu tingkat pelamin menunjukkan kedudukan dan keturunan pengantin laki-laki. Tingkat pelamin yang dibuat sebagai berikut: 1. Untuk orang awam kebanyakan, pelamin bertingkat dua 2. Untuk orang yang bekerja di dalam kerajaan seperti seperti penghulu balai, hulubalang raja, dan orang yang bergelar Encik, pelamin bertingkat tiga 3. Untuk pejabat kerajaan yang bergelar Datuk dan anak cucu keturunannya, pelamin bertingkat empat 4. Sultan, Raja Muda, Bendahara dan Temenggung serta anak cucu keturunannya pelamin bertingkat lima Dalam adat istiadat pernikahan Melayu Lingga, pelamin dibuat di dalam rumah pengantin wanita menjelang hari pernikahan atau pada hari gantung-menggantung (hari memulai persiapan kerja adat istiadat pernikahan). Pelamin dibuat bertingkat sesuai dengan asal keturunan pengantin laki-laki dan dihias dengan berbagai peralatan lainnya. Peralatan yang digunakan untuk pelamin sebagai berikut: 1. Ulas berbahan kain beledu yang bertekat perada untuk sampul sisi depan menghadap keluar pelamin. 2. Tabir yang terdiri dari kain yang berwarna-warni sebagai hijab, sehingga saat pengantin tidur dalam pelamin tidak kelihatan dari luar. Tabir yang digunakan terdiri dari: • Tabir jatuh sebagai hijab pertama yang melindungi tempat tidur pengantin dengan bentuk seperti tabir bangsawan. Tabir ini dibuka dengan cara dinaikkan atau pun agar lebih mudah di selak dari samping. • Tabir pokang ayam terletak di depan tabir jatuh, dengan bentuk dua lembar tabir dan bagian atas disatukan. Jika tidak digunakan, dua tabir digulung dengan cara diikat dengan pita kain membentuk seperti buah labu • Tabir perai yang terletak di depan tabir pokang ayam. Tabir ini berbentuk sama dengan tabir jatuh. Tabir ini melindungi menutup seluruh pelamin atau pembatas dengan ruang luar. Untuk membukanya dengan cara digantung atau pun ditarik kesamping kiri atau kanan. Saat pengantin berinai di atas pelamin tabir ini digunakan sebagai hijab agar tidak kelihatan dari luar 3. Tilam dan alasnya 4. Sebuah bantal gaduk tampuknya bertekat benang emas dan perada sebelah sisi menghadap keluar pelamin, berada di atas pelamin di hulu kepala pengantin. Diatas bantal gaduk diletak dua buah bantal sesuari bertekat benang emas pada semua sisinya. 5. Dua bantal seraga tampuknya bertekat benang emas dan perada dibagian sisi menghadap keluar pelamin, bersusun tiga tingkat berbentuk sama dengan dengan bantal gaduk tapi berukuran lebih kecil, berada di atas pelamin di bagian ujung kaki pengantin. Di atas bantal seraga disusun bantal pauh. 6. Dua buah bantal telur buaya sebagai bantal alas kepala pengantin yang tampuknya di kiri dan kanan bertekat benang emas 7. Dua buah bantal guling atau bantal peluk yang tampuknya di kiri dan kanan bertekat benang emas 8. Kelambu tidur dari kain yang sangat tipis di dalam pelamin 9. Di atas pelamin dipasang kain untuk langit-langit sebagai penutup bagian atas 10. Tabir hias dinding di pasang menutupi dinding bangunan disekitaran pelamin Pelamin pengantin dibongkar setelah dua tiga hari selesai adat istiadat pernikahan. Sebelum pelamin dibongkar, pada pagi harinya sekitar pukul delapan atau sembilan pagi, pihak orang tua pengantin wanita menjemput beberapa orang tetangga untuk mengadakan doa selamat selesainya acara pernikahan. Setelah selesai doa selamat, orang-orang yang membantu berkemas di rumah pengantin wanita akan menurunkan tabir, langit-langit, meroboh bangsal dan lain-lain. Pihak yang memasang pelamin mulai juga membongkar pelamin untuk dikembalikan kepada pemiliknya. Makna : Bersatu padu, Bertanggung jawab, Keagungan dan kemuliaan. 4. KEMBAL Dalam adat istiadat perkawinan Melayu Lingga terdapat tradisi membuat kembal yang dihadiahkan kepada orang-orang yang barzanji. Makna dari kembal yakni ucapan terima kasih , ucapan suka cita dan mempererat silaturahmi dari pihak pengantin perempuan. Kembal merupakan setangkai bunga yang bertangkai buluh menembus sebuah kotak kertas segi empat yang di dalam kotak berisi bunga rampai. Kembal yang dijadikan hadiah bersama dengan bunga telur dan dicacak di dalam gelas yang berisi wajik untuk dihadiahkan kepada orang yang barzanji. Bunga kembal dan bunga telur mempunyai ukuran yang berbeda. Bunga kembal berukuran lebih kecil daripada bunga telur. Kembal merupakan warisan kebudayaan Melayu Lingga yang telah lama ada sejak zaman Kerajaan Lingga-Riau. Dalam adat istiadat pernikahan Melayu di Lingga, sejak dulu kembal telah digunakan sebagai bagian dari hadiah untuk orang yang telah melaksanakan barzanji. Bahan pembuat bunga kembal dari kertas berwarna-warni, dan tangkainya dari buluh. Kotak kembal berbahan dari kertas berwarna kuning yang dibuat kotak. Di dalam kotak diisi dengan bunga rampai. Kotak yang berisi dengan bunga rampai di tusuk dengan tangkai bunga kembal sehingga terletak di bawah bunga. Setelah kembal disiapkan, dicacak di atas wajik yang berada dalam gelas kaca, bersama-sama dengan bunga telur. Setelah orang berzanji selesai, sebelum pulang mereka mendapatkan berkat yang di dalamnya ada kembal hadiah dari pengantin perempuan.

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020

Komunitas Karya Budaya

M. Fadlillah

Daik Lingga

082288467582

Lazuardy

Daik Lingga

085264377740

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020

Maestro Karya Budaya

Lazuardy

Daik Lingga

085264377740

Ramlan

Daik Lingga

081223817722

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020
   Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047