TARI MERAWAI

Tahun
2020
Nomor Registrasi
202001142
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
Kepulauan Riau
Responsive image

Di Kabupetan Lingga terdapat komunitas orang laut yang hidup di atas perahu kecil yakni sampan, suka berpindah tempat dan animisme. Pada masa sekarang sebagian besar telah menetap di suatu tempat dan telah beragama. Sebagian ada yang memeluk agama Islam, Kristen, Budha dan Konghucu. Orang laut hidup sangat sederhana, mereka yang masih hidup di atas sampan hanya ditutupi kajang sebagai pelindung dari terik panas dan hujan. Untuk menafkahi hidup, mereka mencari ikan dengan peralatan sederhana, seperti tempuling, tombak dan serampang. Secara fisik Orang Laut asli berkulit lebih gelap dan berambut keriting. Orang Laut juga menggunakan bahasa Melayu dengan dialek tersendiri.

Orang Laut masuk kelompok ras Melayu tua atau proto Melayu. Kedatangan Orang Laut di Kepulauan Riau diperkirakan sekitar tahun 2500-1500 PSM. Paska tahun 1500 SM terjadinya migrasi bangsa deutro Melayu yang mengakibatkan terdesaknya bangsa proto Melayu ke wilayah pantai. Kelompok yang terdesak ini yang dikenal dengan Orang Laut. Menurut dongeng, dibandingkan dengan orang Melayu, Orang Laut terlebih dahulu tinggal di Kepulauan Lingga. Menurut dongeng, pada zaman dahulu di Pulau Lingga hanya ada gunung Daik dan sebuah gunung di Desa Mentuda.  Pada masa itu Orang Laut  tinggal di atas gunung Daik. Di Gunung Daik Orang Laut membuat suluh yang digunakan sebagai penerang saat mencari hasil laut di malam hari. Setelah sekian lama Orang Laut tinggal di gunung Daik, terbentuklah daratan. Setelah terbentuk daratan, datang orang-orang Melayu bermukim di Pulau Lingga. Sejak itu pulau Lingga dan sekitarnya menjadi tempat tinggal orang-orang Melayu.

Orang Laut di Lingga pada masa yang lalu berada dibawah pemerintahan raja-raja Melayu. Di zaman Melaka mereka berada di bawah pemerintahan Maharaja Lingga. Setelah itu terjadi peralihan kekuasaan, setelah Kerajaan Melaka runtuk di tahun 1511 dan selanjutnya berdirinya Kerajaan Johor, sepertinya pada masa itu kekuasaan Maharaja Lingga telah berakhir dan digantikan oleh penguasa dari Jambi keturunan Megat Mata Merah. Dikirakan di awal berdirinya Kerajaan Johor, Megat Raden Kuning anak Megat Mata Merah yang berasal dari Jambi berpindah ke Lingga. Megat Raden Kuning menetap di Daik dan menjadi penguasa Kepulauan Lingga di bawah takluk Johor. Pada masa kini masih dapat ditemukan Makam Megat Raden Kuning berada di Bukit Nyiur di Daik. Megat Raden Kuning yang menjadi penguasa Lingga menjadi pemimpin kelompok Orang Laut. Orang Laut taat setia kepada Megat Raden Kuning dan keturunannya sebagai penguasa wilayah Lingga. Keturunan Megat Raden Kuning selanjutnya bergelar Megat dan menjadikan Pulau Mepar sebagai pusat pemerintahan. Sebagai penguasa Lingga di bawah Sultan Johor, Pahang, Riau dan Lingga, keturunan Megat Raden Kuning bergelar Orang Kaya Lingga.

            Walaupun Orang Laut masyarakat yang tertinggal dan hidup sangat sederhana, namun mereka mempunyai juga seni tari tradisional. Sebagai masyarakat maritim, seni tari tradisional Orang Laut berhubungan dengan kehidupan mereka sebagai nelayan tradisional. Tarian tradisional yang hidup dan berkembang di tengah kehidupan Orang Laut yakni Tari Merawai. Rawai di Lingga merupakan alat tangkap ikan yang menggunakan tali dengan cara direntangkan dipasang banyak mata kail. Tari Merawai mengisahkan kehidupan Orang Laut yang bersama-sama menggunakan satu sampan pergi mencari ikan dengan menggunakan rawai.

Tari Merawai telah lama berkembang di Lingga. dalam sebuah buku terbitan  tahun 1960-an dapat ditemukan daerah Lingga mempunyai seni tradisional Tari Merawai. Sayangnya sebagian lembar buku ini telah hilang sehingga tidak diketahui judulnya. Buku ini berasal dari Rumah Cagar Budaya Datuk Laksamana Lingga dan diserahkan ke Museum Linggam Cahaya. Mengenai Tari Merawai dalam buku ini di halaman 63 dinyatakan “Tari Merawai dan tari zafin terdapat di Daik dan Tambelan, zafin umumnya terdapat di seluruh daerah.” Tari Merawai yang dinyatakan terdapat di Daik di dalam buku ini sebenarnya bukan bermaksud Tari Merawai bagian dari seni tari tradisional di Daik, tetapi pada masa itu Tari Merawai pernah menjadi bagian dari seni pertunjukan di Daik. Mahmud Ustman warga Daik yang sekarang menetap di Kelurahan Dabo mantan pensiunan Pegawai Negeri Sipil, yang berumur lebih dari 80 tahun, menurutnya Tari Merawai merupakan tarian Orang Laut Lingga. Pada tahun 1950-an beliau pernah menjadi panitia perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia di Daik. Pada waktu itu diadakan acara di lapangan Hang Tuah Daik dan diantara seni budaya yang ditampilkan yakni Tari Merawai. Pada masa itu Tari Merawai ditampilkan oleh Orang Laut dari Desa Duara sebelah Utara Lingga dan sekarang bagian dari wilayah Kecamatan Lingga Utara. Tari Merawai pada masa itu ada yang menyebutnya dengan joget mantang.

Tari Merawai pernah juga berkembang di masyarakat Orang Laut di Pulau Lipan, Desa Penuba, Kecamatan Selayar. Salah satu pelaku seni Tari Merawai yang ada di Pulau Lipan yakni seorang laki-laki Orang Laut yang bernama Anis. Menurut Anis, dia belajar seni Tari Merawai dari bapaknya. Pada tahun 1992, Anis bersama-sama 28 Orang Laut Pulau Lipan dibawa oleh Imran Nuh berangkat ke Pekanbaru untuk menampilkan seni Tari Merawai dalam acara pentas seni Suku Terasing di Pekanbaru. Pada waktu itu, agar lebih menarik, Imrah Nuh menjadi koreografer Tari Merawai. Pada tanggal 4-8 Juli 1999, diadakan Perkampungan Penulisan Melayu Serumpun di Daik. Kegiatan ini diikuti oleh beberapa peserta dari negara ASEAN, seperti dari Brunai Darussalam, Thailand, Singapura, Malaysia dan Indonesia. Dari Malaysia diikuti peserta dari Gabungan Penulis Nasional Malaysia (GAPENA), dan dari Korea Selatan diikuti oleh seorang peneliti. Dalam kegiatan ini ditampilkan berbagai seni pertunjukan budaya Melayu, yang diantaranya seni Tari Merawai yang ditampilkan oleh masyarakat Orang Laut dari Pulau Lipan.

Dalam tarian merawai, terdapat beberapa penari yang meniru gerak orang-orang yang merawai di atas satu sampan. Gerak yang ditiru dalam bentuk tarian yaitu:

1.      Tukang rawai

2.      Tukang kayuh

3.      Tukang timba

4.      Tukang kemudi

Tarian dilakukan berbaris, berkeliling mengitari panggung. Baris pertama menirukan orang melempar pancing kiri dan kanan, baris kedua menirukan orang berkayuh sampan, baris ketiga menirukan orang menimba air dan baris terakhir paling belakang, beradegan seperti orang mengemudi sampan. Sambil menari berkeliling mengitari panggung atau tempat diiringi dengan  nyanyian oleh seorang penyanyi yang diiring dengan musik tambur dan gong. Tarian dilakukan berulang-ulang mengikuti nyanyian yang dilantunkan oleh penari.  Naynyian menggunakan dialek bahasa Melayu tempatan yang menceritakan adegan tari merawai. Lirik nyanyian yang dilantunkan sebagai berikut:

Ade satu si tukang ghawai

Ada satu si tukang kayoh

Ada satu si tukang timbe

Ada satu si tukang kemudi

Keghiuk keghesau, keghiuk keghesau

 

Seni Tari Merawai merupakan indentitas Orang Laut yang hidup di laut dan hidup dengan mata pencaharian sebagai nelayan tradisional dengan peralatan yang sederhana. Seni rawai, menunjukkan Orang Laut hidup berkelompok saling bantu membantu antar sesama. Tari Merawai ditampilkan oleh Orang Laut untuk menghibur diri mereka dan mengingatkan kehidupan mereka sebagai masyarakat maritim yang hidup dan bertahan di laut. Seni Tari Merawai yang bermula dari seni budaya Orang Laut, selanjutnya mendapat tempat di tengah-tengah penggiat seni budaya Melayu di Kepulauan Riau. Pada tahun 2001, seni Tari Merawai pernah tampil di Melaka dalam acara satu acara seni budaya. Tari Merawai ditampilkan dengan koreografer Imran Nuh dan penarinya para penari bukan dari kelompok Orang Laut tetapi para penari orang Melayu Daik. Beberapa sanggar yang dibentuk oleh orang Melayu di Lingga, pernah juga menampilkan tari kreasi rawai di bebeberapa acara seni budaya Melayu yang diadakan pemerintah Kabupaten Lingga.


Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020

Komunitas Karya Budaya

IKA SARTIKA, AMK

Daik Lingga

085264459236

Isartika11.13@gmail.com

SYAMSUL ASRAR, S.ST, MM

Daik Lingga

081277799773

syamsul.asrar@gmail.com

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020

Maestro Karya Budaya

Anis

Pulau Lipan, Desa Penuba, Kecamatan Selayar

0

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020
   Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047