Genggong Bali

Tahun
2020
Nomor Registrasi
202001189
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
Bali
Responsive image
Perkembangan/ Sejarah Genggong Sejarah keberadaan alat musik Genggong di Bali diperkirakan telah ada semenjak awal abad 19, dimana alat musik ini dipergunakan oleh para petani untuk mengisi waktu luang. Secara cerita oral yang diwariskan secara turun temurun, disebut bahwa yang membuat Genggong adalah Tapak Mada (nama Mahapatih Gajah Mada ketika belum diangkat sebagai Mahapatih). Ketika Tapak Mada sedang berada di suatu hutan untuk membuat bendungan air, dibuatlah alat musik Genggong dan suling untuk mengisi waktu istirahatnya. Saat itu Tapak Mada melihat sebuah pohon enau, kemudian dibentuk menjadi Genggong. Seiring dengan perjalanannya keliling Nusantara, Tapak Mada membawa kesenian ini ke Bali. Keberadaan Genggong yang tersebar di berbagai wilayah di Bali memiliki sejarahnya masing-masing. Seperti Genggong di Banjar Pegok Sesetan yang diinformasikan sudah ada sejak tahun 1930-an dan sering dimainkan ketika itu di wilayah persawahan yang bernama Munduk Kresek (Carik Kresek). dimainkan ketika itu di wilayah persawahan yang bernama Munduk Kresek (Carik Kresek). Ketika itu ada disebutkan seorang bernama I Rudia dari Desa Bualu Kuta Selatan, Kabupaten Badung membawa sebuah alat musik Genggong. I Rudia mengajarkan kemampuan yang dimilikinya baik membuat dan bermain Genggong kepada I Katut Regen (Pekak Danjur), Dadong Kenyir, Dadong Mudi, dan Wan Kalot yang semuanya berasal dari Banjar Pegok Sesetan. Ketrampilan yang dimiliki oleh I Katut Regen (Pekak Danjur) diturunkan kepada putranya yang bernama I Ketut Ragia dengan mampu mengeksiskan genggong sampai tahun 1988 dengan ditampilkan sebagai pengisi acara pada saat lomba Desa Adat se-Bali. Sejak tahun 1988 itu genggong di Banjar Pegok Sesetan mulai ditinggalkan oleh masyarakat, karena keadaan geografis desa juga sudah mengalami perubahan dengan mulai berkurangnya lahan-lahan persawahan. I Ketut Ragia nampaknya ketika itu terus berproses walaupun sudah tidak ada lagi yeng peduli dengan seni musik genggong tersebut, ia terus menciptakan alat musik genggong dan terus menghafal teknik dan gending-gendingnya. Akhirnya I Ketut Ragia bersama keponakannya bernama Made Agus Wardana dari tahun 2015 hingga sekitar tahun 2018 mulai merekonstruksi kembali genggong di Banjar Pegok Sesetan bersama sanak keluarga lainnya dengan membuat kelompok (sekaa) genggong bernama Qakdanjur. Sekaa Qakdanjur ini merupakan kelompok seni yang didalamnya terdapat aktivitas belajar bermain dan membuat genggong. Pembuatan Genggong Bahan dan peralatan yang dipergunakan Bahan dasar pembuatan Genggong adalah pelepah enau, masyarakat Bali menyebutnya pugpug. Pelepah enau ini diproses sedemikian rupa, diantaranya direbus dan dikeringkan dalam jangka waktu tertentu sehingga siap untuk diproses untuk menjadi sebuah Genggong. Mengenai bahan pelepah daun enau saat ini mulai diganti menggunakan bambu. Adapun peralatan yang dipergunakan dalam membuat Genggong diantaranya pisau pemaja/ mutik, gergaji, benang kasur, potongan bambu, golok/ blakas, alat pahat berbagai ukuran. Proses Pembuatan Genggong Genggong sebagai alat musik tradisional awalnya terbuat dari pelepah daun enau yang sudah tua (nguyung), dibentuk sedemikian rupa dengan ukuran panjang sekitar 18 - 20 cm dan lebar sekitar 1,5 - 2 cm. Ukuran ini dibagi menjadi beberapa bagian seperti mulut cadik berukuran dua jari, bantang cadik berukuran dua jari, to gambi berukuran satu jari, paha berukuran empat jari, dan pangisiang berukuran satu setengah jari. Mengenai bahan pelepah daun enau saat ini mulai diganti menggunakan bambu. Memilih pelepah enau, kemudian dipotong-potong menjadi beberapa bagian, yang selanjutnya pelepah enau yang tekah dipotong ini akan menjadi bakalan Genggong. Selanjutnya, pelepah yang telah dipotong tersebut di rebus dan keringkan dengan cara dijemur sinar matahari sampai betul-betul kering. Ada juga yang melakukan proses pengeringan ini dengan cara dijemur sinar matahari serta ditaruh di punapi/ di atas perapian. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kelenturan dari bakalan Genggong tersebut. Setelah kering, maka dilanjutkan dengan proses selanjutnya, yakni membuat sketsa bentuk bagian-bagian Genggong ( pelayah, ikuh capung) dengan ukuran tertentu. Setelah pembuatan sketsa selesai, maka dilanjutkan dengan proses memahat serta menipiskan bakalan Genggong. Setelah proses pemahatan, penipisan selesai dilanjutkan dengan memasang tali dan tangkai untuk distel suaranya. Genggong dikategorikan dalam 2 jenis, Genggong lanang dan genggong wadon. Genggong lanang mempunyai suara lebih tinggi, sedangkan Genggong wadon mempunyai suara lebih rendah. Bahan baku dan proses pembuatan Genggong cukup sederhana siapapun bisa melakukannya, namun satu hal yang membutuhkan keahlian adalah saat menyetel suara Genggong sehingga menghasilkan suara sesuai dengan nada yang dibutuhkan. Description: C:\Users\BPNB Bali\Downloads\Green and Orange Playful Visual Arts Class Education Presentation.jpg Tehnik Memainkan Genggong Adapun teknik memainkan genggong menggunakan mulut dan resonansi tenggorokan sebagai penghasil nada dengan menggetarkannya menggunakan tali melalui teknik menarik-narik katik bambu(ngedet/mentil) dan dalam memainkannya pun harus ditopang dengan sikap tubuh yang baik, diantaranya duduk bersila dengan badan tegap sehingga mampu mengatur nafas dengan baik serta cara memegang Genggong dengan benar pula. Lima nada pokok yang ditimbulkan dengan pengolahan nafas (bhs Bali : engkah) dari alat musik genggong adalah ndeng, ndung, ndang, nding, ndong. Genggong sebagai seni musik tradisional pada masa lampau adalah bentuk pertunjukan individual (solo) atau perseorangan yang disajikan secara spontanitas oleh petani sebagai media hiburan dan menghilangkan penat ketika beristirahat setelah beraktivitas di sawah, selain itu digunakan sebagai media untuk memikat hati seorang perempuan di kalangan remaja yang hampir sama dengan seruling karena mudah untuk dibawa. Pementasan Genggong Pada awal munculnya Genggong hanya bisa dimainkan atau dipentaskan secara tunggal atau tidak digabungkan dengan alat musik lainnya. Saat pementasan tunggal ini, Genggong lanang yang mempunyai suara lebih tinggi melantukan gending utama, sedangkan genggong wadon dengan suara lebih rendah, untuk nyandetin/ menyahut. Namun dalam perkembangannya Genggong dipadukan dengan alat musik lainnya diantaranya seruling, rebab, ceng-ceng, klenong, embung dan sebagainya. Genggong selain sebagai seni musik yang dipertunjukan atau dimainkan secara individu, pada masa lampau juga dimainkan secara berkelompok seperti duet, trio, kuartet, dan bahkan septet. oleh para petani di sela-sela aktivitasnya sebagai petani. Ketika masyarakat petani sedang beristirahat setelah beraktivitas di sawah biasanya sering berbincang-bincang sambil memainkan genggong dengan teknik candetan (saling bersautan). Dalam perkembangannya Genggong dipadukan dengan alat musik lainnya sebagai pengiring berupa gambelan geguntangan yang meliputi suling, kendang, cengceng, kajar, klentit, klenang, klenong, dan gong. Perkembangan masa sekarang, genggong sebagai seni musik tradisional kembali digali dan direkonstruksi sebagai upaya-upaya pelestariannya. Salah satunya oleh Sekaa Genggong Qakdanjur Banjar terus berupaya merekonstrisi gending kuno seperti capung gantung, pusuh kadut, bungkak sari, dongkang menek biu, kidange nongklang crukcuke punyag, dan langsing tuban. Pertunjukan ini juga merekoneksi genggong dengan instrumen gambelan geguntangan untuk menunjukkan nuansa yang lebih bervariasi dan dilakukan juga reinovasi genggong sebagai pengiring fragmentari komedi yang bercerita Ampuang Angin. Fungsi Genggong Secara umum Genggong mempunyai beberapa fungsi di masyarakat, diantaranya fungsi estetika atau keindahan, sarana upacara, sarana interaksi masyarakat, sebagai media pendidikan, sebagai hiburan, wahana pelestarian alam, wahana pelestarian seni budaya. Di beberapa wilayah di Bali, Genggong memiliki beberapa fungsi yaitu Genggong di Banjar Pegok Sesetan yang mempunyai dua fungsi yaitu di masa lalu dan di masa sekarang. Genggong di Banjar Pegok Sesetan pada masa lampau berfungsi sebagai: (1) Ungkapan emosional rasa syukur dan bahagia dengan dapat menciptakan lagu (gending) yang menceritakan keindahan alam persawahan seperti gending galang kangin dan cerukcuk punyah; (2) Media hiburan masyarakat petani yang tergolong masyarakat agraris ketika beristirahat di sawah dalam aktivitasnya menanam padi, menghalau burung, dan panen; (3) Media komunikasi untuk memanggil para kerabat untuk ikut bermain genggong disela-sela kesibukan menggarap sawah dan juga digunakan sebagai media komunikasi dengan lawan jenis untuk menjalin tali cinta kasih; dan (4) Media integrasi sosial untuk memperkuat hubungan kekeluargaan antara pemain dengan pemain dan antara pemain dengan penikmat. Sedangkan fungsi Genggong di Banjar Pegok Sesetan pada masa sekarang yaitu (1) Media pendidikan yang dapat diamati dari gending-gending kuno dengan mengisyarakatkan bagaimana pentingnya menjaga alam lingkungan sekitar. Genggong juga dapat mengingatkan generasi sekarang akan sejarah nenek moyangnya sebagai petani yang mampu menciptakan karya seni musik yang sangat indah serta unik, dan masa sekarang nampak juga pada proses pengajaran kepada anak-anak mengenai teknik membuat, memainkan, dan merawat alat musik genggong; (2) Media integrasi sosial juga nampak pada masa sekarang ketika individu-individu masyarakat akhirnya mengalami pembauran dengan membentuk sekaa genggong Qakdanjur; (3) Media hiburan juga menjadi fungsi genggong pada masa sekarang, tetapi menghiburnya tidak lagi spontanitas, melainkan dengan persiapan sedemikian rupa khusus untuk hiburan masyarakat; (4) Pengiring tari juga menjadi fungsi genggong pada masa sekarang yang dikolaborasikan dengan instrumen musik gambelan geguntangan.

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020

Komunitas Karya Budaya

Sekaa Genggong Qakdanjur

Jl Kresek No.10, Banjar Pegok, Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali

081280404130

Qakdanjur@gmail.com

Pemerintah Desa Bebandem Kecamatan Bebandem Kabupaten Karangsem

Bebandem, Kabupaten Karangasem, Bali

036322050

-

Sekaa Genggong Angganing Cita Parawerti

Desa Pakraman Jungsri Desa Bebandem Kecamatan Bebandem Kabupaten Karangasem

0

-

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020

Maestro Karya Budaya

I Ketut Ragia

Jl Kresek No.10, Banjar Pegok, Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali

0

Qakdanjur@gmail.com

I Made Agus Wardana, S.Sn

Jl. Raya Sesetan, Gg. Gurami 2b, Banjar Pegok, Kelurahan Siesta, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali

081280404130

madeaguswardana@gmail.com

I Ketut Naba

Desa Pakraman Jungsri Desa Bebandem Kecamatan Bebandem Kabupaten Karangasem

0

-

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020
   Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047