Kulipu

Tahun
2020
Nomor Registrasi
202001214
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
Sulawesi Utara
Responsive image
1) Asal Usul Musik Kulipu Beberapa catatan sejarah Kerajaan Kaidipang Besar, terdapat tiga satuan pemerintahan setingkat kerajaan, yakni Kerajaan Kaidipang Kerajaan Bolaang Itang, dan Kerajaan Bintauna. Ketiga kerajaan ini disatukan oleh Raja Kaidipang Ram Suit Pontoh pada tahun 1912 menjadi Kerajaan Kaidipang Besar yang berpusat di Buroko. Pada masa itu pula pusat kerajaan ditata sebagaimana halnya suatu kota dengan berbagai fasilitas, di mana sebagian masih terlihat sampai saat ini, seperti jalan, lapangan terbuka, keratin/kedaton (kediaman raja) dan masjid. Konon pada masa Raja Ram Suit Pontoh inilah, hubungan baik dengan Kolonial Belanda dijalin, hal ini dilakukan untuk kesejahteraan rakyat. Beberapa informasi dan catatan tentang Kerajaan Kaidipang ditulis oleh Safroedin Korompot, menyebutkan bahwa perangkat music kulipu diperoleh melalui hadiah dari Kerajaan Goa di Sulawesi Selatan kepada Raja Maurits Datu Binangkal yang dinobatkan kurang lebih pada tahun 1630. Sejak itu perangkat musik kulipu tersebut menjadi miliki Kerajaan Kaidipang, sampai dengan penggambungan kerajaan menjadi Kerajaan Kaidipang Besar. Penggunaan alat musik tersebut hanya untuk upacara perkawinan dan kematian bagi raja dan keturunannya serta penjemputan tamu-tamu pembesar dari luar kerajaan. 2) Wujud Kulipu Kulipu pada dasarnya bukan merupakan alat music yang berdiri sendiri, melainkan terdiri dari beberapa alat music dan merupakan suatu kesatuan. Tiap bagian memiliki bunyi khasnya masing-masing dan digunakan sesuai dengan peruntukannya. Bagian-bagian dari Kulipu terdiri sebagai berikut: - Boning/Kolintango: terbuat dari bahan baku besi, yang terdiri dari 5 bonang dengan ukuran yang berbeda dan bisa menghasilkan bunyi/nada pentatonic (lima nada). Bonang dimainkan menggunakan dua stik (alat pemukul dari bahan kayu yang dililit dengan bahan karet). - Gendang/Gonongo: terbuat dari bahan kulit binatang. Gendang dimainkan dengan menggunakan jari tangan sehingga menimbulkan bunyi tertentu. - Gong: terbuat dari bahan baku besi yang digantung disebuah kerangka kayu yang sudah didesain sesuai besar dan bentuk gong. Gong dimainkan dengan menggunakan stik kayu yang ujungnya dililit dengan bahan karet. - Pemain menggunakan pakaian adat daerah dan jumlahnya tiga orang. 3) Kegunaan Musik Kulipu Kesenian umumnya atau seni music khususnya memiliki sifat yang khas, dibandingkan dengan unsur kesenian yang lain. Sifat khas yang dimaksud adalah bahwa kesenian dapat dinikmati oleh setiap orang dengan tidak mengenal batas kesukuan, atau kebangsaan (Melalatoa; 1989). Namun jenis kesenian tertentu seperti musik Kulipu yang terdapat pada masyarakat Kaidipang, Bolang Ngitang dan Bintauna serta Bolaang Mongondow, diakui sebagai milik masyarakat, tetapi penggunaannya hanya pada golongan masyarakat tertentu dan peristiwa tertentu pula, seperti dalam upacara kematian dan perkawinan di lingkungan kerajaan, sehingga musik kulipu memiliki kekhasan sendiri, atau dengan kata lain, walaupun alat kelengkapan dari musik tersebut sama atau sedikit bervariasi antara masyarakat atau suku bangsa yang satu dengan yang lain, tetapi dari segi kegunaannya hanya diperuntukkan pada golongan masyarakat tertentu. Kegunaan musik kulipu pada masyarakat pendukungnya dapat dibedakan atas golongan bangsawan (raja dan keturunannya), dan sebagai media informasi untuk masyarakat umum. Raja dan keturunan yang diperbolehkan untuk menggunakan musik kulipu yakni mereka yang memiliki garis keturunan langsung dari pihak laki-laki dan perempuan. Namun terdapat pengecualian bagi keturunan perempuan yang menikah dengan laki-laki yang bukan dari kaum bangsawan, maka anak keturunannya tidak memiliki hak untuk menggunakan musik kulipu. Hal ini terlihat bahwa masyarakat Kaidipang Besar menghitung garis keturunan dari pihak laki (ayah), dalam istilah antropologi dikenal dengan system patrilineal. Kapan musik kulipu digunakan/dibunyikan, yakni pada saat upacara pemakaman dan peringatan dalam hari-hari tertentu dari kematian raja dan keturunannya, seperti peringatan tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari dan satu tahun. Selain dalam kematian, musik kulipu digunakan dalam rangkaian upacara perkawinan yang di mulai dari upacara peminangan, antar harta, meratakan gigi, dan puncak acara perkawinan yakni upacara akad nikah. Untuk membedakan penggunaan musik kulipu dalam kedua upacara ini yakni dari segi bunyi bunyi/nada yang digunakan. Jika bunyi/nada yang digunakan agak lambat sehingga kedengaran sedih dan merdu, hal ini menandakan adanya kematian. Sedangkan bunyi/nada dari musik kulipu agak cepat (kegembiraan) menandai upacara perkawinan Musik kulipu digunakan pula dalam penjemputan tamu-tamu agung dari luar kerajaan, yakni sebagai music pengiring tarian giyomu yakni tarian penjemputan tamu kerajaan yang berasal dari luar daerah, terdapat pula kegunaan sebagai: - Musik kulipu dibunyikan sebagai pertanda masuknya bulan puasa yang dimulai pada tanggal 1 ramadhan dan memasuki hari raya Idul Fitri pada tanggal 1 Syawal, serta hari raya Idul Adha pada tanggal 10 Zulhijjah. - Musik kulipu dibunyikan untuk menandai mulai dan berakhirnya pelaksanaan tadarrus/pembacaan Al Qur’an setelah shalat tarawih di bulan ramadhan (puasa). Dalam perkembangannya, setelah di hapusnya system swapraja pada tahun 1952 ditandai dengan berakhirnya system kerajaan. Pada masa itu, perangkat adat di seluruh wilayah Bolaang Mongondow hanya dilaksanakan di tingkat desa, yakni dalam: upacara kematian, perkawinan dan penjemputan tamu, begitu pula dengan penggunaan symbol dan perangkat tertentu seperti kelengkapan musik dan tarian. Music kulipu tidak hanya digunakan dalam upacara kematian dari pejabat di daerah yakni: bupati, camat, dan kepala desa (sangadi) walaupun mereka bukan kaum bangsawan, hal ini hanya semata-mata sebagai bentuk penghormatan terhadap pemimpin formal saat ini. Kulipu dapat digunakan pada beberapa event atau acara-acara dan hanya diperbolehkan dilakukan pada acara-acara berikut ini - Pengukuhan Raja secara adat - Penobatan Bupati secara adat - Penobatan Camat secara adat - Pernikahan Para Raja dan Keturunannya - Pemakaman Para Raja dan Keturunannya - Penjemputan tamu kebesaran yang di sertai dengan permainan tarian Giomu dan Tinggulu - Acara Mopohabaru (memberi) kabar oleh pelaku dan pemangku adat baik tingkat desa, kecamatan atas hasil musyawarah ketingkat kabupaten Bobato-bobato SKPD menuju ke kediaman tuan Raja atau Bupati dalam rangka menyampaikan waktu pelaksanaan bulan suci ramadhan hari raya Idul Fitri dan menjelang lebaran Idul Adha. - Pelaksanaan Tadaruz Al-Qur’an di rumah dinas Bupati dan rumah dinas Camat. 4) Fungsi dan Makna Kulipu Fungsi seni dari musik kulipu harus dilihat dari pemahamannya yang tepat mengenai nilai seni dari music itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh tingkat teknik tertentu dan unik, serta oleh perangkat kaidahnya yang jelas (Sedyawati, 2008:194). Selanjutnya dijelaskan bahwa alunan nada yang mengalir mengikuti struktur musical yang telah ter-pokok (terpola-penulis) kedalam beberapa tipe komposisi mampu menumbuhkan/melahirkan suasana kesedihan, ketenangan, dan keriangan (gembira) bahkan rasa cinta. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, musik kulipu ini pada awalnya hanya diperuntukkan bagi raja dan keturunannya dari pihak laki-laki. Akan tetapi, musik kulipu diperuntukkan bagi kalangan tertentu, di mana warga masyarakat dari berbagai kalangan dapat menikmatinya dalam suasana duka (kematian) maupun suka (perkawinan) dari pemimpinnya mulai dari bupati, camat, dan kepala desa/lurah. Dalam perkembangannya, musik kulipu tidak hanya pada suasana duka dan suka, tetapi musik kulipu dibunikan sebagai pemberi informasi kepada warga masyarakat tentang hari-hari besar keagamaan bagi umat islam seperti: - Dimulai dan berakhirnya kewajiban berpuasa pada bulan Ramadhan (tanggal 1 Ramadhan). - Pertanda masuknya hari raya Idul Fitri pada tanggal 1 Syawal. - Pertanda masuknya hari raya Idul Adha (Hari Raya Haji) pada tanggal 10 Zulhijjah. Musik kulipu selain memiliki fungsi social sebagai pemberi informasi (media informasi) yang telah dikemukakan diatas, music ini juga merupakan salah satu symbol kerajaan yang telah dipertahankan secara turun temurun dan dipelihara keutuhannya. Disamping itu, simbol-simbol fisik lainnya berupa: kediaman raja (keraton), pakaian kebesaran, mahlota dan kelengkapan perang. Hal ini menunjukkan bahwa musik kulipu mempunyai nilai-nilai sakral apabila salah gunakan (diperuntukkan) kepada yang bukan berhak, maka baik yang memainkan (memukul) maupun yang diperuntukkan, kedua-duanya dipercayai oleh masyarakat akan mendapat kutukan berupa sakit maupun kematian. Untuk memainkan (memukul) musik kulipu, tidak ditemukan ritual tertentu dari dukun atau pemimpin agama terhadap para pemain sebelum mereka memulainya. Tidak seperti halnya kesenian tradisional yang berasal dari masyarakat Gayo (Aceh Tengah) yakni tari saman yang dijuluki tari “tangan seribu” yang sudah deikenal luas oleh masyarakat Indonesia (bahjan masyarakat Internasional). Orang lebih banyak mengenal dan memiliki gerakan gerakannya yang unik dan enak dipandang (Melalatoa, 1983:33) Dari proses penggunaan dan peruntukkan alat musik kulipu, maka dapat pula disimpulkan, bahwa alat musik memenuhi fungsi-fungsi secara teoritis, yaitu sebagai: (1) Alat Komunikasi, karena kulipu digunakan untuk mewartakan berita tertentu kepada masyarakat baik kematian atau pernikahan anggota kerajaan; (2) Sarana Hiburan, di mana alat musik ini tentu saja digunakan untuk tujuan rekreasional; (3) Musik Pengiring Tarian, menjadi jelas karena alat musik ini digunakan sebagai pengiring tarian Giyomu; (4) Sarana adat budaya (ritual), yang digunakan dalam upacara-upacara adat tertentu; (5) Sarana Ekonomi, sekalipun ini secara tidak langsung dan tidak wajib, karena para pemain kulipu seringkali mendapatkan insentif dari kegiatan memainkan musik ini; (6) Sarana pengembangan diri, di mana Kulipu juga memiliki fungsi preservasi yang menjaga kebudayaan daerah untuk lestari dan pada pihak lain juga mengembangkan kreatif karena juga terikat secara langsung dengan tarian tertentu dan kegiatan kesenian spesifik lainnya. Upaya Pelestarian dan Program-Program Kedepan Ø Pelindungan: a. Diusulkan sebagai WBTB daerah, b. Pemerintah Daerah akan menetapkan untuk penerimaan tamu pada acara berskala besar menggunakan tarian tradisional Tinggulu Giyomu Ø Pengembangan: a. Tahun 2018 Dinas DIKBUD melaksanakan pelatihan tarian tradisional Tinggulu Giyomu kepada siswa SD, SMP. sehingga saat ini semua sekolah SD/SMP melalui dana BOS menggangarkan pengadaaan pakaian tari tradisional Tinggulu Giyomu, b. Pada tahun 2019 mengikuti Festival Multikultur di Jogjakarta kerjasama dengan BPNB Sulawesi Utara, Ø Pemanfaatan: Setiap kegiatan daerah dalam skala besar akan ditampilkan tari tradisional Tiggulu Giyomu sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap tamu/undangan, Ø Pembinaan: Saat ini disemua sekolah SD/SMP telah terbentuk sanggar seni budaya sekolah dan salah satu tarian yang wajib dilatih kepada siswa adalah tarian Tinggulu Giyomu.

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020

Komunitas Karya Budaya

Sanggar Mogusato

Desa Boroko, kec. Kaidipang, Kab. Bolaang Mongondow Utara

082192334703

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020

Maestro Karya Budaya

Idris Patadjenu, S.Pd

Desa Boroko, kec. Kaidipang, Kab. Bolaang Mongondow Utara

082192334703

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020
   Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047