Tapis

Tahun
2013
Nomor Registrasi
201300019
Domain
Kemahiran dan Kerajinan Tradisional
Provinsi
Lampung
Responsive image

Orang Lampung telah mengenal teknik tenun kain brokat yang disebut nampan (tampon) dan kain pelepai sejak abad II Masehi. Kain ini menggunakan motif kait dan kunci (key and rhomboid shape), pohon hayat dan bangunan yang berisi roh manusia. Selain itu, terdapat juga motif Binatang, Matahari, Bulan, dan Bunga Melati.

Sejarah juga mencatat bahwa Tapis Lampung telah disebutkan dalam Prasasti Raja Balitung (Abad IX Masehi) sebagai barang yang dihadiahkan. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa Tapis sejak jaman dahulu merupakan barang mahal, karena pada dasarnya barang yang dihadiahkan adalah barang yang memiliki nilai-nilai tertentu. Bersamaan pada abad tersebut, kain songket telah berkembang di lingkungan Kerajaan Sriwijaya, dimana kain songket telah ada sejak jaman Kerajaan Malayu (Abad V Masehi). Penggunaan benang emas dalam budaya tenun Indonesia merupakan hasil kontak dagang dengan Bangsa China sebagai penemu benang emas sejak masa sebelum masehi.

Sejarah mencatat pula, bahwa bangsa Lampung telah melakukan kontak dagang dengan bangsa China sejak Abad V Masehi, ketika Kerajaan P'o-Huang (dapat dieja "Bawang" yang berarti Rawa dalam Bahasa Lampung) mengirimkan utusannya ke Negeri China pada Tahun 449 M dengan membawa Upeti dan 41 jenis barang dari P'o-Huang yang diperdagangkan ke China (Kitab Liu Sung Shu, 420-479 M). Bahkan berdasarkan temuan keramik China masa Dinasti Han (203-220 M) mengindikasikan bahwa perdagangan antara bangsa Lampung Kuno dengan China telah berlangsung sejak awal Abad Ill Masehi.

Dikenal juga tenun kain tapis yang bertingkat, disulam dengan benang sutera putih yang disebut Kain Tapis lnuh. Hiasan-hiasan yang terdapat pada kain tenun Lampung juga memiliki unsur-unsur yang sama dengan ragam hias di daerah lain. Hal ini terlihat dari unsur-unsur pengaruh tradisi Neolithikum yang memang banyak ditemukan di Indonesia.

Masuknya agama Islam di Lampung, ternyata juga memperkaya perkembangan kerajinan tapis ini. Walau pun unsur baru tersebut telah berpengaruh, unsur lama tetap dipertahankan. Adanya komunikasi dan lalu lintas antar di kepulauan Indonesia sangat memungkinkan penduduknya mengembangkan suatu jaringan maritim. Dunia kemaritiman atau disebut dengan jaman bahari sudah mulai berkembang sejak jaman kerajaan Hindu Indonesia dan mencapai kejayaan pada masa pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan islam antara tahun 1500 -1700. Bermula dari latar belakang sejarah ini, imajinasi dan kreasi seniman pencipta jelas mempengaruhi hasil ciptaan yang mengambil ide-ide pada kehidupan sehari-hari yang berlangsung disekitar lingkungan seniman dimana ia tinggal.

Penggunaan transportasi pelayaran saat itu dan alam lingkungan laut telah memberi ide penggunaan motif hias pada kain kapal. Ragam motif kapal pada kain kapal menunjukkan adanya keragaman bentuk dan konstruksi kapal yang digunakan. Dalam perkembangannya, ternyata tidak semua suku Lampung menggunakan Ta pis sebagai sarana perlengkapan hidup. Suku Lampung yang umum memproduksi dan mengembangkan tenun Tapis adalah suku Lampung yang beradat Pepadun. Kain tenun tradisional dibuat tidak semata-mata sekedar untuk memenuhi kebutuhan perlengkapan dalam berpakaian saja, namun sebaliknya terselip pula karsa, cipta, dan rasa yang secara tidak langsung menunjukkan cerminan jiwa dan alam lingkungannya. Masyarakat Lampung semenjak lama telah memiliki corak tenun yang rumit, mereka memiliki kemampuan membuat alat-alat tenun tradisional dengan menciptakan desain yang unik dan mengenal teknik pewarnaan yang alami.

Masyarakat Lampung memiliki banyak hasil karya tenun tradisional, diantaranya adalah kain tapis (tapis bermakna menimpa/ditimpa). Kain Tapis adalah jenis tenunan yang berbentuk seperti kain sarung, dipakai oleh kaum wanita suku bangsa Lampung, terbuat dari benang kapas, pada umumnya bermotif dasar garis horizontal, pada bidang tertentu diberi hiasan sulaman benang emas, benang perak, atau sutera dengan menggunakan sistem sulam (cucuk). Desain motif pada kain tapis antara lain geometris, flora, fauna, manusia, dan lain-lain. Kadangkala kain tapis diberi hiasan aplikasi dengan bahan lain semacam kaca, moci (payet), uang logam, dan sebagainya.

Di daerah Krui dan sekitarnya terdapat jenis kain tapis yang disebut dengan kain inuh. Kain lnuh pada umumnya dibuat dengan sistem tenun ikat dan pada bidang horizontal tertentu disulam dengan benang-benang sutera, serat daun nenas, dan lain-lain. Jenis tenunan tersebut berbentuk seperti kain sarung dan dipergunakan oleh wanita dalam kaitannya dengan upacara adat masyarakat Lampung.

Makna dan Simbol dalam Kain Tapis

Awai mula kain tapis dibuat sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur, misalnya saja adanya motif kapal, kapal digambarkan sebagai wahana atau kendaraan roh dalam perjalanan menuju alam setelah meninggal (alam baka). Serta dikaitkan dengan bentuk pemujaan terhadap tokoh leluhur atau nenek moyang. Selanjutnya penggunaan kain tapis dalam perkembangannya dimanfaatkan pada acara-acara adat sepanjang lingkaran hidup yang terkait dengan ritual keagamaan. Ritual tersebut adalah sarana untuk menghubungkan manusia dengan alam roh. Penggunaan kain tapis sangat erat kaitannya dengan penggunaan secara praktis dan fungsi simbolis yang kemudian diberi makna ritual. Muatan simbol pada kain ta pis adalah sebagai penghubung dari berbagai makna pelaksanaan upacara adat di sepanjang lingkaran hidup manusia.

Makna simbolis yang terkandung dalam motif kain tapis selalu berkaitan dengan lingkungannya, secara filosofis erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat Lampung baik masyarakat Lampung pesisir/saibatin maupun masyarakat Lampung pepadun. Sebagai contoh motif tapis dengan motif kapal. Kapal dianggap sebagai kendaraan yang membawa perjalanan kehidupan manusia mulai dari kelahiran, masa anak-anak, masa remaja, dewasa, masa perkawinan, sampai pada masa kematian. Motif ini dianggap sebagai simbol perjalanan hidup manusia.

Sementara itu fungsi praktis kain tapis sangat terkait dengan salah satu perlengkapan dalam upacara adat. Berbagai tata cara penggunaan dan letak kain mengisyaratkan bahwa kain Tapis sangat menentukan kesempurnaan dalam persyaratan kesucian dan keagungan sebuah upacara adat. Kain Tapis juga mencerminkan status sosial seseorang dalam masyarakat adat, apakah dia sebagai tokoh adat, tokoh masyarakat, dan mencerminkan tingkat kepenyimbangan. Karena jenis kain tapis tertentu hanya dimiliki dan dipergunakan oleh kalangan terbatas, seperti pada kelompok pemimpin adat/penyimbang.

Fungsi praktis kain Tapis pada umumnya karena dikenakan oleh kaum wanita saat pada acara-acara adat; kemudian dikenakan oleh para penari; sebagai mas kawin pada upacara perkawinan; sebagai hadiah pada upacara perkawinan maupun khitanan; penutup dan pembungkus makanan; alas kepala dan alas tempat duduk dalam berbagai upacara adat; sapu tangan pengantin wanita; serta penutup punggung mempelai (kain nampan). Sedangkan pada kain pelepai dan tatibin dipergunakan atau dibentangkan pada dinding sewaktu ada upacara: khitanan anak penyimbang; perkawinan; kematian; dipakai sebagai gendongan bayi saat upacara cukuran bayi; ngelamo; dan pada saat bayi diberi gelar adat.


Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

Komunitas Karya Budaya

Azhari Kadir

Jl M Saleh No.14, Kota Baru, Tanjung Karang Timur, Bandar Lampung

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

Maestro Karya Budaya

Azhari Kadir

Jl M Saleh No.14, Kota Baru, Tanjung Karang Timur, Bandar Lampung

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047