Pada masa Kesultanan Lingga-Riau sudah berkembang adat istiadat majlis perjamuan baik di Istana maupun diluar Istana. Dalam tradisi Melayu Lingga, setiap makanan yang dihidangkan di atas ceper atau paha untuk santapan lima orang di acara resmi atau majelis adat istiadat lazimnya sebelum disantap para tamu perlu ditutup dengan tudung saji. Untuk kelihatan indah dan molek sekaligus sebagai pertanda memuliakan makanan dan tamu, di atas tudung saji ditutup dengan kain tudung hidang. Tradisi menggunakan kain tudung hidang telah lama ada karena masih dapat ditemukan beberapa kain tudung hidang yang dibuat pada zaman Kerajaan Lingga-Riau. Seperti beberapa kain tudung hidang peninggalan di Rumah Cagar Budaya Datuk Laksamana Lingga dan Museum Linggam Cahaya. |
Kain tudung hidang dibuat dari kain yang dijahit berbentuk segi empat ditengah nya ditekad dengan motif bunga-bungaan. Warna kain yang digunakan yaitu kuning, merah dan hijau. Ditengah-tengah kain dipasang kain segi empat yang ditekat dengan corak bunga sebagai hiasan dengan motif bunga kesemak, bunga teratai, bunga ketola dan lain-lain. Kain tudung hidang dibuat dari kain tiga warna yakni kuning, merah dan hijau. Ditengah-tengah kain dipasang kain segi empat yang ditekat dengan corak bunga sebagai hiasan. Kain tudung hidang yang terdiri dari tiga warna mempunyai makna tersendiri. Warna kuning bermakna keagungan, warna hijau kesuburan, dan merah berarti berani.
Makna : Melindungi, keindahan dan keserasian. |
Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020
1586453469-tetap-Kain_Tudung_Hidang.mp4 | 593.89 MB | download |
© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya