LEGENDA PAYA CUPAK
Sebuah cerita legenda di daerah Sungkai Kota Negara Kabupaten Lampung Utara. Sekitar tahun 1800 keturunan dari tuan Ria Mandala Bulan mau mengadakan begawi besar ( pesta adat ). Mereka akan memotong kerbau 25 ekor, namun ternyata di kampung lain ada Penyimbang yang memotong kerbau 30 ekor.
Karena tuan Ria Mandala Bulan tidak mau kalah dicarinyalah tambahan kerbau untuk menggenapi 30 ekor. Sampai pelosok kampung telah ditelusuri untuk mencari kerbau tersebut. Alhasil hingga akhir kerbau kurang 2 ekor. Semua kampung sudah tidak ada lagi kerbau untuk dipotong ( sudah habis ). Kemudian tuan Ria Mandala berfikir bahwa dia punya orang yang menjaga kebun yang bisa disuruh atau pesuruh Namanya si Cupak dan si Ganta.
Kemudian ia berniat untuk mencukupi kembali 30 ekor kerbau tersebut yang akan dipotong pada Gawi Balak Tuan Ria Mandala. Untuk menggenapinya 2 orang pesuruh itu dijadikan sebagai gantinya. Si Gantan tahu bahwa ia akan dipotong sebagai pengganti kerbau, makai a pun pergi dengan menghilang dari kampung. Akan tetapi, si Cupak terus dipotong kepalanya. Sewaktu hendak dipotong kepalanya, si cupak bersumpah yang berbunyi : “Kalian saya kutuk sampai ke tujuh turunan tidak bisa melebihi dari 1 anak laki-laki yang akan hidup.” Dan sumpah terjadi sampai turunan ke tujuh dari tuan Ria Mandala yang bergelar Sesunan Cungkai di Langik. Bapak yang dipertuan dari Sesunan Cungkai di Langik masih satu yang hidup keturunannya.
Kemudian kepala si Cupak di Paya ( rawa ) dan sampai sekarang masih Paya Cupak namanya. Riwayat ini diabadikan di Adek ( Gelar ) Meghanai ( laki-laki bujang ) yang di pertuan berbunyi yang di pertuan Sakti, keterangan masyarakat dikampung. Menggoyangkan sungai dari jaman dahulu, saya bercerita kepada keturunan yang masih hidup, dahulu memotong kerbau 25 ekor di genapi menjadi 26 ekor dari manusia. Ini sebagai pemegang kunci keturunan Semenguk yang ada di Sungkai. Legenda ini masih ada di daerah Sungkai Kota Negara. Tempat tersebut berbentuk rawa yang mana airnya berwarna kemerahan dan berbau agak amis. Hal ini menunjukkan warna kemerahan itu adalah darah si Cupak yang mengalir di dalam rawa ( Paya ) tersebut. Dan saat ini rawa tersebut bernama Paya Cupak.
Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020
1582875155-tetap-Legenda_Paya_Cupak.mp4 | 47.44 MB | download |
© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya