Ebeg Banyumas

Tahun
2021
Nomor Registrasi
202101307
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
Jawa Tengah
Responsive image

Kesenian Ebeg berkembang di daerah Jawa Tengah khususnya wilayah Banyumas, Purbalingga,Cilacap, dan Kebumen. Kesenian Ebeg termasuk dalam seni tari tradisional yang bercerita tentang ksatria yang berlatih perang (Pangeran Diponegoro). Kes

 

Kesenian Ebeg berkembang di daerah Jawa Tengah khususnya wilayah Banyumas, Purbalingga,Cilacap, dan Kebumen. Kesenian Ebeg termasuk dalam seni tari tradisional yang bercerita tentang ksatria yang berlatih perang (Pangeran Diponegoro). Kesenian ini telah berkembang sejak meletusnya perang diponegoro (de java oorlog, 1925-1930). Pemain ebeg terdiri dari 5 ? 8 personil yang menari dengan diiringi gamelan. Tarian ini sejatinya melambangkan dukungan rakyat terhadap Pangeran Diponegoro dalam melawan imperialisme kolonial Belanda. Pada pementasannya, tari ebeg terdiri dari empat pembabakan (fragmen), yaitu fragmen buto lawas yang dilakukan 2 kali, fragmen senterewe, dan fragmen begon putri. Tarian ebeg tidak memerlukan teknik koreografi yang rumit, tetapi penarinya dituntut untuk bergerak secara selaras dan kompak satu sama lain sesuai ritme alunan musik gamelan. Masyarakat banyak yang mengaitkan kesenian ini dengan hal-hal yang bersifat magis, mengingat dalam salah fragmen tertentu, penari mengalami kerasukan dan hilang akal(trance). Ketika para penari mulai kesurupan (mengalami trance/ mendhem/ wuru), tanpa sadar mereka memakan pecahan kaca, bara api dan benda benda berbahaya lainnya, makan dedaunan yang belum matang, dedhek/ kathul (pakan ternak), kemudian mengupas serabut kelapa dengan gigi, memakan), serta bertingkah sepeti monyet, ular, dll . Hal ini sebagai simbol kakuatannya Satria. Simbol ksatria lainnya juga dilambangkan dengan menunggangi kuda kepang yang menggambarkan kegagahan prajurit berkuda. Pertunjukan ebeg biasanya dilengkapi dengan atraksi barongan, penthul dan cepet (makhluk imajiner). Kesenian ini pada dasarnya membawa pesan yang baik yaitu tentang imbauan kepada manusia agar senantiasa melakukan kebaikan dan ingat kepada Sang Pencipta. Kesenian ebeg mulai dipentaskan setelah waktu duhur atau sekitar pukul 13.00 hingga pukul 15.00. Tarian ini dipentaskan di tempat yang lapang dan terbuka. Peralatan yang penunjang kesenian ini antara lain Gendhing pengiring, terdiri dari kendang, saron, kenong, gong, dan terompet. Selain itu, instrumen yang digunakan penari antara lain kostum dan kuda yang terbuat dari bambu (ebeg). Sesaji (uba rampe) yang disediakan untuk pertunjukan ini antara lain bunga-bungaan, pisang, kelapa muda (degan), jajanan pasar, dll. Lagu yang dimainkan untuk mengiringi kesenian ebeg ini merupakan lagu-lagu Banyumasan (berlogat khas ngapak) seperti ricik-ricik, Tole-Tole, Waru Doyong, sekar gadung gudril, blendrong, lung gadung, cebonan, dll. Penari ebeg tersusun berdasarkan formasi 1 orang sebagai penthul-tembem (pemimpin atau dalang) dan 7 orang sebagai pemain gamelan (niyaga). Penthul-tembem (pemimpin) memiliki tanda khusus yaitu memakai topeng. Selain penari, dalam kesenian ini juga terdapat Penimbun atau orang yang menyembuhkan sekaligus membuang roh ghaib dari tubuh para penari. Panimbun beraksi untuk menyembuhkan pemain yang mengalami kesurupan (trance) pada fragmen terakhir. Penimbun/ penimbul merupakan tokoh masyarakat setempat yang ahli dalam menyembuhkan gangguan roh-roh halus. Para penari mengalami kesurupan sebagai efek yang ditimbulkan akibat pembakaran kemenyan yang menjadi syarat pementasan untuk persembahan kepada para arwah maupun penguasa makhluk halus disekitar.enian ini telah berkembang sejak meletusnya perang diponegoro (de java oorlog, 1925-1930). Pemain ebeg terdiri dari 5 ? 8 personil yang menari dengan diiringi gamelan. Tarian ini sejatinya melambangkan dukungan rakyat terhadap Pangeran Diponegoro dalam melawan imperialisme kolonial Belanda. Pada pementasannya, tari ebeg terdiri dari empat pembabakan (fragmen), yaitu fragmen buto lawas yang dilakukan 2 kali, fragmen senterewe, dan fragmen begon putri. Tarian ebeg tidak memerlukan teknik koreografi yang rumit, tetapi penarinya dituntut untuk bergerak secara selaras dan kompak satu sama lain sesuai ritme alunan musik gamelan. Masyarakat banyak yang mengaitkan kesenian ini dengan hal-hal yang bersifat magis, mengingat dalam salah fragmen tertentu, penari mengalami kerasukan dan hilang akal(trance). Ketika para penari mulai kesurupan (mengalami trance/ mendhem/ wuru), tanpa sadar mereka memakan pecahan kaca, bara api dan benda benda berbahaya lainnya, makan dedaunan yang belum matang, dedhek/ kathul (pakan ternak), kemudian mengupas serabut kelapa dengan gigi, memakan), serta bertingkah sepeti monyet, ular, dll . Hal ini sebagai simbol kakuatannya Satria. Simbol ksatria lainnya juga dilambangkan dengan menunggangi kuda kepang yang menggambarkan kegagahan prajurit berkuda. Pertunjukan ebeg biasanya dilengkapi dengan atraksi barongan, penthul dan cepet (makhluk imajiner). Kesenian ini pada dasarnya membawa pesan yang baik yaitu tentang imbauan kepada manusia agar senantiasa melakukan kebaikan dan ingat kepada Sang Pencipta. Kesenian ebeg mulai dipentaskan setelah waktu duhur atau sekitar pukul 13.00 hingga pukul 15.00. Tarian ini dipentaskan di tempat yang lapang dan terbuka. Peralatan yang penunjang kesenian ini antara lain Gendhing pengiring, terdiri dari kendang, saron, kenong, gong, dan terompet. Selain itu, instrumen yang digunakan penari antara lain kostum dan kuda yang terbuat dari bambu (ebeg). Sesaji (uba rampe) yang disediakan untuk pertunjukan ini antara lain bunga-bungaan, pisang, kelapa muda (degan), jajanan pasar, dll. Lagu yang dimainkan untuk mengiringi kesenian ebeg ini merupakan lagu-lagu Banyumasan (berlogat khas ngapak) seperti ricik-ricik, Tole-Tole, Waru Doyong, sekar gadung gudril, blendrong, lung gadung, cebonan, dll. Penari ebeg tersusun berdasarkan formasi 1 orang sebagai penthul-tembem (pemimpin atau dalang) dan 7 orang sebagai pemain gamelan (niyaga). Penthul-tembem (pemimpin) memiliki tanda khusus yaitu memakai topeng. Selain penari, dalam kesenian ini juga terdapat Penimbun atau orang yang menyembuhkan sekaligus membuang roh ghaib dari tubuh para penari. Panimbun beraksi untuk menyembuhkan pemain yang mengalami kesurupan (trance) pada fragmen terakhir. Penimbun/ penimbul merupakan tokoh masyarakat setempat yang ahli dalam menyembuhkan gangguan roh-roh halus. Para penari mengalami kesurupan sebagai efek yang ditimbulkan akibat pembakaran kemenyan yang menjadi syarat pementasan untuk persembahan kepada para arwah maupun penguasa makhluk halus disekitar.

Ebeg merupakan istilah kesenian kuda lumping atau jaran kepang untuk wilayah sebaran budaya Banyumasan. Pertunjukan ebeg umumnya diiringi oleh gamelan ataupun calung dengan jumlah penari 6 – 20 orang atau lebih. Perlengkapan tarian ebeg ini menggunakan kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bamboo serta dilengkapi dengan beragam sesaji. Babak adegan ebeg dimulai dari tari-tarian, janturan dan gapetan yang dipimpin oleh seorang penimbul/dalang. Pada saat janturan para pemain umumnya kesurupan roh (indhang) dengan karakter tingkah yang berbeda-beda dan proses mengembalikan kesadarannya dilakukan oleh sang penimbul. Saat ini ebeg tidak hanya dimainkan oleh kaum pria, beberapa grup juga seringkali menampilkan penari dan penimbul ebeg wanita.

 
Sarana lain dalam penampilan ebeg adalah separangkat sesaji diatas meja atau bisa digelar diatas tikar seperti dawegan atau kelapa muda, padupan (tempat pembakaran menyan), kembang setaman dalam baskom, singkong, kacang tanah, pisang, dan masih ada beberapa sesaji yang lain. Pertunjukan ebeg sering dilaksanakan siang hari sektitar jam 2 siang dikarenakan untuk menanti penonton yang sudah habis bekerja, setelah bentuk tari-tarian selesai dilanjutakn dengan janturan yang dimana beberapa penari kesurupan kemudian oleh penimbul diberi mantra orang yang kesurupan itu agar sembuh. Setelah tahap janturan selesai, yaitu tahap tarian BALADEWAAN. BALADEWAAN itu mengilustrasikan BALA = teman dan DEWA = dewa dari kahyangan. Tarian ini ditarikan dengan gerakan yang dinamis atau sigrag, menatap kedepan dengan optimis. Lagu-lagu yang ditarikan dalam BALADEWAAN bersifat tolong menolong, menghormati, rasa syukur dan sejenisnya (terlampir)


 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
LAGU-LAGU BALADEWAAN
 
 
Gending Lancaran Kuluh-kuluh
 
-          Kuluh-kuluh jarit siji arang diwasuh
 
-          Cindung cina kucing ngandung baladewa
            Meyar mayor kaki duda lewat ngalor
 
(Selanjutnya bisa menggunakan wangsalan banyumasan)
Contoh :
 
-janur gunung sakulon banjar patoman
 Kadingaren kang bagus gasik tekane
 
-suket latar celulang ciut godhonge
 Aja drerengki wong urip tunggal sabumi
 
-lemud tingkrang marutu sabaneng karang
 Murang muring wong demen ora kesanding
 
DST.
 
 
MANYAR SEWU
 
Sari jamu godhonge meniran
Suwe ra ketemu dadi pikiran
Mburu lagu lagune semirat
Manyar sewu mbanyumasan
 
Sari jamu, godhonge meniran
Suwe ra ketemu dadi pikiran
Mburu lagu, lagune semirat
Manyar sewu mbanyumasan
Duwa lolo lowing
Duwa lolo lowing
Duwa lolo luwing
Duwa lolo luwing
 
Sari jamu, godhonge meniran
Suwe ra ketemu dadi pikiran
Mburu lagu, lagune semirat
Manyar sewu mbanyumasan
Duwa lolo lowing
Duwa lolo luwing
Duwa lolo luwing
Duwa lolo luwing
 
Sari jamu, godhonge meniran
Suwe ra ketemu dadi pikiran
Mburu lagu, lagune semirat
Manyar sewu mbanyumasan
 
Poro tamu, sugeng pepanggihan
Mugi tansah panggih raharjan
Angrawuhi peparing bahagyan
Tuhu dharma ning bebrayan
Duwa lolo luwing
Duwa lolo luwing
Duwa lolo luwing
Duwa lolo luwing
 
Sari jamu, godhonge meniran
Suwe ra ketemu dadi pikiran
Mburu lagu, lagune semirat
Manyar sewu mbanyumasan
Duwa lolo luwing
Duwa lolo luwing
Duwa lolo luwing
Duwa lolo luwing
 
 
 
 
 
 
Sekar Gadung
 
Sekar gadung sekare gadung
Gadunge se mayar mayar
Timbang bingung gawe gembira
Ngelingna budayane kuna
Banyumasan bisa gawe suka
Sekar gadung sekare gadung
Gegandung kawulane
Sekare gadung sekare se mayar mayar
 
Sekar gadung sekare gadung
Gadunge se mayar mayar
Timbang bingung gawe gembira
Ngelingna budayane kula
Banyumasan bisa gawe suka
Sekar gadung sekare gadung
Gegandung kawulane
Sekare gadung sekare se mayar mayar
 
Sekar gadung sekare gadung
Gadunge se mayar mayar
Timbang bingung gawe gembira
Ngelingna budayane kuna
Banyumasan bisa gawe suka
Sekar gadung sekare gadung
Gegandung kawulane
Sekare gadung sekar se mayar mayar
 
Sekar gadung sekare gadung
Gadunge se mayar mayar
Timbang bingung gawe gembira
Ngelingna budayane kuna
Banyumasan bisa gawe suka
Sekar gadung sekara gadung
Gegandung kawulane
Sekare gadung sekare se mayar mayar
 
Janur gunung sak kulon banjar patoman
Kadingaren wong bagus gasik tekane
Klasa janure klasane
Wong mbarang gawe
Dempe dempe padune ngenteni simpe
Sayur pace lembayung pahit rasane
Kalah wudu wong ngalah
Nggo tambah butuh
Yo mas kawulane
Sekare gadung gadunge se mayar mayar
 
Sekar gadung sekare gadung
Gadunge se mayar mayar
Timbang bingung gawe gembira
Ngelingna budyaane kuna
Banu=yumasan bisa gawe suka
Sekar gadung sekare gadung
Gegandung kawulane
Sekare gadung sekare se mayar mayar
 
Semut putih merambat ning tumpal tapih
Ngasi asih padune mung ngarah mulih
Benang renteng gambang arang kinantetan
Wes cengklungen
Ngenteni wong nang omahe
Mwenur tuwo melati megar ning dada
Kala bubrah wong demen
Yomas…kawulane…
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
IJO IJO
 
PI :
Jo ijo kembang kenongo
Kembang melati putih rupane
Duwe bojo mas ojo sembrono
Nggo siji kanggo sak lawase
 
PA:
Putih putih dik kembang melati
Ijo ijo godhong meniran
Karepe menu dik yo mung yo mung yomung siji
Yen dadi loro, aku kebetulan
 
Reff:
PI:
Jo ijo si manalagi
Manalagi legi rasane
Duwe bojo kudu sing gemati
Golek gawe bendino rine
 
PA:
Abang abang dik wedange jahe
Nggo wedangan dik karo morotuwo
Dadi wong lanang dik iku iku iku patrape
Kalah menang hi jarno wae
 
PI:
Tuku salak mas diwadahi panic
Salak sepet sekaline
Senadyan gelak mas nanging nanging nanging gemati
Tiwas ngider ra wani lungo
 
PA:
Nam kupat om janure wis tuwo blarak
Nang wonosari ojo sarungan…isis
Yen lepat kulo nyuwun ngapuro
Lelagon iki namung guyonan
 
Selain daripada lagu diatas ada lagu berjudul cindung cina,setelah tarian BALADEWAAN selesai disusul tarian LAISAN. LAISAN adalah seorang laki-laki masuk kedalam kurungan ditutup dalam hitungan beberapa menit laki-laki ini sudah berdandan dan bersolek layaknya perempuan cantik, kemudian kurungan dibuka sang laisan menari dengan lembut melintasi para penonton, biasanya didampingi temannya sambal membawa wadah uang yang bernama tole tole dan para penonton memberikan uang ke dalamnya atau biasa disebut saweran.
Sementara itu sinden sambal melantunkan lagu eling-eling
 
Eling-eling
 
(bowo pangkur banyumasan)
“raden harya werkudara, nyata lamun satriya jodipati…
Prakoso gagah gung luhur, godeg wok simbar jaja…
Yen ngendika gereng gereng pinda guntur
Dasar satriya prawira rama…..
Eling-eling kula eling gunungane senapati”
 
Eling-eling sapa eling baliya
Eling-eling sapa eling baliyamaning,
(ya-ya-ya)
 
Jambe dawe disigar dadi selawe,rama…
Mung sawiji mung sawiji
Mung sawiji kang dadi pilihanku
Eling-eling baliya maning,
(ya-ya-ya)
 
Janur gunung sakulon banjar patoman,rama..
Kadingaren kadingaren
Kadingaren kang bagus gasik tekane
Eling-eling sapa eling baliya maning,
(ya-ya-ya)
 
Sayur pace lembayung pait rasane,rama..
Mangsa borong mangsa borong
Mangsa borong kulo nderek sak kersane
Eling-eling sapa eling baliya maning,
(ya-ya-ya)
 
Bendo ijo,doro ijo sakurungan,rama
Jo maido, jo maido
Jo maido nanggap sinden isih bodo
Eling-eling sapa eling baliya maning,
(ya-ya-ya)
 
Jambe dawer disigar dadi selawe,rama
Mung sawiji mung sawiji
Mung sawiji kang dadi pilihanku
 
Seni pertunjukan ebeg dulunya adalah tradisi pada jaman Hindu-Budha di wilayah Banyumas juga sebagai sarana untuk ritual mendatangkan hujan,terjadi di beberapa kecamatan disamping sebagai bagian tari atau seni menghibur rakyat. Pada zaman itupun ebeg bagian dari upaya-upaya piwulang agung kepada masyarakat. Setelah belanda masuk ke tanah jawa,bentuk bentuk siar islam terkesan dilarang,maka upaya-upaya ulama menyisipkan ke berbagai bentuk tradisi maupun tarian. Seperti halnya pada ebeg dimaksud bentuk tarian adalah ilustrasi majemuknya gambaran kehidupan. Kesurupan adalah konsep manusia yang terlena akan hidupnya,maka untuk dapat kembali baik munculah tarian baladewaan yang artinya bala itu teman dewa adalah dewa yang berarti temannya dewa, yang dimaksud temannya dewa adalah harus orang baik. Slalu adalah laisan sebagai gambaran hidup siapakah orang yang tidak suka terhadap kecantikan, keindahan, digambarkan seorang laki-laki yang dimasukan kurungan berdandan dan bersolek layaknya gadis-gadis cantik dengan diiringi dendangan lagu ELING-ELING (maknanya adalah manusai harus ingat pada asal usulnya,bahwa manusai harus hidup selaras manusia dengan manusia lain,manusia dengan lingkungan atau sesama ciptaan tuhan, dan terahkir manusia harus eling kepada tuhannya sebagai pusat sesembahan. 

RIAS TRADISI EBEG  Memakai riasan putra gagah, alis njegrag keatas hampir menyerupai alisnya Werkudara. Tebalnya riasan tidak setebal Werkudara dan tidak memakai make up warna merah- merah.  Penimbal/pawang Ebeg atau dalang memakai baju hitam. Sebaran Ebeg tidak disemua Jawa Tengah, hanya ada dibeberapa daerah dengan nama yang berbeda-beda. Di Purbalingga namanya Embeg, di Banjarnegara namanya Embleg, Cilacap namanya Ebleg, dan di Purworejo namanya Jathilan. Namun substansinya dalam istilah Banyumas yang dipakai adalah Ebeg. Kostum Tradisi Ebeg : 1. Jamang Ebeg/ Irah-irahan memakai Sumping, memakai Klat bahu di lengan tangan. 2. Baju putih lengan panjang / kaos panjang 3. Kalung Kace 4. Celana ¾ 5. Jarit atau Keci 6. Stagen 7. Slepe/Sabuk 8. Barosamir kanan,kiri 9. Binggel atau gelang kaki 10. Sampur atau Selendang


Disetujui Oleh Shakti Adhima Putra Pada Tanggal 19-01-2022

Komunitas Karya Budaya

Tancud Gumregah

Sokawera,Patikraja

081391691080

-

Disetujui Oleh Shakti Adhima Putra Pada Tanggal 19-01-2022

Maestro Karya Budaya

Rustamaji

Sokawera, Patikraja

081391691080

-

Disetujui Oleh Shakti Adhima Putra Pada Tanggal 19-01-2022
   Disetujui Oleh Shakti Adhima Putra Pada Tanggal 19-01-2022

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047