Lurik Klaten

Tahun
2021
Nomor Registrasi
202101312
Domain
Kemahiran dan Kerajinan Tradisional
Provinsi
Jawa Tengah
Responsive image

Lurik tradisional (ATBM) adalah benang yang dirakit dengan penuh ketekunan dan kesabaran. Benang yang dianyam dengan warna keindahan dan doa bagi pemakainya. Kain lurik tidak hanya bermotif garis-garis tetapi banyak macamnya. Misalnya motif klenting kuning, sodo sakler, tuluh watu, tumbar pecah, udan liris, telupat, dan sebagainya. Lurik jaman dahulu dikenal dengan motif-motif lurik lasem, lurik ronda semaya, lurik glondongan, lurik kepyur, lurik uyah sewuku, lurik badra, lurik talutuh watu, lurik kedutan, lurik mawur, lurik mindi, lurik telupat, lurik gondaria, lurik jaran dawuk, lurik kembang jeruk, lurik kembang teki, lurikkembangcengkeh, lurikketanireng, lurik mas kumambang, luriksemarmesem, lurikkembangdelima.Seiringperkembangan zaman banyak motif lurik yang bermunculan seperti yuyu sekandang, sulur ringin,dan masih banyak lagi.

 

Dari hasil penelitian terbukti tenun lurik Klaten kaya akan local wisdom,telah teruji mampu bertahan terhadap budaya luar dan tetap eksis sebagai bahan sandang secaral okal dan nasional bahkan internasional (di tangan para designer), juga terbukti mampu mengakomodasi unsur-unsur budaya luar (dalam hal kualitas warna, benang), mampu mengintegrasi unsure budaya luar kedalam budaya asli (dalam hal manajemen, pemasaran), mampu mengendalikan (dalam hal harga, semangat juang), mampu memberikan arah terhadap perkembangan budaya (dengan menjadikannya bahan fashion dan asesoriesnya). 

Aspek Kesejarahan

        Usia tenun lurik di Indonesia setua sejarah berdirinya bangsa ini. Dari jaman Majapahit tenun lurik sudah dikenal masyarakat. Lurik juga muncul pada relief Candi Borobudur, dimana pada reliefnya terdapat gambar seorang yang sedang menenun dengan alat tenun gendong. Prasasti Raja Erlangga Jawa Timur tahun 1033 juga menyebutkan tentang kain tuluh watu (salah satu nama motif lurik tradisional yang digunakan dalam acara sacral seperti ruwatan sukerto). Sementara tuluh watu itu adalah salah satu motif klasik tenun lurik. Klaten merupakan daerah yang paling memperhatikan keberlangsungan hidup tenun lurik, karena lebih dari 25 desanya memilih tenun lurik sebagai mata pencaharian kedua setelah bertani. Tak salah jika ada yang menyebut bahwa Kabupaten Klaten adalah ibukotanya tenun lurik, Tenun ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) yang mengandalkan tenaga manusia khususnya tangan dalam menjalankannya.

        Lurik Klaten cikal bakalnya adalah lurik Pedan yang dirintis oleh saudagar kaya bernama Suhardi Hadi Sumarto. Ia mengenyam bangku kuliah di Textiel Inrichting Bandoeng (Sekolah Tinggi Tekstil Bandung) tahun 1938-1948. Setelah tahun itu, ia membangun industri lurik di Pedan. Namun, nasib nahas harus diterima Hadi Sumarto. Zaman itu adalah masa-masa perjuangan pascakemerdekaan RI. Orang-orang di Pedan, Klaten, membumihanguskan apa pun yang berbau Belanda.

       Situasi yang tidak aman membuat warga Pedan mengungsi selama setahun. Dan pabrik tenun Suhardi Hadi Sumarto  terbengkalai. Bisnis tenun yang dirintisnya menjadi perusahaan yang terkenal dengan omzet yang luar biasa. Namun nahasnya, pada 1948 terjadi agresi militer oleh Belanda yang menyebabkan bisnis tenun Pedan ikut terkena dampaknya. Bung Karno dan Bung Hatta pun ditangkap Belanda. Dan ini ternyata membuat Suhardi  harus menutup bisnis tenunnya dan hidup jauh di pengungsian.

      Suhardi merindukan aktivitas tenunnya. Selama di pengungsian, Suhardi menyempatkan diri berbagi pengalaman dan mengajarkan pembuatan tenun lurik untuk masyarakat pengungsi. Barak pengungsian disulap menjadi sekolah menenun yang sederhana. Semangat mereka bangkit, termasuk Rachmad yang ikut belajar. Sepulangnya dari pengungsian, mereka kembali menekuni ilmu yang telah diajarkan Suhardi dengan membuka lapak-lapak tenun lurik di teras-teras rumah.

        Pada masa keemasan lurik Pedan (tahun 1950-1960) ada sekitar 500 industri tenun rumahan dengan 10.000 tenaga kerjanya. Saat itu kain lurik sangat laris. Lurik meredup ketika mulai zaman pemerintahan Soeharto yang mengandalkan modernisasi dan konglomerasi. Banyak yang kemudian beralih dari lurik alat tenun bukan mesin (ATBM) ke mesin. Namun masih ada industri kecil alat tenun bukan mesin (ATBM) di Pedan yang bertahan, tetapi jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Namun masih ada yang bertahan hingga saat ini dengan sekitar 30 oklak (alat menenun atau ATBM) dengan pekerjanya sekitar 30 orang dan tetap memiliki pasar sendiri. Banyak pembeli dari luar negeri, antara lain dari Prancis, Jerman, Australia, dan Belanda. Mereka itu tidak hanya memesan lurik untuk bahan sandang, tetapi juga bagian dari desain interior rumah.

 

Aspek Sosial dan Fungsinya

Lurik tradisional (ATBM) adalah puisi yang dirakit dengan penuh ketekunan dan kesabaran. Puisi yang dianyam nengan warna keindahan dan doa bagi pemakainya. Di dalam lurik sudah tentu punya kearifan lokal yang sangat kaya, mulai dari pencelupan benang ke dalam warna yang diinginkan, menata benang menjadi motif, hingga menenun benang menjadi kain. Proses ini kaya akan nilai-nilai pendidikan, misalnya nilai kesabaran, nilai ketenangan, nilai kebersihan, nilai keindahan, nilai kesederhanaan, nilai percaya diri, nilai swadeshi, dst nya.

         Kain lurik tidak hanya bermotif garis-garis tetapi banyak macamnya. Misalnya motif klenting kuning, sodo sakler, tuluh watu, tumbar pecah, udan liris, telupat, dan sebagainya. Lurik jaman dahulu dikenal dengan motif-motif lurik lasem, lurik ronda semaya, lurik glondongan, lurik kepyur, lurik uyah sewuku, lurik badra, lurik talutuh watu, lurik kedutan, lurik mawur, lurik mindi, lurik telupat, lurik gondaria, lurik jaran dawuk, lurik kembang jeruk, lurik kembang teki, lurik kembang cengkeh, lurik ketan ireng, lurik mas kumambang, lurik semar mesem, lurik kembang delima. Seiring perkembangan zaman banyak motif lurik yang bermunculan seperti yuyu sekandang, sulur ringin, dan masih banyak lagi.

       Dari hasil penelitian terbukti tenun lurik Klaten kaya akan local wisdom, telah teruji mampu bertahan terhadap budaya luar dan tetap eksis sebagai bahan sandang secara lokal dan nasional bahkan internasional (di tangan para designer), juga terbukti mampu mengakomodasi unsur-unsur budaya luar (dalam hal kualitas warna, benang), mampu mengintegrasi unsur budaya luar ke dalam budaya asli (dalam hal manajemen, pemasaran), mampu mengendalikan (dalam hal harga, semangat juang), mampu memberikan arah terhadap perkembangan budaya (dengan menjadikannya bahan fashion dan asesoriesnya).

       Motif “Udan Berkah” adalah hasil kolaborasi antara peneliti dengan mitra peneliti Selain motif lurik “Udan Berkah” juga dikembangkan aneka cindera mata berbahan dasar lurik dengan motif yang dikembangkan bersama peneliti yakni sajadah, pashmina, taplak meja makan, taplak meja tamu, aneka jas, jasket, jaket, aneka tas bordir Wedhatama Wulang Reh dalam berbagai ukuran dan model. Dengan bertambahnya mitra peneliti yakni kelompok lurik di kecamatan Cawas (desa Tlingsing, Tirtomarto, Barepan, Bendungan, Kedungampel, Pakisan, Plosowangi, Baran) dan kecamatan Bayat (desa Jambakan, Ngerangan, Talang, Dukuh, Gununggajah), dan kecamatan Trucuk (desa Sajen, Sumber, Mandong, Cabean) kami mendirikan showroom Pusat Cinderamata Lurik Klaten di Jalan Santan, Mayungan, Klaten, Telpon 0272 323806. Showroom ini berisi seluruh produk lurik Klaten yang dihasilkan oleh peneliti dan mitra peneliti. Aneka motif lurik “Putri Klaten” (sedang kami daftarkan HAKInya), dan aneka cinderamata lurik dapat dijumpai di sini. Pada tahun ketiga (2021) penelitian kami berencana akan membuka pusat cinderamata lurik Klaten di sentra objek wisata Klaten seperti wisata air di Ponggok, wisata gunung di Gununggajah dan Ndeles, dan seterusnya. 

         Bersama motif Udan Berkah. (HAKI) penelitian ini telah mendapatkan 4 jenis HAKI yakni (1) hak cipta (pendaftaran HAKI) (2) Desain industri (3) Merek dagang, yakni ISMA 59. (4) Patent sederhana alat tenun ATBM dua arah. Mengenai filosofi motif lurik “Udan Berkah” sendiri adalah doa dan simbol dari perjuangan para penenun agar rejekinya melimpah seperti hujan yang penuh berkah, yang dapat menghidupi keluarga dan masyarakatnya dengan penuh keberkahan.

 

 Filosofi Melurik (Menenun)

            Proses pembuatan lurik adalah jalan panjang dan berliku yang tidak mungkin dilalui sendirian. Dimulai dari pemilihan benang. Pada jaman dahulu (tahun 1960-an) benang masih harus dipintal sendiri. Ada alat yang bernama antih, yang berupa segi empat yang diputar untuk melipat benang. Proses ini membutuhkan kesabaran, filosofinya bahwa memulai suatu pekerjaan yang mulia harus penuh kesabaran. Berikutnya adalah pencelupan atau pewarnaan. Sebelum pencelupan dalam bejana yang berisi zat pewarna, benang harus dicuci bersih dahulu baru dicelupkan berulang-ulang. Filosofinya adalah, untuk memulai suatu pekerjaan mulia harus dengan niat bersih, tulus ikhlas bekerja dengan sepenuh hati agar zat pewarna menempel kuat pada benang bersih tadi dan tidak luntur jika dicuci.

            Proses berikutnya adalah pengeklosan, yakni menggulung benang yang sudah diwarnai tadi dari bentuk hank atau streng ke dalam kletek. Proses ini dilakukan untuk memudahkan dalam menata corak atau motif yang akan disusun sesuai dengan warna yang sudah dipersiapkan di dalam rak sekir. Filosofinya adalah membuat jalan dulu sebelum pekerjaan mulia dimulai. Kalua dalam Bahasa agama jalan yang lempang, ihdinash shirootol mustaqim. Kemudian penghanian atau penyekiran, yakni menata motif atau corak yang akan diproduksi, kemudian digulung dalam molen besar dan kemudian digulung Kembali ke dalam boom. Filosofinya adalah, sesuatu yang akan dipetik nanti harus dilindungi sebaik mungkin, tidak disebar sembarangan. Di sini penuh dengan kehati-hatian.                  

 

Lurik tidak dapat dipisahkan dengan adat, filosofi ataupun makna dari pemakainya. Filosofi dan makna kain lurik tercermin dari motif dan warna lurik. Motif dan warna tersebut mengandung nasehat, petunjuk, harapan, permohonan, dan bahkan kekuatan spiritual dalam kepercayaan tradisi Adat Jawa.Motif atau corak dari kain lurik beserta filosofinya sebagai berikut;

  1. Corak Kluwung,Corak ini adalah berupa corak pelangi,yakni corak dengan beberapa perpaduan garis-garis lebar warna warni. Sebagaimana pelangi merupakan kejadian alam yang indah dan merupaka kebesaran Tuhan Yang Maha Pencipta. Lurik kluwung dianggap sakral dan mempunyai tuah tolak bala, harapan keselamatan.
  2.       Corak Tuluh watu,Corak tuluh watu berarti batu yang bersinar dan di anggap bertuah sebagai penolak bala. Digunakan pada ucara ruwatan
  3.      Corak Tumbar pecah,Adalah corak perumpamaan atau diibaratkan memecah ketumbar dan seharum aroma ketumbar. Yang mengandung maksud adanya pengaharapan yang memakai kain ini menjadi orang yang berguna dan harum namanya, di mana selalu meninggalkan hal-hal tidak baik dan terjaga untuk selalu berbuat baik.
  4.      Corak Telupat,Telupat berasal dari bahasa Jawa yang artinya ; telu = 3, papat artinya=4. Adalah corak lajuran yang berjumlah 7,terdiri dari satu satuan kelompok dengan empat lajur dan satu lagi dengan jumlah 3lajur. Angka 7 dalam adat Jawa melambangkan kehidupan dan kemakmuran, yang merupakan pitulung (pertolongan) dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Corak ini di ciptakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono ke-I.
  5.      Corak Sapit Urang,Corak sapit urang berarti japit udang, adalah ungkapan simbolik suatu siasat perang, yaitu musuh di kelilingi atau dikepung dari samping dan kekuatan komando berada di tengah-tengah. Corak ini di pakai sebagai busana prajurit keratin.
  6. Corak udan liris,Corak udan liris artinya hujan gerimis, yang memperlambangkan kesuburan dan kesejahteraan. Corak ini mempunyai pengharapan diberkati Tuhan Yang Maha Kuasa dan membawa kesejahteraan dan kebahagiaan.

        Secara etimologis Lurik  berasal dari kata lorek yang berarti garis-garis. Lurik berpolakan garis lurus yang mengandung makna kesederhanaan, berperilaku lurus/baik, kerendahan hati, dan berpengharapan kebaikan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

         “Memakai lurik tidak hanya kita merasakan berpakaian dengan kainnya, tetapi juga memakai pakaian jiwa dan filosofi yang terkandung dalam motif/corak lurik”. 


Disetujui Oleh Shakti Adhima Putra Pada Tanggal 20-01-2022

Komunitas Karya Budaya

Nurul Chotimah

Dk. Titang RT 17 RW 07 Desa Tlingsing, Cawas, Klaten

081225459707

chotimahnurul091@gmail.com

Disetujui Oleh Shakti Adhima Putra Pada Tanggal 20-01-2022

Maestro Karya Budaya

Nurul Chotimah

Dk. Titang RT 17 RW 07 Desa Tlingsing, Cawas, Klaten

081225459707

chotimahnurul091@gmail.com

Endah Purwaningsih

Plumpung, rt 18, rw 07, Bogor, Cawas, Klaten

085228786615

epurwaningsih073@gmail.com

Beman

Plumpung Rt 018/007 Bogor Cawas Klaten Jawa Tengah

08973008727

masbeman123@gmail.com

Sri Lestari

Titang rt 17 rw 07, Tlingsing, Cawas, Klaten.

085729579239

asrilurik@gmail.com

Disetujui Oleh Shakti Adhima Putra Pada Tanggal 20-01-2022
   Disetujui Oleh Shakti Adhima Putra Pada Tanggal 20-01-2022

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047