Batik Bakaran Juwana

Tahun
2021
Nomor Registrasi
202101458
Domain
Kemahiran dan Kerajinan Tradisional
Provinsi
Jawa Tengah
Responsive image
Jenis batik di Indonesia sendiri sangat beragam, salah satunya batik bakaran yang terdapat di Kabupaten Pati. Batik Bakaran meupakan kerajinan batik yang berkembang dan ditekuni hingga kini. Salah satu sentra batik di Kabupaten Pai terletak di wilayah Desa Bakaran, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis Desa Bakaran merupakan daerah pesisir yang pernah menjadi pusat perdagangan, hal ini dapat dilihat dengan keberadaan pelabuhan Juwana. Pelabuhan Juwana sebagai tempat kapal-kapal berlabuh sekaligus menjadi lokasi bisnis perniagaan (termasuk perdagangan batik). Batik Bakaran tidak sepopuler pengrajin batik daerah pesisir lainnya seperti: Madura, Lasem, Rembang, Kudus, Pekalongan, Cirebon, Indramayu dan lain-lain, namun kekhasan batik tulis Bakaran atau yang di kenal dengan sebutan “Batik Bakaran” tetap bertahan hingga kini. Batik Bakaran ini sudah ada sekitar abad ke 14 dan berhubungan dengan seorang penjaga benda-benda seni kerajaan Majapahit yang bernama Nyi Siti Sabirah ( Nyi Danowati). Beliau datang ke desa Bakaran untuk mencari tempat persembunyian dari kejaran prajurit kerajaan Demak. Waktu itu kerajaan Majapahit yang diperintah Girindrawardana yang bergelar Brawijaya VI ( 1478-1498) berada dalam desakan Kerajaan Demak yang menganut Islam. Nyi Danowati sebagai nenek moyang dan pengajar batik pertama di desa tersebut. Beliau mengajarkan ketrampilan membatik kepada masyarakat sekitar. Batik yang diajarkan memiliki corak batik Majapahit, seperti; gringsing, danliris, kawung, truntum, sida mukti, semen atau dikenal dengan sebutan gurdha, padhas gempal, dan lain-lain. Jika dilihat dari segi corak dan motif tersebut, Batik Bakaran memiliki kemiripan dengan batik Voornstenlanden (keraton), demikian pula warnanya yang cenderung hitam, putih, coklat, atau biru saja. Corak dan motif yang diajarkan tidak semua berasal dari Majapahit, ada yang khusus diciptakan Nyi Danowati sendiri di desa Bakaran. Motif gandrung salah satu corak yang konon terinspirasi dari pertemuan Nyi Danowati dengan Joko Pakuwon, kekasihnya, di tiras pandelikannya (wawancara Bukhari 25 September 2009). Selain batik corak gandrung ada empat corak asli ciptaan Nyi Danowati di Bakaran, yaitu: kopi pecah, kawung tunjung, manggaran, dan bregat ireng. Sedangkan menurut katalog dari Deperindag bahwa Batik Bakaran memiliki 18 corak batik tulis yang perlu dilestarikan, di antaranya adalah blebak kopik, blebak lung, blebak duri, blebak urang, kedhele kecer, merak ngigel, ungker cantel, sidarukun, limaran, magelati, rawan, dan puspabaskara (catalog Dinas Perindustrian,2009). Batik bakaran yang dihasilkan dengan beragam bentuk dan motif memiliki banyak fungsi, di antaranya adalah fungsi praktis dan fungsi estetis. Fungsi praktis berguna untuk kegiatan sehari-hari contohnya penggunaan pada baju, sarung, bawahan kebaya, dan selendang. Selain itu, batik juga memiliki fungsi estetis yaitu sebagai hiasan dan simbol sosial. Nilai batik sebagai hiasan didapat karena batik memiliki keindahan dalam pola dan warnanya, sementara nilai batik sebagai simbol sosial didapat dari harga, tingkat kesulitan pembuatan, dan nilai simbol yang terkandung dalam motif batik. Selain itu, Batik Bakaran juga digunakan sebagai seragam Pegawai Negeri Sipil di wilayah Kabupaten Pati dengan ciri khas batik motif Minatani. Beragamnya fungsi batik Bakaran, motif, jenis serta keindahan batik, sangat disayangkan apabila tidak dilestarikan dan hanya menjadi sejarah. Maka dari itu perlu dilakukannya pelestarian batik Bakaran di tengah arus globalisasi yang semakin kuat, mengingat batik Bakaran merupakan salah satu kekayaan atau warisan yang sangat berharga dan memiliki nilai-nilai filosofis tersendiri. Adapun pelestarian batik dapat dilakukan dengan mengadakan pelatihan pembuatan batik Bakaran kepada ibu rumah tangga, masyarakat luas, dan generasi muda. Selain itu pelestarian batik Bakaran dilakukan dengan mengadakan berbagai macam kegiatan promosi dan pameran, sehingga dapat menarik minat masyarakat teradap batik Bakaran. NILAI BUDAYA DARI BATIK BAKARAN Nilai budaya dari Batik Bakaran terdapat dari bermacam ragam hias pada batik tersebut. Ragam Hias Batik Bakaran dapat digolongkan menjadi dua, yaitu ragam hias tradisional dan modern. Ragam hias tradisional memiliki ciri khas berwarna gelap, hitam, putih dan coklat. Ragam hias ini dipercaya dibawa oleh Nyi Danowati dari kerajaan Majapahit dan sebagian diciptakan setelah sampai di Desa Bakaran. Corak Ragam Hias Tradisional ( Klasik) Batik Bakaran mempunyai arti simbolik. Adapun makna dari setiap motif tersebut antara lain: 1. Gandrung Gandrung berarti perasaan kasmaran atau jatuh cinta yang disertai kerinduan. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat motif batik ini diciptakan oleh Nyi Danowati yang sedang merindukan kekasihnya Joko Pekuwon. Motif ini digunakan untuk perempuan yang sudah bertunangan sebagai penanda menunggu untuk segera berjodoh di pelaminan. 2. Magel Ati Magel ati berarti mangkel atau menyakitkan hati. Motif ini terinspirasi cerita kehidupan yang berlata belakang perselingkuhan. Motif ini biasanya digunakan oleh perempuan yang sudah berusia lanjut, di atas 50 tahun. 3. Sido Mukti Sido mukti berarti menjadi mulia. Motif ini digunakan dalam upacara pernikahan. Motif ini mengandung harapan agar saat mengarungi rumah tangga menjadi orang mulia dan serba kecukupan. 4. Manggaran Motif ini terinspirasi dari bunga kelapa yang dinamakan manggar. Motif ini mengandung harapan agar pemakainya akan berguna bagi siapa saja seperti pohon kelapa. 5. Udan Liris Motif terinspirasi dari hujan rintik-rintik ( udan liris). Makna yang terkandung dalam motif ini adalah untuk mendorong para pemuda untuk tidak mudah berputus asa dalam mencari rejeki seperti hujan rintik-rintik yang terus menetes. Motif ini digunakan oleh remaja yang akan disunat agar dalam proses pendewasaan menjadi pengingat agar kelak selalu giat dalam mencari rejeki. 6. Ungkel Cantel Motif ini menggambarkan mata pancing yang saling berkaitan. Hal ini melambangkan persaudaraan yang harus terjalin. 7. Kedelai Kecer Kedelai Kecer berarti kedelai tumpah dari wadahnya sehingga berserakan kemana-mana. Motif ini mengandung makna bahwa rejeki itu ada dimana-mana. Harapan dalam memakai motif ini agar pemakainya mendapat rejeki yang melimpah. 8. Padas Gempal Padas gempal artinya gumpalan batu karang. Motif ini mengandung makna bahwa dalam kehidupan terdapat perbedaan dan keragaman yang akan menjadikan keindahan kehidupan itu sendiri. 9. Bregat Ireng Bregat adalah pohon, sedangkan ireng merupakan gambaran keadaan kegelapan. Bregat ireng memberi kesan kesedihan. Motif ini dipakai saat ada lelayu atau melayat. 10. Gringsing Bentuk motifnya seperti sisik ikan yang diulang secara penuh keseluruh kain, tanpa ada bagian yang kosong. Hal ini merupakan simbol dari ketelitian dan keindahan masyarakat pesisir. 11. Limaran Limaran atau limbaran berasal dari kata samar-samar atau samaran. Motif digunakan untuk punggawa yang berkaitan dengan masalah penyelidikan. 12. Merak Ngigel Motif ini digambarkan dengan burung merak yang sedang menari atau ngigel untuk mempertontonkan kekuatannya dan memiliki simbol kejantanan. Motif ini digunakan oleh pemuda yang akan bertemu dengan calon istrinya ( Nontoni). 13. Blebak Lung Blebak artinya latar putih dengan pecahan/ retakan warna soga. Lung artinya ubi rambat. Motif ini mengandung arti harapan untuk mendapat rejeki yang tidak ada putus-putusnya, terus merambat seperti lung. 14. Blebak Urang Urang atau udang merupakan sumber penghasilan dan penghidupan masyarakat pesisir Juwana. 15. Blebak Kopik Kopik artinya kartu,dalam permainan kartu ada sesuatu yang harus dirahasiakan untuk mencapai kemenangan. Hal ini bermakna bahwa manusia harus mempunyai strategi dan siasat untuk menjadi pemenang atau yang terbaik. 16. Mina Tani Motif ini menggambarkan hasil bumi dan hasil laut yang ada di Pati. Motif Mina tani berasal dari kata Mina yang berarti ikan dan tani yang berarti bentuk usaha. Motif ini mempunyai makna sebagai wujud cita-cita Pemerintah Kabupaten Pati untuk mensejahterakan daerah melalui hasil bumi pertanian, dan perikanan di wilayah pantai utara pulau jawa. Proses pembuatan batik bakaran tidak jauh berbeda dengan proses pembuatan batik didaerah-daerah lain. Yang membedakan hanyalah motif batik yang dibuat dan batik asli dibuat dengan tangan tanpa di cap. Ada beberapa tahapan dalam proses pembuatan batik bakaran, diantara yaitu : a. Proses persiapan Dalam proses ini ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan sebelum membatik, yaitu bahan dan alat yang akan digunakan. Bahan yang digunakan yaitu berupa kain mori, kain sutra ataupun kain yang lainnya tergantung selera Adapun alat- alat yang perlu disiapkan yaitu: 1. Canting Terbuat dari tembaga yang dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat menampung lilin dan di ujung belakangnya disambung dengan sebuah bambu kecil yang digunakan sebagai pegangan sehingga canting dapat digunakan untuk melukis pada sebuah kain mori. 2. Gawangan dan Bandul Gawangan terbuat dari bambu atau kayu yang diujung kiri dan kanannya dikasih kaki dari bahan bambu/kayu juga sehingga membentuk sebuah gawang yang berfungsi untuk menyampirkan kain mori yang akan dilukis dengan canting. Dan bandul berfungsi sebagai pemberat kain agar tidak terbang teriup angin. 3. Lilin atau Malam Lilin adalah malam yang dicairkan yang digunakan untuk melukis pada sebuah kain mori yang bertujuan untuk menutup kain mori sesuai motif yang diinginkan. 4. Panci dan Anglo Panci dan Anglo merupakan alat yang digunakan untuk memanaskan lilin yang akan digunakan untuk membuat pola batik. 5. Larutan Pewarna Larutan pewarna bisa berasal dari sintetis atau alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Pewarna alam berasal dari alam, baik dari akar, kulit akar, batang, kulit batang, daun, bunga, buah, maupun getah tumbuhan. Untuk dapat digunakan, zat warna ini harus diolah terlebih dahulu. Sedangkan pewarna sintesis adalah zat warna buatan. b. Proses Pembuatan Batik Bakaran 1. Molani Merupakan langkah pertama yang dilakukan dengan membuat desain atau motif batik. Molani disebut juga memberi pola. 2. Ngengkreng Merupakan melukiskan lilin pertama kali di kain dengan mengikuti motif pada saat molani. Proses pelukisan dilakukan menggunakan canting yang kainnya disampirkan di atas gawangan. 3. Isen- isen Merupakan mengisi motif atau ornamen-ornamen yang telah dibuat pada proses sebelumnya. 4. Nembok Merupakan proses menutupi bagian- bagian yang akan tetap berwarna putih dengan menggunakan lilin. 5. Medhel Merupakan proses pewarnaan pertama pada bagian yang tidak tertutup oleh lilin dengan mencelupkan kain di dalam larutan warna. 6. Kemudian kain di angin- anginkan. 7. Ngerok Merupakan proses pengerokan pada ornamen dengan menggunakan pisau atau benda logam yang ujungnya tipis dan agak tajam. 8. Ngremok Merupakan mengucek atau mencuci bagian yang telah dikerok agar bersih dari lilin. 9. Mbironi Merupakan proses penutupan kembali ornamen- ornamen lain yang akan dipertahankan warnanya. 10. Nyoga Merupakan proses pencelupan kain ke cairan warna sogan. 11. Nglorot Merupakan proses menghilangkan lilin (malam) dari kain tersebut dengan cara mencelupkan kain tersebut berulang kali ke dalam air panas di atas tungku sampai lilin benar-benar bersih tidak menempel pada kain. 12. Kelir Merupakan proses pembatikan kembali untuk mempertahankan warna pertama dan kedua. Dalam proses kelir akan semakin jelas terlihat motif batik yang akan dibuat. 13. Melakukan nglorot kembali untuk mendapatkan hasil batik di atas kain agar benar- benar bersih dari lilin. 14. Menjemur batik sebelum digunakan. HASIL WAWANCARA BATIK BAKARAN Wawancara terkait dengan deskripsi kesejarahan yang mencerminkan 2 generasi. Teks Wawancara Batik Bakaran yaitu Bapak Bukhari selaku pemilik Batik Tulis Tjokro, Jl Mangkudipuro, Bakaran Wetan, Kecamatan Juwana Kabupaten Pati. Wawancara dilakukan untuk memenuhi persyaratan pengusaha Batik Bakaran sebagai Warisan Budaya Tak Benda dari Kabupaten Pati. Perkenalkan bapak, kami dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pati mohon izin untuk melakukan wawancara terkait dengan pengusulan Batik Bakaran dari Kabupaten Pati sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda, Salah satu maestro yang kami usulkan adalah Batik Tulis Tjokro milik bapak Bukhari. 1. Pewawancara: Sejak kapan Batik Tulis Tjokro ini didirikan? Apakah ada silsilahnya? · Narasumber : Batik Tulis Tjokro berdiri sejak tahun 1977 sedangkan untuk silsilah pembatik dalam keluarga saya berawal dari pada tahun 1907 berawal dari kakek nenek saya yaitu Toriman Tjokro Satmoko dan nenek saya Supadmi, kemudian beliau memiliki anak bertama Sutarsih yang tak lain aadalah ibu saya, Bapak saya Bernama Panggih Rono Diwiryo, ibu saya membatik hanya karena untuk mengisi waktu luang dan berdasarkan pesanan saja dan dikerjakan sendiri tanpa karyawan. Saya adalah keturunan ke-5 berikut adalah silsilahnya 1. Pewawancara : Apakah batik ini diwariskan keluarga secara turun temurun? Bapak termasuk generasi yang keberapa? · Narasumber : Batik Tulis Tjokro diwariskan secara turun temurun dari leluhur, meskipun saya bukan keturunan langsung satu garis dengan Nyai Danowati. Keluarga besar saya bisa membatik namun tidak semua bisa mengembangkan batik, Saya belajar membatik dari ibu saya sejak kecil, Ibu saya memiliki 12 anak dan saya adalah anak terakhir. Pada tahun 1960 eksistensi batik mulai meredup dan hampir punah, kemudian pada tahun 1970 saya berusaha membangkitkan batik, pada tahun 1975 saya menikahi seorang gadis yang saya ajak untuk mengembangkan batik. Kemudian pada tahun 1977 saya memploklamirkan bahwa Batik Bakaran dimunculkan kembali. 2. Pewawancara: Bagaimanakah sejarah Batik Tulis Tjokro? Dan bagaimana perkembangan Batik Tulis Tjokro hingga kini? · Narasumber : Keluarga saya adalah keluarga keturunan pembatik, Pembatik yang dimaksud adalah Nyi Danowati (Nyi Ageng Sabirah) dimana beliau adalah seorang pembatik yang berasal dari Majapahit, beliau adalah seorang punggawa majapahit yang diserahi tugas untuk mengelola Gedung pusaka dan pengadaan seragam batik untuk pakaian dan uborampe tentara pada masa itu. Kemudian pada tahun 1480 karena adanya pergolakan agama baru yang masuk di Majapahit beliau tidak berani takluk sendiri kemudian beliau memutuskan untuk hengkang dari Majapahit dan melakukan perjalanan hingga menetap di Kawasan Juwana lebih tepatnya di Bakaran, lalu seiring berkembangnya waktu beliau mengembangkan batik dengan penduduk sekitar. Dahulu sejak kecil saya sudah belajar membatik dengan ibu saya. Pada tahun 1994 pada saat Hari Jadi Kabupaten Pati yang diperingati pertama kali saya dipercaya untuk membuat 650 potong batik untuk dipersembahkan kepada para Camat, Wedono, Kepala Dinas dan lainnya yang saya kerjakan selama kurang lebih 7 bulan. Kemudian pada tanggal 14 Agustus saya dipanggil di Provinsi untuk menerima penghargaan berupa Upakriya Bhakti Upapradana, lalu pada tahun 1998 saya adalah calon penerima upakarti tingkat Nasional di istana Kepresidenan namun diundur hingga 10 tahun yaitu pada tahun 2008 di undang kembali di Istana Kepresidenan untuk mendapatkan penghargaan di tingkat Nasional. Hingga Kini Batik Tulis Tjokro hanya memproduksi batik tulis saja yang saya kelola sendiri dan dibantu oleh 80 pembatik dan 8 orang sebagai finishing, namun karena adanya pandemic produksi sangat berkurang sehingga hanya ada 10 pembatik dan 3 orang sebagai finishing. 3. Pewawancara : Sebagai generasi penerus Batik Tulis Tjokro ini apa saja upaya yang telah bapak lakukan untuk tetap melestarikan Batik Tulis Tjokro? · Narasumber : Pada saat itu saya di kontak oleh pemerintah daerah untuk mengikuti program PNPM di wilayah Kabupaten Pati untuk mengembangkan, memperkenalkan dan mengajarkan seputar Batik, Dimana saya harus mengajar dari satu desa ke desa yang lain untuk memperkenalkan dan megajarkan cara memproduksi batik sesuai dengan keragaman daerah tersebut seperti di daerah Dukuhseti, Jaken, Sukolilo, Gunung Wungkal dan Cluwak. Hal itu saya lakukan agar batik dikenal pada semua lapisan masyarakat. Saya juga sudah mengajarkan anak saya untuk membatik sejak kelas 3 SD, Namun anak saya sekarang posisinya sedang bekerja di luar kota semuanya, dan harapan saya adalah semoga nantinya anak saya ketika sudah mulai pensiun dari pekerjaannya mau melanjutkan usaha membatik Batik Tulis Tjokro agar tetap lestari. 4. Pewawancara : Adakah motif klasik Batik Tulis Tjokro ini yang diwariskan secara turun temurun? Jika ada berapa banyak motifnya ? Dan apa nama nama motifnya? · Narasumber : Ciri Khas dari batik bakaran dengan motif klasik itu berwarna sogan, motif klasik Batik Bakaran di wariskan secara turun temurun oleh ibu saya, saya belajar dengan ibu saya, menurut tuturan ibu saya corak batik yang klasik dan asli adalah yang diajarkan oleh ibu saya, kemudian pada tahun 1985 ada pelatihan mengenai ragam batik modern karena untuk mendapatkan warna alami seperti pada motif batik klasik sudah sangat sulit ditemukan, pewarna alami terbuat dari akar mengkudu dan kulit pingi yang menghasilkan warna cokelat sawo matang atau warna yang disebut sogan. Untuk mengakali kelangkaan pewarna maka saya membeli pewarna sintetis dari Solo di Pasar Klewer dan itu adalah titik balik dari modernitas corak dan warna Batik Bakaran, karena jika kita tetap memakai pewarna asli akan membutuhkan waktu yang sangat lama dan tidak sebanding dengan harga kain batik di pasaran. Untuk saat ini kami memiliki 18 corak batik di antaranya adalah blebak duri, sido rukun, kedele kecer, ungker cantel, magel ati, blebak kopik, bregat ireng, blebak urang, liris,manggaran, blebak lung, rawan, merak ngigel, padas gempal, puspo baskoro, limaran, gringsing, mina tani dan gandrung. 5. Pewawancara : Apa harapan bapak kepada Pemerintah terkait dengan keberadaan Batik Tulis Tjokro ini? · Narasumber : Harapan saya kepada pemerintah adalah pemerintah harus tau dan perduli dengan pembatik lokal karena kami sebagai pembatik sudah berupaya untuk melestarikan batik dari daerah, provinsi hingga nasional, harapan saya semoga Batik Bakaran sama eksisnya seperti Batik Pekalongan dan Batik Solo, namun saya juga berterimakasih atas upaya pemerintah Kabupaten Pati yang sudah melakukan upaya pelestarian juga dengan mengharuskan semua pegawai pemerintah Kabupaten Pati untuk memakai Batik Tulis Bakaran Motif Mina Tani pada hari Kamis dan Batik Tulis Bakaran motif lainnya di hari Jumat. Terimakasih bapak, sudah meluangkan waktu untuk kami wawancarai dan memberi seputar Batik Tulis Tjokro. KESIMPULAN Batik Tulis Bakaran merupakan salah satu Objek Pemajuan Kebudayaan di Kabupaten Pati yang diusulkan sebagai Warisan Budaya Takbenda. Batik Tulis Bakaran berasal dari Desa Bakaran, Kecamatan Juwana Kabupaten Pati. Salah satu pelopor dari berkembangnya Batik Bakaran adalah Batik Tulis Tjokro yang di prakarsai oleh Toriman Tjokro Satmoko yang kemudian dilanjutkan oleh bapak Bukhari sebagai cucu dari Toriman Tjokro Satmoko. Batik Tjokro eksis sejak tahun 1977 dimana Bukhari memplokamirkan bahwa Batik Bakaran merupakan batik khas dari Desa Bakaran di Kabupaten Pati dan menjadi salah satu Warisan Budaya Tak Benda dari Kabupaten Pati. Bukhari merupakan keturunan keluarga pembatik. Pembatik yang dimaksud adalah penduduk Desa Barakan yang mendapat ilmu membatik dari Nyi Danowati (Nyi Ageng Sabirah) dimana beliau adalah seorang pembatik yang berasal dari Majapahit, Beliau adalah seorang punggawa Majapahit yang diserahi tugas untuk mengelola Gedung pusaka dan pengadaan seragam batik untuk pakaian dan uborampe tentara pada masa itu. Yang kemudian beliau berekspansi menuju daerah Bakaran dan mulai mengajarkan kesenian membatik di daerah Bakaran, termasuk leluhur keluarga Bapak Bukhari yang belajar membatik dengan Nyi Danowati. Batik Bakaran memiliki corak yang unik yaitu corak seperti remahan, batik yang masih klasik biasanya berwarna sogan sedangakan batik yang sudah modern mulai menggunakan warna warna sintetis yang mencolok, dalam Batik Tjokro memiliki 19 motif di antaranya blebak duri, sido rukun, kedele kecer, ungker cantel, magel ati, blebak kopik, bregat ireng, blebak urang, liris, manggaran, blebak lung, rawan, merak ngigel, padas gempal, puspo baskoro, limaran, gringsing, mina tani dan gandrung. Perkembangan batik Tjokro sendiri mengalami naik turun, termasuk pada saat ini Batik Tjokro mulai merangkak kembali dari keterpurukan akibat pandemi dimana produksi batik yang sempat terhenti. Namun Pemerintah Kabupaten Pati sudah memberikan perhatian kepada Batik Bakaran dimana semua pegawai pemerintahan di wilayah Kabupaten Pati diwajibkan memakai batik bercorak Mina Tani dan motif lainnya pada hari kamis dan Jumat.

Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 30-01-2022

Komunitas Karya Budaya

Bukhari Wiryo Satmoko ( Pemilik Batik Tjokro)

Jl. Mangkudipuro No. 196 Rt: 02 Rw: II Desa Bakaran Wetan Kecamatan Juwana Kabupaten Pati

08122936231

sutiyani77@gmail.com

Andreas Agus Wibowo ( Pengrajin Batik Tulis Bakaran Bu Sri P. Sarni)

Jl. Juwana- Tayu Km.2 Depan SMPN 2 Juwana Desa Bakaran Kulon Rt: 1 Rw: 3 Juwana Kabupaten Pati

081215202999

sutiyani77@gmail.com

Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 30-01-2022

Maestro Karya Budaya

Andreas Agus Wibowo ( Pengrajin Batik Tulis Bakaran Bu Sri P. Sarni)

Jl. Juwana- Tayu Km.2 Depan SMPN 2 Juwana Desa Bakaran Kulon Rt: 1 Rw: 3 Juwana Kabupaten Pati

081215202999

sutiyani77@gmail.com

Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 30-01-2022
   Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 30-01-2022

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047