Cingpoling

Tahun
2021
Nomor Registrasi
202101467
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
Jawa Tengah
Responsive image

       Kabupaten Purworejo adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak + 100 km arah selatan Kota Semarang. Dalam bidang seni tari tradisional, Kabupaten Purworejo memiliki beberapa tarian unggulan di antaranya Tari Dolalak, Cekok Mondol dan Cingpoling.

Kesenian Cingpoling diperkirakan muncul pada masa penjajahan Belanda sejak abad XVII di Desa Kesawen Kecamatan Pituruh Kabupaten Purworejo. Pada saat itu Desa Kesawen Kecamatan Pituruh masuk dalam wilayah Kadipaten Karangduwur.

Pada masa sekarang, Kesenian Cingpoling Desa Kesawen Kecamatan Pituruh Kabupaten Purworejo berada di bawah organisasi kesenian Tunggul Wulung terbentuk sejak tahun 1957, dan terus berkembang dari generasi ke generasi yang kemudian kesenian ini disahkan berdasarkan  SK dari Depdikbud Kabupaten Purworejo dengan Nomor 0534/I0306I /J.91.

Kesenian ini merupakan penggambaran prajurit Demang yang memerintah wilayah Kesawen (kala itu pemerintahan belum dipimpin oleh lurah atau kepala desa), yang saat itu sedang melakukan pisowanan. Dalam pisowanan tersebut Demang Kesawen membawa upeti yang hendak diserahkan kepada Adipati Kadipaten Karangduwur dengan dikawal oleh 3 (tiga) orang prajuritnya yang bernama Krincing, Dipomenggolo dan Keling.

Sambil menunggu acara pisowanan dimulai, Demang Kesawen bersama 3 (tiga) prajuritnya, melakukan latihan beladiri di lapangan Kadipaten. Ketika mereka sedang asyik berlatih beladiri, diketahui oleh Adipati Karangduwur, rupanya beliau  tidak berkenan jika Demang Kesawen dan anak buahnya melakukan latihan beladiri di alun–alun Karangduwur. Untuk itu, Adipati memperingatkan kepada Demang Kesawen dan anak buahnya, agar tidak mengulangi kegiatan serupa lagi di masa yang akan datang.

Walaupun telah ditegur oleh Adipati Karangduwur, ternyata Demang Kesawen tidak jera. Pada pisowanan yang akan datang dia berkeinginan untuk kembali melakukan kegiatan latihan beladiri di Alun – alun kawedanan. Untuk itu dia mengajak musyawarah dua orang kepercayaannya yaitu Jagabaya  dan Komprang.

Kemudian Komprang mengusulkan untuk melakukan penyamaran agar identintas ketiga orang yang dulu menimbulkan masalah tidak terbongkar. Oleh karena itu perlu di siapkan tatanan gerak meniru jogetan/tari dari semua penderek Ki Demang. Komprang sebagai Sutradara, 4 (empat) orang sebagai pemukul bunyi-bunyian, 1 (satu) orang sebagai kemendir/pemayung, 2 (dua) orang sebagai pemencak, lainnya sebagai pengombyong. Dengan demikian ciri dari Dipomenggolo yang ada uci-uci/ benjolan di dahi, Krincing yang mempunyai pusar bodong/sedikit menonjol dan Keling yang mempunyai belang di betis akibat penyakit kulit, tertutup melalui busana dari gerak tari.

Akhirnya terbentuklah tim kesenian yang terdiri dari para prajurit kademangan. Dari 3 (tiga) nama tokoh prajurit Krincing, Dipomenggolo dan Keling inilah nama kesenian ini berasal menjadi Cingpoling. 

Ragam gerak pada kesenian Cingpoling dilakukan berulang-ulang, karena pada dasarnya ini bukan sebuah tarian, namun penyamaran gerak seorang prajurit. Adapun urutan geraknya sebagai berikut : cakrak, ujung, titenan, gambul, dugangan, kitrangan, jajagan, adon-adon, gebragan, genjotanlimpen dan teteran.

IDENTIFIKASI KARYA BUDAYA

a.   Personil.

Personil Cingpoling pada awalnya terdiri dari 17 orang. Tetapi pada kondisi sekarang grup yang masih eksis terdiri dari 9 orang ini jumlah minimal yang harus dipenuhi dengan rincian : 1 (satu) orang sebagai kemendir / pembawa paying, 2 (dua) orang sebagai pemencak, 2 (dua) orang sebagai pengiring, 2 (dua) orang sebagai penabuh ketipung, 2 (dua) orang sebagai penabuh kêcrék.

Adapun personil yang main :

1.   Kemendir (Pemayung)   :   Sigit Mulayanto.

2.   Pemencak ( 2 orang )     :   Samadi dan Sarijo

3.   Joged Ukel                    :   Suwarto dan Parmin

4.   Simba / Kecer               :   Priyono dan Ngadiman

5.   Kendang Buntung         :   Ruki dan Bibit.

6.   Umbul-umbul               :   Sutarman dan Wiwit

7.   Bendhe                       :  Sukirno, Maryoto, dan                                              Ponadi

8.   Terompet                    :  Eko Priyanto dan Marijo

9.  Cadangan Bendhe         : Jemarun, Jemadi, Untung                                          Riyadi

Kesenian Cingpoling Desa Kesawen Kecamatan Pituruh,

sekarang di bawah Organisasi Kesenian Tunggul Wulung

dengan Susunan Organisasi sebagai berikut :

1.   Ketua                             :   Simun

2.   Sekretaris                      :   Eko Priyanto

3.   Bendahara                     :   Samadi

4.   Pembantu Umum          :   Sarijo, Suwarto, Parmin,      Proyono, Ngadiman

5.   Anggota                         :   (seluruh personil grup)

 

b.   Kostum dan Alat terdiri dari :

1.   Tutup kepala :

           a)   Bentuk Pacul Gowang untuk Kemendir dan                      Pemencak.

           b)   Iket corak wulung untuk pemain lain

2. Baju : baju berwarna hitam dengan corak dan asesoris seperti serdadu Belanda khusus untuk Kemendir dan Pemencak. Busana anggota lain beskap motif lurik model Yogyakarta. 

3. Alas kaki : sandal khusus bertali atau sepatu disesuaikan dengan tempat tampil.

      4.  Asesoris : kacamata hitam, sampur, keris

      5.  Alat : 

a) Bendera atau panji-panji yang tiangnya berupa penyamaran untuk membawa tombak sebagai alat pengamanan.

b)  Kecer 2 buah yang pada awalnya berupa senjata lempar dan pinggir kecer bergerigi runcing.

c) Terompet adalah alat penyamaran senjata    tulup/paser.

d)  Pedang tidak tersamarkan.

e)  Alat musik : kendang bunting, bendhe, kecer, dan terompet. Pada perkembangannya divariasi dengan bass drum.

f)  Alat lain berupa : bokor, lilin piring yang pada masa awal perkembangan digunakan untuk tempat sesaji.

      c.   Ragam Gerak:

           1)   Ujung.

Adalah gerakan hormat (sembah) kepada pimpinan.

           2)  Cakrak.

Gerakan berjalan menuju tempat pertunjukan sampai medan pentas.

            3) Titenan.

Maju dengan sikap merunduk yang dilaksanakan oleh pemencak, kadang menengadah, kadang menunduk lalu mundur sampai batas tertentu.

            4)  Gambul.

Maju dengan sikap titenan, sampai di tengah lalu tempelan bahu (gambol) antar pasangan. Maju hingga batas, lalu mundur tanpa gambul, terus maju lagi terus gambul. 

            5) Dugangan.

Adalah gerak langkah maju kembali mundur dengan jalur bebas, dibagi dalam dua regu, dilanjutkan sampai membentuk lingkaran.

            6) Kitrangan.

Masing-masing pimpinan regu mengambil posisi berjauhan, gerakan ketika akan membentuk lingkaran.

            7) Jajagan.

Gerak setelah membentuk lingkaran, pimpinan regu (pemencak) telah siap bertanding.

            8)   Adon-Adon. 

Pemencak mengambil tempat berjauhan, berhadapan, maju dengan gaya merunduk dan menengadah dan sambil memainkan pedang, setelah dekat merunduk dengan berputar mengarah kiblat lain. Atau datang dari arah selatan dan utara menjadi arah timur dan barat dengan merunduk mundur lalu maju setelah dekat latu adu pedang, kemudian kembali ke tempat semula.

            9) Gebragan.

Gerakan memainkan pedang berulang ulang.

            10) Genjotan.

Gerakan seperti adon-adon salah satu diantaranya jatuh tersungkur, yang satunya seperti akan meginjak-injak dilaksanakan bergantian, bangun dari tersungkur sambil membabat pemayung.

            11) Teteran

Gerak seperti semula berposisi di tempat semula dengan gaya kesatria, setelah dekat meliuk-liuk terus meletakkan pedangnya kedua-duanya merunduk di atas pedang yang diletakkan, sambil bersikap seperti adu kekuatan.

            12) Limpen

Selesai teteran, kembali ke posisi semula dalam keadaan jongkok seperti adegan emprak, masing-masing berusaha akan mengambil senjata, yang ditinggalkan di tengah arena. Cara pengambilannya dengan memperhatikan pengawasan/sikap lawan. Jika lawan lawan terlena, maju. Bila diketahui lawan, pura-pura takut, begitu seterusnya. Karena tidak ada yang kalah keduanya berjajar berdejatan, langsung menghadap pimpinan.

MAKNA BUDAYA :

Makna budaya dari Kesenian Cingpoling adalah melestarikan gerak seni dan disiplin ksatria pengawal menjadi satu kesatuan yang indah enak ditonton dan dipadukan dengan alat musik dan asesoris yang dalam waktu tertentu digunakan sebagai alat pengamanan.

NILAI FILOSOFIS :

Nilai filosofis yang terdapat dalam kesenian ini adalah nilai pengabdian dari seorang pengawal kepada pemimpin yang karena kondisi dan tekanan yang melarangnya tetapi karena tanggungjawabnya maka tugas pengaman harus tetap dilaksanakan dengan cara apapun. Dalam hal ini pengawal yang dipimpin oleh tiga tokoh Krincing, Dipo dan Keling (Cingpoling) memilih dengan menyamarkan dalam bentuk seni pertunjukan. 

FUNGSI :

Fungsi Seni Cingpoling dahulu kala adalah sebagai penyamaran gladi keprajuritan dari para pengawal Demang Kesawen saat melakukan Pisowanan dalam bentuk tarian. Pada perkembangannya saat ini bergeser fungsinya yaitu murni untuk hiburan dan pertunjukan yang disesuaikan dengan perkembangan jaman.

 


Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 31-01-2022

Komunitas Karya Budaya

Simun

Desa Kesawen Kecamatan Puituruh Kab. Purworejo

082133414004

-

Eko Priyanto

Desa Kesawen Kecamatan Pituruh Kab. Purworejo

082323861825

-

Komunitas Cingpoling di Desa Kesawen

Desa Kesawen Kecamatan Puituruh Kab. Purworejo

082133414004

-

Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 31-01-2022

Maestro Karya Budaya

Marwoto, S.Pd.

Desa Kesawen Kecamatan Puituruh Kab. Purworejo

081392043445

-

Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 31-01-2022
   Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 31-01-2022

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047