Gambyong Pareanom

Tahun
2021
Nomor Registrasi
202101479
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
Jawa Tengah
Responsive image
Tari Gambyong Pareanom Tarian ini sebenarnya merupakan perkembangan dari tari rakyat, yaitu tledek atau tayub, di mana nama Gambyong sendiri berasal dari nama seorang penari dan sinden yang sangat terkenal pada abad ke-19. Karena keluwesan dan kemerduan suaranya, Sri Gambyong kemudian diundang ke Keraton Surakarta, dan tariannya pun perlahan dibakukan menjadi tarian klasik yang ditampilkan juga di Keraton Surakarta. Tari Gambyong Pareanom yang klasik merupakan pembakuan tari Gambyong yang dilakukan oleh Nyi Bei Mintararas dari Pura Mangkunegaran, Solo, pada tahun 1950. Gerakan Tari Gambyong Pareanom diambil dari srimpi, golek dan Tari Tayub. Dari Srimpi diambil untuk Gerak Laras, Kostum Dari Golek Lambangsari dan dari Tayub: gerak batangan, ukel pakis, kawilan, wedi kengser dll. Dalam perkembangannya tari Gambyong Pareanom diperhalus dengan mendasar pada kaidah kaidah tari kraton. Tari Gambyong Pareanom inilah yang berkembang sampai sekarang. Sejak munculnya koreografi tari Gambyong Pareanom pada tahun 1950 sampai tahun 1993 tari Gambyong Pareanom mengalami perubahan fungsi dari tontonan atau hiburan menjadi berfungsi sebagai penyambutan tamu, perubahan fungsi ini diikuti dengan perubahan bentuk sajian peningkatan frekwensi penyajian, jumlah koreografi,dan jumlah penari. Perkembangan tari Gambyong Pareanom ini juga diikuti perubahan bentuk estetesisnya, yang mengungkapkan keluwesan kelembutan dan kelincahan seorang perempuan yang didukung oleh keharmonisasn dan keselatasan antara gerakdan ritme , hususnya gerak dan irama kendang yang khas. Tari Gambyong Pareanom gaya Mangkunegaran berbeda dengan Tari Gambyong Pareanom di luar tembok Pura Mangkunegaran, baik kostum dan gerakannya. Kostum tari Gambyong Pareanom di Pura Mangkunegaran memakai kain wiron, mekak warna hijau, sampur gendalagiri warna kuning dan jamang, untuk mekak warna hijau dan sampur warna kuning (Hijau Kuning = warna bendera Pura Mangkunegaran), kostumnya sama dengan Tari Gambyong Retnokusumo bedanya untuk warna mekak dan sampur boleh warna apa saja. Untuk kostum untuk tari Gambyong Pareanom di luar tembok Pura Mangkunegaran memakai kain wiron, kemben , sampur polos dan bersanggul (sanggul gede pakai bangun tulak dari rangkaian Bungan melati), warna kostum bebas ( biru, merah, kuning, ungu, pink dll ). Gambyong merupakan salah satu bentuk tarian Jawa klasik yang berasal-mula dari wilayah Surakarta atau Kota Solo dan biasanya dibawakan untuk pertunjukan atau menyambut tamu. Gambyong bukanlah satu tarian saja melainkan terdiri dari bermacam-macam koreografi, yang paling dikenal adalah Tari Gambyong Pareanom (dengan beberapa variasi), Meskipun banyak macamnya, tarian ini memiliki dasar gerakan yang sama, yaitu gerakan tarian tayub/tlèdhèk. Pada dasarnya, gambyong dicipta untuk penari tunggal, tetapi sekarang lebih sering dibawakan oleh beberapa penari dengan menambahkan unsur blocking panggung/ gawang sehingga melibatkan garis dan gerak yang serba besar. Serat Centheni kitab yang ditulis pada masa pemerintahan Pakubuwana IV (1788-1820) dan Pakubuwana V (1820-1823), telah menyebut adanya tarian tlèdhèk disebut tari Gambyong karena salah satu penarinya bernama Mas Ajeng Gambyong seorang waranggono, tetapi juga bisa menari. Selanjutnya, salah seorang penata tari pada masa pemerintahan Pakubuwana IX (1861-1893) bernama K.R.M.T. Wreksadiningrat menggarap tarian rakyat ini agar pantas dipertunjukkan di kalangan para bangsawan atau priyayi. Tarian rakyat yang telah diperhalus ini menjadi populer dan menurut Nyi Bei Mardusari, pada masa pemerintahan Sampeyandalen Ingkang Jumeneng KGPAA Mangkunegara VII (1916-1944), Gambyong biasa ditampilkan pada masa itu di hadapan para tamu di lingkungan Pura Mangkunegaran. Perubahan penting terjadi ketika pada tahun 1950, Nyi Bei Mintoraras, seorang pelatih tari dari Istana Mangkunegaran pada masa Mangkunegara VIII, membuat versi gambyong yang "dibakukan", yang dikenal sebagai Gambyong Pareanom, jadi gerak tari Gambyong mulai digarap pola kendangan mengikuti susunan bentuk tari, dan penari tidak harus tembang sendiri. Koreografi ini dipertunjukkan pertama kali pada upacara pernikahan Gusti Siti Nurul Khamaril Ngasarati Kusuma Wardani , saudara perempuan MN VIII, pada tahun 1951. Tarian ini disukai oleh masyarakat sehingga memunculkan versi-versi lain yang dikembangkan untuk konsumsi masyarakat luas diluar tembok Pura Mangkunegaran. Secara umum, Tari Gambyong terdiri atas tiga bagian, yaitu: 1. Awal, istilahnya Maju Beksan 2. Isi, istilahnya Beksan 3. Akhir istilahnya Mundur Beksan Gerak Tari Gambyong Pareanom : Yang menjadi pusat dari keseluruhan tarian ini terletak pada gerak kaki, lengan, tubuh, dan juga kepala. Gerakan kepala dan juga tangan yang terkonsep adalah ciri khas utama tari Gambyong Pareanom. Pandangan mata selalu mengiringi atau mengikuti setiap gerak tangan dengan cara memandang arah jari-jari tangan juga merupakan hal yang sangat dominan. lain itu gerakan kaki yang begitu harmonis seirama membuat tarian Gambyong Pareanom indah dilihat. Sejarah Tari Gambyong : · Pada awalnya, tari gambyong digunakan pada upacara ritual pertanian yang bertujuan untuk kesuburan padi dan perolehan panen yang melimpah. Dewi Padi (Dewi Sri) digambarkan sebagai penari-penari yang sedang menari. · Sebelum pihak Pura Mangkunegara Surakarta menata ulang dan membakukan struktur gerakannya, tarian gambyong ini adalah milik rakyat sebagai bagian upacara. · Kini, tari Gambyong Pareanom dipergunakan untuk memeriahkan acara resepsi perkawinan dan menyambut tamu-tamu kehormatan atau kenegaraan. · Pakaian yang digunakan bernuansa warna kuning dan warna hijau sebagai simbol kemakmuran dan kesuburan. · Riasan wajah penari dibuat secantik mungkin. Mereka menggunakan angkinan, yaitu kain batik yang diwiru, angkin (ikat pinggang) bermotif jumputan atau pelanggi sebagai penutup bagian dada, dan sampur yang disampirkan di bahu kanan. Rambut dibuat bentuk gelung gedhe dengan beragam hiasan bunga melati dan kantil. · Sebelum tarian dimulai, selalu dibuka dengan gendhing Pangkur. · Teknik gerak, irama iringan tari dan pola kendhangan mampu menampilkan karakter tari yang luwes, kenes, kewes, dan tregel. Disebut dengan Tari Gambyong Pareanom karena iringannya adalah Gending Pareanom. Ada beberapa macam tari Gambyong menyesuaikan iringannya, antara lain Gambyong Pareanom, Gambyong Mudhatama, Gambyong Gambir Sawit, Gambyong Pangkur, dsb. Tarian gambyong memiliki gerakan dasar yaitu gerakan kepala dan tangan yang kenes dan luwes. Para penari pun diharuskan untuk menunjukkan ekspresi yang lembut nan anggun ketika menarikan tarian ini, tidak lupa dengan senyuman yang indah. “Tari gambyong adalah tradisi kecil yang berkembang menjadi bagian tradisi besar,” tulis Sri Rochana Widyastutieningrum dalam Sejarah Tari Gambyong: Seni Rakyat Menuju Istana. Tari gambyong merupakan pengembangan dari tari tledhek yang hidup di tengah masyarakat dan sudah dikenal sejak abad ke-15. Keberadaan tari tledhek sendiri berkaitan erat dengan tari tayub. Sebab, tari tledhek merupakan bagian atau perkembangan dari tari tayub. Dalam pertunjukan tayub, penari tledhek biasanya menari dalam tayuban bersama para pengibing. Namun sebelum ngibing dimulai, penari tledhek membawakan tarian tunggal sebagai pembuka untuk menghormati para tamu dan menarik penonton. Hal ini sesuai dengan makna tledhek, berasal dari kata “ngleledhek” yang artinya menggoda atau mengundang daya pikat. “Di dalam buku Tjentini para penari yang menampilkan kebolehannya pada awal sebelum tayuban ini dikatakan menarikan gambyong (nggambyong), sehingga tarian semacam itu lebih dikenal dengan nama tari gambyong,” tulis Rina Martiara dan Budi Astuti dalam Analisis Struktural Sebuah Metode Penelitian Tari. Karena popular di masyarakat, tari gambyong diadopsi lingkaran keraton. Atas usaha K.R.M.T Wreksadiningrat, seniman istana yang juga adik Patih Dalem Keraton Surakarta R. Ad. Sasradiningrat, tari tersebut diperhalus sesuai kaidah-kaidah tari keraton. Sejak itu tari gambyong sering disajikan di lingkungan keraton. Seiring perkembangan zaman, tari gambyong mendapat sentuhan baru dari para koreografer. Kreativitas ini diawali oleh seniman Pura Mangkunegaran Nyi Bei Mintoraras yang menghasilkan tari gambyong pareanom pada 1950. Kemunculan tari gambyong pareanom merupakan awal perubahan bentuk penyajian tari gambyong. Sebelumnya bentuk penyajian terkesan spontan; bergantung pada kreativitas penari mengikuti pola kendangan. Sedangkan tari gambyong pareanom memiliki susunan dan urutan gerak yang harus diikuti penari. “Bentuk tari gambyong itu kemudian berkembang secara luas, dan diikuti dengan munculnya berbagai bentuk tari gambyong yang lain. Muncullah banyak varian tari gambyong. Sebut saja Gambyong Mudhatama, Gambyong Ayun-ayun, Gambyong Dewandaru, Gambyong Pangkur, Gambyong Sala Minulya, dan Gambyong Gambirsawit. Masing-masing memiliki keunikan dalam gerakan maupun gending pengiringnya. Bahkan tari Gambyong Pareanom Nyi Bei Mintoraras terus dikembangkan. Antara lain dilakukan seniman S. Ngaliman pada 1972. Ngaliman menggarap rangkaian gerak pokok (sekaran) baru. Salah satunya menggunakan srisig kanan untuk mengawali dan mengakhiri tarian; berbeda dari susunan Nyi Bei Mintoraras yang menggunakan sembahan. “Tujuan S. Ngaliman menyusun tari Gambyong Pareanom susunan Nyi Bei Mintoraras adalah untuk dapat ditampilkan dan dipelajari di masyarakat luas, dikarenakan tari gambyong susunan Nyi Bei Mintoraras lebih terbatas di lingkungan Mangkunegaran,” tulis Arina Restian dalam Pembelajaran Seni Tari di Indonesia dan Mancanegara, Tari gambyong terus berkembang dan bukan hanya ditarikan di lingkungan kesunanan sebagai hiburan bagi Sinuhun Paku Buwono VI dan tarian untuk menyambut tamu kehormatan. Tari gambyong mulai dipertunjukkan sebagai hiburan untuk masyarakat umum. Tari gambyong menjadi lebih halus daripada sebelumnya. Tapi kesan kenes, lemah gemulai, dan lembut tetap ditonjolkan. Gerak yang memperlihatkan betis, mengguncangkan payudara, dan melirikkan mata ditiadakan. Bagi sebagian penari gambyong sekaligus penyanyi atau pesindhen, kualitas gerak tari gambyong yang umum sekarang cenderung seperti tari bedhaya atau srimpi. Gaya yang sedikit menggoda tidak dapat muncul atau kurang mendapatkan penekanan. Menurut Sri Rochana dalam “Nilai-nilai Estetis Tari Gambyong” di jurnal Greget Vol. 1 No. 2, Desember 2002, sebagai tarian wanita, tari gambyong mempunyai aturan-aturan yang membatasi kebebasan gerak. Hal ini dilakukan agar sifat kewanitaan yang halus dapat dipertahankan atau ditonjolkan. “Dalam tari gambyong selalu dijaga keseimbangan antara suasana hati dengan gerak-gerak yang dilakukan, maka setiap gerakan dilakukan dengan hati-hati, halus dan mengalir.

Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 31-01-2022

Komunitas Karya Budaya

Citra Wahyu ArsianiKemantrenLangenpraja Pura Mangkunegaran

KemantrenLangenpraja Pura Mangkunegaran

085647162673

citrawahyu@gmail.com

Pagutri (Paguyuban Guru Tari) di Kota Surakarta

Kusumodilagan Rt 01 Rw 12

08121536296

Mayahenni72@gmail.com

Sutrisno Ketua Sanggar Tari Soeryo Soemirat

Prangwedanan Pura Mangkunegaran Surakarta

08121505378

-

Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 31-01-2022

Maestro Karya Budaya

Suyati Tarwo Sumosutargio (88 tahun)

Jl. S. Indragiri No. 75 Rt.001 Rw.001 Sangkrah, Pasar Kliwon Surakarta

085647162673

citrawahyu@gmail.com

Rusini, S,Kar, M.Hum (72 th)

Keprabon Tengah RT. 001 RW. 002 Kel. Keprabon, Kec.Banjarsari Surakarta

089652009243

-

Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 31-01-2022
   Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 31-01-2022

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047