Meteruna Nyoman

Tahun
2021
Nomor Registrasi
202101321
Domain
Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan
Provinsi
Bali
Responsive image

             Materuna Nyoman merupakan sebuah tradisi yang dilaksanakan di Desa Adat Tenganan Pegringsingan. Tradisi ini adalah serangkaian prosesi yang dilaksanakan bagi para remaja putra untuk memperoleh bekal hidup berupa pembinaan dan pendidikan informal tentang pengetahuan moral, etika, serta pengetahuan tentang hakekat hidup sebagai manusia khususnya terkait dengan kehidupan adat di Desa Adat Tenganan Pegringsingan. Rangkaian prosesi tradisi ini dilaksanakan selama setahun penuh yang dimulai dari punama sasih kaulu sampai dengan punama sasih kaulu tahun berikutnya sesuai dengan perhitungan kalender adat Tenganan Pegringsingan.

Sejarah:

            Tradisi Materuna Nyoman ini tidak diketahui pasti seperti apa sejarahnya karena tidak ditemukan bukti tertulis yang menegaskan, namun tradisi ini sudah dilaksanakan secara turun temurun yang wajib dilaksanakan oleh setiap anak-anak yang akan menginjak masa remaja, dalam fase perubahan menjadi dewasa sebagai sebuah syarat agar dapat menjadi bagian dari adat secara sah. Menurut hasil wawancara pada tanggal 13 Oktober 2021 dengan I Putu Yudiana, S.T didampingi oleh Jro Mangku Gede Wiradnyana, S.H, selaku Keliang Adat Desa Adat Tenganan Pegringsingan menyatakan bahwa “terkait sejarah pastinya kami tidak mengetahui pasti sejak kapan Materuna Nyoman ini dilaksanakan di Desa Tenganan ini karena sudah mewarisi apa yang leluhur kami lakukan jadi kami tetap lakukan. Namun kami memiliki awig-awig yang mengatur tentang beberapa hal salah satunya adalah ketentuan dan syarat untuk seorang laki-laki di Desa Tenganan Pegringsingan bisa duduk sebagai krama desa atau bisa dikatakan dewasa adalah melalui proses materuna nyoman ini. Sebelum anak laki-laki di desa itu melalui upacara Materuna Nyoman maka mereka belum dianggap dewasa secara adat meskipun secara fisik sudah dewasa. Namun beliau berpendapat bahwa upacara ini dilaksanakan dalam upaya kedepannya dapat memimpin Tenganan dan menjalankan awig-awig. Jadi yang berhak untuk memimpin Tenganan adalah masyarakat yang memiliki kecakapan dan pengetahuan pemerintahan tentang Tenganan. Hal itu yang mendasari para leluhur kami membuat sistem pendidikan secara adat untuk menyiapkan anak-anak kami agar bisa mandiri dan bisa memimpin Desa Adat Tenganan ke depannya”.

            Sistem pendidikan secara adat inilah yang disebut Materuna Nyoman, dimana upacara ini bisa diibaratkan sebagai sebuah metamorfosis kupu-kupu, dari fase ulat, kepompong kemudian kupu-kupu. Selama setahun (12 bulan) anak laki-laki yang mengikuti upacara ini akan diasramakan diberikan dan diajarkan pengetahuan tentang adat istiadat, etika, norma,tata krama, tatanan pemerintahan serta mengenal wilayah desa. Selain itu juga dikenalkan tentang sistem pengkalenderan dan upacara-upacara yang dilaksanakan di Desa Adat Tenganan Pegringsingan.

            Dengan demikian yang melatarbelakangi dilaksanakannya tradisi Materuna Nyoman adalah kesadaran leluhur masyarakat Desa Adat Tenganan Pegringsingan tentang pentingnya arti pendidikan bagi anak-anak yang akan menjalani kehidupannya kelak sebagai laki-laki dewasa, berumah tangga serta merupakan proses mematangkan pengetahuan tentang adat di desa sebagai sebuah persiapan menjadi Krama Desa tentang bagaimana membentuk karakter yang bertanggungjawab sejak dini, bertanggungjawab akan dirinya sendiri maupun tanggung jawabnya terhadap desa. Materuna Nyoman bukan hanya sekadar proses yang harus diikuti namun lebih kepada pemahaman para peserta akan arti pendidikan etika yang diberikan dalam prosesnya. Link video Wawancara :https://drive.google.com/file/d/1wLx-sx0SINPgJRpUFWSRLanaSuoIbO9z/view?usp=sharing

            Materuna Nyoman terdiri dari 2 suku kata yakni Teruna yang berarti anak laki-laki yang sudah mengalami masa aqil baliqh dan Nyoman jika diambil dari kata Nyom artinya muda atau suci. Pada posisi jabatan di struktur organisasi Teruna di Desa Adat Tenganan Pegringsingan Nyoman adalah posisi paling akhir atau paling bawah sehingga dapat dikatakan bahwa Nyoman disini menunjuk pada arti anak kecil yang akan menginjak dewasa. Tradisi ini wajib dilaksanakan oleh setiap anak-anak yang akan menginjak usia remaja menuju usia dewasa sebelum disahkan menjadi anggota Teruna Adat. Proses Materuna Nyoman diibaratkan layaknya metamorfosis kupu-kupu yang memiliki tiga tahapan yakni menjadi ulat, kepompong dan kupu-kupu. 

Rangkaian Prosesi Materuna Nyoman:

1. Tahap Awal

a.  Meajak-ajakan, memiliki makna mengajak atau mengumpulkan. Meajak-ajakan bermakna mengumpulkan anak-anak yang sudah siap dan cukup usia untuk melaksanakan Meteruna Nyoman.

b.  Melali, dimaknai sebagai permohonan ijin atau restu kepada Tuhan dan leluhur untuk mengikuti rangkaian Meteruna Nyoman dengan pelaksanaan persembahyangan ke seluruh Pura di desa adat setempat. Proses ini dilaksanakan setiap 3 hari sekali pada saat malam beteng.

2. Tahap Inti

     a.  Upacara Basen Pamit, upacara ini merupakan acara persembahyangan yang wajib diikuti oleh seluruh peserta Materuna Nyoman dengan membawa sarana berupa buah  pinang dan daun sirih yang di Bali disebut buah base. Tujuan dari upacara ini adalah sebagai bentuk kebulatan tekad peserta untuk mengikuti pendidikan selama 1 tahun penuh. Peserta wajib diasramakan di rumah Jero Mekel.

     b. Padewasaan atau Kagedong. Pada tahap peserta wajib untuk memangkas rambut sampai gundul dan juga melaksanakan potong gigi, sebagai bentuk kebersamaan dan penyamarataan. Peserta akan diarak dari rumah Jero Mekel menuju Gantih Subak dalam sebuah gedong dari anyaman bambu tanpa atap dan tidak boleh ditonton oleh warga masyarakat bahkan oleh orang tua mereka sendiri.

      c. Metamiang. Proses ini adalah acara berkunjung ke masing-masing gantih subak dengan membawa seserahan. Setiap peserta membawa tamiang (perisai terbuat dari anyaman ata) didepan dada dengan tujuan untuk membentengi diri dari pengaruh-pengaruh negatif / buruk dan bisa selalu menjaga diri.

     d. Melegar. Merupakan proses terakhir dalam tahap inti. Pada proses ini peserta diajak berkeliling desa dan mengunjungi masing-masing gantih subak namun tidak lagi membawa tameng/perisai yang bermakna peserta telah siap menghadapi dunia luar.

3. Tahap Akhir

    a. Ngintarang Katekung. Proses ini bermakna mengitari atau mengelilingi wilayah desa, dimana para peserta akan diajak berkeliling mengenal seluruh wilayah desa, melalui perbukitan sampai ke perbatasan desa dengan membawa senjata tradisional berupa tulupan. Hal ini bermakna agar peserta mengetahui kepemilikan wilayah desa dan mampu menjaga serta melindungi dari pengaruh luar apabila ada yang mencoba mengambil alih.

     b. Namiu Katamiu. Proses ini merupakan bentuk rasa syukur peserta atas suksesnya rangkaian prosesi upacara. Prosesi ini dilaksanakan di masing-masing Bale Petemu asal peserta Materuna Nyoman secara bergilir dengan menikmati hidangan bersama orang-orang yang diundang melalui makan bersama atau yang dikenal dengan magibung.

    c. Ngejot Gede. Dilaksanakan oleh peserta Materuna Nyoman dengan memberikan berbagai macam olahan makanan kepada para Daha dengan maksud menciptakan keharmonisan hubungan Teruna dan Daha serta agar nantinya para peserta Materuna Nyoman paham akan pentingnya peran wanita di dalam sebuah kehidupan sehingga hendaklah menghargai/menghormati wanita sebagai bagian dari hidupnya.

     d.    Ngetog. Proses para peserta mengunjungi Gantih Subak (asrama perempuan) kemudian mengetuk pintu asrama yang dilakukan oleh Jro Mekel dan mengucapkan kata-kata suci dengan maksud membangunkan para daha bahwa hari sudah pagi untuk bergegas bangun dan melakukan aktivitas sebagai seorang wanita. Selain itu pada proses ini juga melakukan kegiatan lainnya yakni nonton atau menyaksikan berbagai macam upacara yang dilakukan oleh Daha di Gantih Subak maupun yang dilakukan oleh Krama Desa. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta agar kelak disaat masuk dalam sebuah organisasi Adat telah siap dan paham akan makna upacara yang dilaksanakan serta apa saja sarana-sarana yang diperlukan

     e. Katinggal. Proses ini adalah rangkaian terakhir Materuna Nyoman pertanda bahwa telah berakhirnya masa pendidikan selama satu tahun dan peserta telah diakui secara adat untuk menjadi anggota truna adat. Yang paling penting dari proses ini adalah wejangan Jro Mekel kepada pada peserta. Peserta akan mengenakan payas gede atau pakaian lengkap Truna Desa Adat Tenganan Pegringsingan.

Nilai Filosofi Tradisi Materuna Nyoman:

           Materuna Nyoman ini merupakan sebuah tradisi sakral yang secara turun temurun dilaksanakan di Desa Adat Tenganan Pegringsingan yang wajib diikuti oleh semua calon teruna adat sebagai sebuah proses kematangan dan pendewasaan bagi generasi muda di desa setempat untuk memahami dan menjalankan tradisi leluhur yang sudah diwariskan secara turun temurun. Pelaksanaan tradisi Materuna Nyoman yang berlangsung selama 1 tahun mewajibkan pesertanya untuk tinggal di dalam asrama jauh dari orangtua akan memberikan banyak pengalaman berharga dalam menjalani kehidupan yang akan mereka jalani selanjutnya setelah selesai mengikuti tradisi ini. Dalam hal ini banyak nilai yang dapat dimaknai yakni :

1.    Nilai Religius

  Penyelenggaraan Materuna Nyoman ini berkaitan erat dengan kegiatan adat dan tradisi budaya yang berkembang di Desa Adat Tenganan Pegringsingan. Dalam proses pelaksanaannya terdapat beberapa tahapan yang berkaitan dengan menghaturkan sesajen dengan tujuan memohon restu kepada Tuhan dan leluhur untuk mengikuti rangkaian Meteruna Nyoman dengan pelaksanaan persembahyangan ke seluruh Pura di desa adat setempat. Hal ini memberikan pengalaman kepada masing-masing calon teruna untuk selalu ingat sembahyang, bersyukur dan memuja Beliau sebagai Sang Pencipta.

2.    Nilai Kekeluargaan

   Penyelenggaraan Materuna Nyoman ini berlangsung selama 1 tahun penuh dimana para peserta yang terdiri dari para calon teruna (pemuda) ditempatkan di sebuah asrama untuk tinggal bersama selama pendidikan. Jauh dari orangtua dan keluarga, tinggal bersama-sama di dalam asrama, melakukan segala kegiatan bersama sehingga akan membuat mereka seperti layaknya keluarga. Hal ini tentunya akan menumbuhkan rasa kekeluargaan diantara para peserta.

3.    Nilai Solidaritas

    Kebersamaan selama 1 tahun dalam sebuah asrama, menjalani kehidupan adat dan agama, dibimbing oleh Jro Mekel, mengerjakan segala kewajiban secara bersama lambat laun akan memunculkan rasa saling memiliki/solidaritas. Selain itu dalam tahap ngejot gede dimana para calon teruna memberikan jotan tipat kepada para daha (gadis) agar mereka bisa menghormati keberadaan wanita.

4.    Nilai Kemandirian

     Di dalam kehidupan asrama yang dijalani oleh para calon teruna selama 1 tahun, para calon teruna akan dilatih untuk melakukan semua kewajiban mereka secara mandiri, seperti merawat asrama, secara bergiliran membersihkan asrama.

Fungsi Tradisi Materuna Nyoman

                 Materuna Nyoman ini sebagai sebuah tradisi yang diwariskan secara turun temurun juga merupakan salah satu bentuk penguatan pendidikan karakter dimana para calon teruna adat akan mendapatkan pendidikan informal mengenai etika, moral, dan fisik sebagai pedoman nantinya mereka akan berperilaku sebagai calon krama desa adat. Dalam hal ini Materuna Nyoman memiliki fungsi sebagai berikut :

1.    Fungsi Religi

   Dalam penyelenggaraan Materuna Nyoman terdapat beberapa tahapan yakni melali dan basen pamit dimana para calon teruna diajak untuk   bersembahyang keliling ke semua pura yang ada di desa adat setempat setiap 3 hari sekali selama hampir 8 bulan. Hal ini dimaksudkan agar para   peserta (calon teruna) nantinya bisa selalu ingat bersyukur kepada Sang Pencipta. 

2.    Fungsi Pewarisan budaya

     Materuna Nyoman merupakan sebuah tradisi turun temurun yang sudah dilaksanakan oleh masyarakat Desa Adat Tenganan Pegringsingan sebagai   sebuah upaya untuk membentuk calon-calon pemuda desa yang nantinya akan meneruskan kehidupan adat disana. Bagi masyarakat Hindu yang   mengenal sistem patrilineal dimana keturunan (anak) laki-laki memiliki beban untuk menjadi penerus keluarga di masyarakat. Hal inilah yang   mendasari adanya pendidikan khusus bagi anak laki-laki di Desa Adat Tenganan Pegringsingan untuk mempersiapkan anak laki-laki mereka   menjadi generasi penerus melalui pelaksanaan tradisi Materuna Nyoman ini. Bagi anak laki-laki yang belum pernah mengikuti tradisi ini maka   belum boleh masuk menjadi anggota Teruna (pemuda adat) dan belum boleh terlibat dalam setiap kegiatan adat agama di desa setempat.

3.    Fungsi Penguatan Pendidikan Karakter

   Tradisi Materuna Nyoman dapat dikatakan sebagai sebuah sarana pendidikan non formal bagi para calon pemuda di Desa Adat Tenganan   Pegringsingan. Para calon teruna ini diasramakan selama 1 tahun untuk mendapat pendidikan karakter, wawasan tentang desa, mengenal wilayah   desa adat, memahami tentang peran laki-laki dalam tatanan desa adat. Setelah melalui pendidikan ini para pemuda akan resmi menjadi anggota   teruna adat yang sudah siap terlibat dalam setiap kegiatan adat dan agama di desa setempat. Pendidikan adat ini memberikan banyak pengalaman   bagi peserta yakni, lebih mandiri, bertanggung jawab, religius, memahami peran dalam adat.

4.    Fungsi Sosial/Integrasi sosial

     Materuna Nyoman dilaksanakan selama setahun penuh, di dalam asrama jauh dari orang tua dan keluarga, melibatkan anak laki-laki yang sudah   cukup umur memberikan banyak pengalaman bagi mereka. Banyak interaksi sosial yang dilakukan antara sesama peserta dengan berbagai         karakter  membaur menjadi satu dalam kebersamaan. Selain itu mereka juga diajarka untuk mulai berinteraksi dengan krama desa, para daha,   dan lingkungan setempat sehingga akan tercipta adanya integrasi sosial.  


Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 20-01-2022

Komunitas Karya Budaya

Desa Adat Tenganan Pegringsingan

Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem

0

o

Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 20-01-2022

Maestro Karya Budaya

I Ketut Sudiastika

Banjar Adat Kauh, Desa Adat Tenganan Pegringsingan

082236864795

0

I Wayan Mudana, SE

Desa Adat Tenganan Pegringsingan, Desa Tenganan

08179768069

0

Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 20-01-2022
   Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 20-01-2022

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047