Barong Nong Nong Kling

Tahun
2021
Nomor Registrasi
202101323
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
Bali
Responsive image

Barong Nong Nong Kling di Dusun Suwelagiri Desa Aan, Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung merupakan bentuk seni pertunjukan yang menggunakan media ungkap tari, musik dan drama/teater. Waktu pementasannya pada Hari Raya Galungan/Kuningan dan dimainkan oleh pria krama pengempon/anggota pura. Nama Nong Nong Kling diambil dari suara iringannya yang apabila digerakkan akan menimbulkan efek bunyi “nong, nong, kling”. Meskipun seni ini tidak menggunakan barong melainkan topeng, tetapi tetap dikelompokkan dalam kesenian barong. Cerita pementasannya diambil dari kisah Ramayana,yakni “Kerebut Kumbakarna” (Kumbakarna yang berperang direbut banyak kera).

Sejarah

Lahirnya seni pertunjukan ini terkait erat dengan sejarah Desa Adat Aan yang diperkirakan berdiri pada abad 16 oleh Jero Pasek Gelgel yang meninggalkan istana Gelgel pada Tahun 1580. Menuju arah barat laut, pejabat istana ini kemudian merabas hutan pohon Ea/Ehe yang ada beringin kembarnya. Di tempat itu dia mendirikan Desa (Aan) beserta pelinggih yang dikenal sebagai Pura Suwela. Menurut purana (sejarah kuna) Tahun 1755 terjadi bencana kelaparan di desa itu karena serangan hama sehingga gagal panen. Dari pewisik/petunjuk gaib diminta agar mementaskan pertunjukan barong yang berupa topeng Anoman, Subali, Sugriwa, Kumbakarna, Rahwana dan punakawan. Barong-barong ini kemudian   dipentaskan di halaman pura, perempatan desa dan halaman rumah warga. Pertunjukan ini dikenal sebagai tradisi ngelawang. Sesudah pementasan pertunjukan barong tersebut, tanaman kembali berbuah, panen melimpah, dan warga sejahtera.    

Kondisi di atas menunjukkan bahwa seni pertunjukan tersebut mengandung nilai ajaran spiritual bahwa hidup manusia di dunia merupakan pergulatan antara baik-buruk, dharma-adharma, dan panen-hama. Untuk mendapatkan kesejahteraan, baik /dharma harus dimenangkan dengan pertolongan Tuhan. Pementasan barong nong nong kling secara rutin hingga kini, selain berfungsi sebagai penyelamatan tradisi dan pendekatan manusia dengan Tuhannya juga sebagai sarana penolak bala. Makna sosialnya adalah selain sebagai hiburan kesenian,memupuk kebersamaan,juga pendidikan untuk menjaga hubungan baik dengan sesama,Tuhan dan lingkungannya.    

Struktur pementasan

Struktur pertunjukan diawali dengan nedunang/dikeluarkannya topeng,busana dan perlengkapan tari lainnya dari tempat penyimpanan. Selanjutnya dipersiapkan sarana upakara/banten yang dilakukan oleh para wanita/ibu, termasuk membuat/mejejahitan, menyusun/metanding. Sesudahnya diadakan persembahyangan bersama antara warga desa, pemain/penabuh dari krama pengempon / anggota pura yang dipimpin oleh pemangku pura untuk memohon berkah dan keselamatan pementasan.

Dalam prosesi itu dilakukan ngaturan banten/mempersembahkan sesaji yang berupa:

1.      Pejati yang terdiri dari peras, sodan, daksina,tipat kelanan, canang pesucian.

2.      Segehan Agung yang berupa kelapa, nasi putih 11 tanding, telur dan canang dan penjeneng yang berupa beras dan benang putih.

3.      Kain putih yang dilengkapi lontaran (gambar tentang simbol persembahan upacara) sebagai alas segehan agung.

Pemangku yang memimpin persembahyangan  menggunakan tetabuhan (berupa campuran arak brem dan tuak/nira), dupa dan tirta (air suci). Selanjutnya para pemain yang sudah siap dengan busana tari sesuai dengan peran yang dimainkan,keluar dari ruang utama pura menuju jaban/halaman pura melewati pintu yang di bagaian kiri dan kanannya dipasang payung putih dan kuning. Prosesi tersebut diiringi oleh bunyi gamelan yang dimainkan oleh sekelompok pemuda berpakaian adat putih. Ini memperlihatkan suasana kesakralan pertunjukan.

 Pertunjukan Barong Nong Nong Kling diselenggarakan di alam terbuka, tanpa panggung dan penontonnya dalam posisi duduk melingkar. Semua pemainnya laki-laki dan berjumlah 5 orang (Kumbakarna, 2 kera dan 2 punakawan). Formasi pemain pada adegan awal membentuk barisan yang terdepan Kumbakarna, diikuti berturut turut kera dan punakawan. Adegan berikutnya,pemain membentuk formasi sesuai dengan alur ceritera dan berdasar improvisasi mereka. Hampir tidak ada batas antara penonton dan pemain sehingga  terasa keakraban di antara mereka. Dialog tokoh Kumbakarna dan kera menggunakan bahasa Kawi, yang diterjemahkan oleh punakawan Delem dan Sangut dalam Bahasa Bali sambil melawak dan menyanyi, sehingga menimbulkan suasana gembira tetapi sakral. Setelah pertunjukan selesai pemain dan penabuh gamelan berjalan mengeliligi desa, memasuki setiap halaman rumah warga. Di tempat itu, penari menggoyang-goyangkan pohon yang ada agar pohon-pohon itu tumbuh subur dengan hasil melimpah. Suasana makin ramai ketika, ritual ngelawang melibatkan anak-anak yang berjalan mengikuti di belakang pemain barong dan sesekali menggoda sambil bergurau. Terkadang balita umur 6 bulan juga diikutkan, dengan harapan mereka akan tumbuh menjadi seorang pemberani.

Perlengkapan dan Pengiring Barong Nong-Nong Kling

Perlengkapan penting yang dikenakan oleh pemainnya adalah tapel/topeng dan busana yang mengidentifikasikan beberapa karakter tokoh yang dimainkan. Busana yang dikenakan oleh pemain yang berperan sebagai wanara memakai bulu yang terbuat dari bahan semacam serat. Sementara itu peralatan musik yang digunakan untuk mengiring drama tari nong nong kling dinamakan batel, yang terdiri atas:

(1) dua buah kendang kecil (kendang keruntungan);

(2) satu set ceng-ceng kecil;

(3) sebuah kenong;

(4) sebuah kelenang;

(5) se buah kempul; dan

(6)  sebuah seruling bernada slendro. 

             Seni pertunjukan Barong Nong Nong Kling khususnya di Desa Adat Aan, menjadi  warisan budaya leluhur yang terus diupayakan pelestariannya.  Deskripsi tentang seni tradisional ini dimuat antara melalui media sosial, tulisan ilmiah dan pementasan secara rutin sebagai bagian melekat dari prosesi pelaksanaan upacara Hari Raya umat Hindu Galungan/Kuningan. Di daerah lain di wilayah Kabupaten Klungkung bahkan di kota Denpasar seni rakyat itu dimainkan oleh sekelompok pemuda di beberapa rumah warga. Di kota ini tetapi penampilannya sangat sederhana, dengan fungsi dan makna ekonomis. Usulan seni pertunjukan Barong Nong Nong Kling sebagai warisan budaya tak benda, menunjukkan keseriusan upaya dari Pemerintah Daerah untuk menjaga warisan leluhur ini tetap eksis dan tidak  melenceng dari nilai budaya spiritual masyarakat  Bali.

Makna dan Nilai Barong Nong Nong Kling

Kajian naskah akademis tentang kesenian Barong Nong Nong Kling dari aspek pendidikan Agama Hindu ditulis oleh I Wayan Sukra Erawan. Pementasa Barong Nongkling Pada Hari Raya Galungan Dan Kuningan Di Dusun Swelegiri Desa Pakraman Aan Kecamatan Banjarangkan,Kabupaten Klungkung (Kajian Nilai Pendidikan Agama Hindu). Jurusan Pendidikan Agama Fakultas Dharma Acarya Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.2012 (skripsi yang tidak diterbitkan). Penulis menyimpulkan bahwa melalui pementasan seni tradisional sakral tersebut umat Hindu menjadi yakin akan keberadaan Tuhan sebagai pelindung dari segala macam penyakit dan sebagai  media pembelajaran untuk mengimplementasikan Tri Kaya Parisudha .Konsep kearifan lokal masyarakat Bali yang berintikan pada tiga perilaku manusia yang disucikan yakni berpikir, berkata dan berbuat yang benar, termanifestasi dari prosesi pementasan yang menggunakan media upacara banten / sesaji sebagai wujud bhakti umat Hindu.

Naskah lain adalah Purana Pura Suwela, koleksi Desa Aan Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung. Dalam naskah ini diuraikan tentang sejarah singkat berdirinya Desa Aan dan Pura Suwela, latar belakang munculnya pementasan barong nongkling.


Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 20-01-2022

Komunitas Karya Budaya

Desa Adat Aan

Desa Aan, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung.

0

0

Sekaa Barong Nong Kling Pura Suwela

Dusun Suwelagiri Desa AAN Kec. Banjarangkan Kab. Klungkung

0

wiraadnyana706@gmail.com

Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 20-01-2022

Maestro Karya Budaya

I Nyoman Suaspanya ( Penglingsir/ Pembina Barong Nong Nong Kling)

Dusun Suwelagiri Desa Aan Kec. Banjarangkan Kab. Klungkung

0

wiraadnyana706@gmail.com

I Ketut Kuriasa (Bendesa Adat Aan)

Dusun Suwelagiri Desa Aan Kec. Banjarangkan Kab. Klungkung

081337416110

wiraadnyana706@gmail.com

I Wayan Narti (almarhum) Guru Barong Nong Nong Kling

Dusun Suwelagiri Desa Aan Kec. Banjarangkan Kab. Klungkung

0

0

I Wayan Wira Adnyana (Perbekel Desa Aan dan Pemangku Pura Suela)

Dusun Suwelagiri Desa Aan Kec. Banjarangkan Kab. Klungkung

087858228674

wiraadnyana706@gmail.com

Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 20-01-2022
   Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 20-01-2022

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047