Joged Nini

Tahun
2021
Nomor Registrasi
202101325
Domain
Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan
Provinsi
Bali
Responsive image

A.  Aspek Kesejarahan

Joged Nini atau Rejang Nini adalah kesenian atau tari pengiring upacara yang dilakukan masyarakat agraris di Desa Adat Buruan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Tari Joged Nini dipentaskan dalam upacara Mantenin Padi di Jineng, Ngusaba Nini, dan Ngusaba Desa. Sehubungan dengan fungsinya sebagai pengiring upacara, kemungkinan kesenian ini telah ada sejak masyarakat Desa Buruan melaksanakan pola bercocok tanam padi. Menurut penuturan masyarakat setempat, yaitu Bapak I Gede Arum Gunawan, S.Ag., M.Ag. selaku narasumber kesenian Joged Nini, menyatakan bahwa kesenian ini sudah ada sejak dulu kala dan sudah berkembang secara turun-temurun sampai saat ini. Bapak Arum Gunawan, merupakan cucu dari mendiang salah satu tetua adat yang mengetahui kesenian ini. Beliau seorang budayawan dan rohaniawan di Desa Adat Buruan menuturkan bahwa pada masa kekuasaan Raja Tabanan, masa kolonial Belanda, dan masa-masa awal Kemerdekaan RI, Tari Joged Nini ini masih berkembang dan dilaksanakan secara rutin oleh masyarakat Desa Buruan. Seiring dengan perkembangan politik dan pergeseran profesi masyarakat, intensitas pementasan kesenian ini semakin menurun. Bahkan, dalam dua puluh tahun terakhir ini kesenian Joged Nini dapat dikatakan hampir punah. Masyarakat mulai meninggalkan profesi sebagai petani, dan mulai menekuni profesi lainnya, menjadi salah satu faktor penyebab mulai berkurangnya kesenian ini di masyarakat. 

Sebagai tari pengiring upacara, Tari Rejang merupakan tari wali yang berkembang sejak zaman prasejarah. Hal ini mengacu pada mitos atau cerita yang berkembang pada masyarakat Bali, bahwa keberadaan Tari Rejang terkait dengan cerita kemenangan Batara Indra melawan Raja Mayadenawa. Raja Mayadanawa melarang masyarakat Bali melakukan pemujaan, sehingga Batara Indra di kayangan marah dan menyerang Mayadanawa. Raja Mayadanawa kalah dan tewas dalam peperangan itu. Untuk memperingati kemenangannya, Batara Indra mendirikan pemujaan di beberapa tempat, yakni di Kedisan, Tihingan, Manukraya, dan Keduhuran. Pelaksanaan pemujaan disertai dengan pertunjukan kesenian. Para widyadari (bidadari) bertugas menjadi penari rejang, dan para widyadara menjadi penari baris, serta para gandarwa menjadi juru tabuh, juru suling, dan juru selonding. Sejak saat itu, setiap pelaksanaan upacara di tempat-tempat suci tersebut selalu disertai tari rejang, tari baris, dan tari pendet. Pelaksanaan upacara dan pementasan tarian tersebut (termasuk tari rejang) menjadi sarana upacara sebagai rasa syukur dan memohon keselamatan dalam menjalani perputaran alam semesta, dunia, maupun perputaran hidup manusia.

Pada masa Bali Kuna seni tari telah berkembang dengan adanya istilah-istilah tari yang terdapat dalam beberapa prasasti seperti pamukul, ataupukan, prabangsi, dan sebagainya. Pada masa berkuasanya raja-raja di Bali hingga masa kekuasaan Belanda, Tari Rejang sebagai kesenian untuk mengiringi prosesi upacara masih tetap berlangsung. Tari Joged Nini/Rejang Nini selaku tari pengiring/ tari wali-bebali untuk upacara Mantenin Padi di Jineng selalu dilaksanakan usai masa panen padi. Seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan profesi masyarakat, masyarakat mulai meninggalkan kesenian ini. Sehingga terjadi penyederhanaan dan modifikasi kesenian, yang menyebabkan kesenian ini kehilangan bentuk utuhnya. Hal ini menyebabkan kesenian Joged Nini ini dapat dikatakan sebagai kesenian yang hampir punah, meskipun bentuk utuhnya tidak ditemukan lagi, namun fragmen-fragmen kesenian ini masih hidup di masyarakat Buruan.

B.  Prosesi/Penyelengaraan/Sesaji Kelengkapan

Pelaksanaan Joged Nini sebagai sebuah ritus yang berkaitan dengan upacara Mantenin Padi ke Jineng yang dilakukan oleh para petani pasca panen di lumbung padi milik keluarga masing-masing. Selain itu juga dilaksanakan di Pura Puseh saat dilangsungkan upacara Ngusaba Nini dan Ngusaba Desa, serta dilakukan saat Upacara Ngaturang Saren Tahun. Kesenian ini sebagai pengiring Upacara menaikkan padi ke atas Lumbung. Ada beberapa upakara/ sesaji yang berkaitan dengan kesenian ini diantaranya, banten bayakaon, prayascita dan pasucian untuk prosesi penyucian lumbung, padi, dan piranti tari, banten asorohan jangkep, nasi yasa, buratwangi, rantasan, gegantungan, tangga menek, tangga tuun, jaan sesapi, klukuh, ubag-abig, sat-sat, penjor pangusabaan, dan Dewasa Nini/ Dewa Nini.

Dewasa Nini/ Dewa Nini menjadi upakara utama/pokok dalam ritus ini yang terbuat dari 108 ikat batang padi, yang dihias dengan anyam-anyaman padi (Seri-serian) dan dibalut dengan kain warna putih dan kuning. Dewasa Nini inilah yang disebut Nini/ Bhatara Nini yaitu istilah local untuk menyebut manifesatasi Tuhan sebagai Dewi Sri yaitu dewi padi, dewi kemakmuran. Dewasa Nini inilah yang ditarikan bersama-sama oleh para petani, sehingga ritus ini disebut Joged Nini.

Pementasan Tari Joged Nini/ Rejang Nini memiliki tata gerak, lagu-lagu, pakem-pakem, maupun urutan-urutan yang sudah tertata sedemikian rupa. Secara lengkap urutan-urutan pelaksanaan pementasan tari Rejang Nini adalah sebagai berikut.

1.         Rejang pamendak nini, yakni tari pembuka untuk mengantarkan atau mengiringi Dewasa Nini menuju jineng (lumbung padi).

2.         Ngider Buana, penari Rejang Nini berputar mengelilingi jineng (lumbung) sebanyak tiga kali putaran sebelum Dewasa Nini dinaikkan ke atas         lumbung padi.

3.         Ngunggahang Nini yani menaikkan Dewasa Nini ke dalam lumbung yang ditempatkan di hulu lumbung yakni pada arah timur laut. Pada saat         Ngelinggihang Dewasa Nini, penari Rejang Nini menari sambil menyanyikan gending nini berupa lagu-lagu yang berisi syair-syair pujaan yang     memuji kebesaran Tuhan sebagai penguasa padi dan kesejahteraan.

4.  Mekincang-kincung dilaksanakan setelah Dewasa Nini ditempatkan di dalam lumbung. Makincang-kincung dilaksanakan di depan pintu bangunan jineng, para nenari Rejang Nini menari sambil membawa beberapa perlengkapan upacara serta menyanyikan lagu berupa wewangsalan (pantun-pantun) yang berkaitan dengan pertanian.

5.     Ngider kidung atau majejogedan adalah prosesi terakhir pementasan Rejang Nini dalan upacara Mantenin Padi di Jineng. Majejogedan merupakan tari spontanitas sebagai wujud kegembiraan masyarakat Desa Buruan. Ditarikan oleh penari Rejang Nini dengan para pengibing (penari laki-laki) yang menari berpasangan dengan posisi berhadapan. Dalam majejogedan ini, penari laki-laki dan perempuan tidak boleh saling menyentuh.

C.   Nilai Filosofi, Fungsi dan Makna bagi Masyarakat

Kesenian Joged Nini sebagai sebuah ritus pemujaan kepada Dewi Sri merupakan sebuah ungkapan rasa syukur dan suka cita para petani atas keberhasilan panen dan keselamatan warga desa. Ditinjau dari fungsinya, Joged Nini ini merupakan kesenian wali-bebali yaitu kesenian pengiring upacara yang hanya bisa ditarikan pada upacara tertentu dan ditempat tertentu saja. Secara teologis, ritus ini menunjukkan ungkapan bhakti kepada Tuhan, sebuah ungkapan syukur atas anugerah-Nya. Dalam lagu pengiring kesenian ini yang disebut Gending Nini terdapat lirik “Jelih lambih mamatan balang, maikut jaran” secara teologis lirik tersebut bermakna pujian kepada Tuhan yang disimbolkan dengan aksara suci Ongkara, sekaligus secara tekstual bermakna sebagai pengharapan untuk hasil panen padi musim beikutnya agar padi yang dihasilkan melimpah, subur, dan berhasil.

Secara filosofis dalam ritus ini juga dapat dimaknai sebagai upaya memelihara persatuan dan kesatuan masyarakat, pengikat tali persaudaraan dan gotong royong. Selain itu ada sebuah pesan kepada generasi penerus untuk melestarikan alam, khususnya padi dan ekosistem sawah. Pewarisan nilai-nilai agama, norma sosial, dan misi pelestarian lingkungan tersebut tercermin dari lirik-lirik Gending Nini, saat para petani saling berbalas pantun (mawewangsalan).

D.  Perkembangan Terkini

Seiring dengan perkembangan zaman, kesenian ini tidak lagi ditarikan secara utuh, mengingat adanya peristiwa politik yang menyebabkan traumatic dan ketakutan masyarakat dalam melaksanakan kesenian ini. Namun, fragmen-fragmennya masih dapat dilihat dan masih dilestarikan hingga saat ini. Ritus ini tidak lagi ditarikan di masing-masing lingkup rumah tangga, melainkan hanya dilakukan di Pura saja. Begitupula tatanan ritus ini dimodifikasi dan dipersingkat, sehingga tidak semua gending Nini ini dilagukan. Begitu pula, iringan yang semuala dengan instrument tingklik, kini diiringi gamelan Gong Kebyar. Modifikasi itu adalah bentuk adaptasi masyarakat pada situasi politis masa lalu untuk tetap dapat melaksanakan ritus ini.

Pelaksanaan ritus ini juga mulai berkurang, karena para petani menanam padi varietas baru, karena bulir padinya mudah rontok sehingga sulit untuk ditata sebagai Dewasa Nini. Selain itu, masyarakat mulai beralih profesi sehingga semakin mengancam keberadaan ritus ini di masa kini.

E.  Upaya Pelestarian

Untuk melestarikan kesenian ini, maka dilakukan upaya rekonstruksi yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Buruan, bersinergi dengan organisasi Kader Pelestari Budaya Kabupaten Tabanan. Pasca kegiatan rekonstruksi tersebut, kemudian dilakukan upaya-upaya pelatihan yang dilakukan dengan melibatkan anak-anak dan Karang Taruna desa. Akhinya masyarakat saat ini melakukan pelatihan kesenian ini melalui komunitas sanggar tari Tandang Apsari, yang melaksanakan pelatihan bersama dengan para ibu-ibu dan tetua adat untuk regenerasi seni.

F.  Keterlibatan Masyarakat

Kesenian ini pada mulanya melibatkan masyarakat petani, khususnya yang di rumahnya memiliki lumbung padi. Secara komunal ritus ini dilaksanakan dan didukung pula oleh seluruh warga desa terkait dengan pelaksanaan upacara Ngusaba Desa Ngusaba Nini dan Upacara Saren Tahun di Pura Puseh. Seluruh masyarakat tumpah ruah mengikuti ritus tersebut. Penari diambil secara acak, dan tidak ada aturan tertentu, seluruh masyarakat turut serta menyanikan lagu/ gending nini ini sehingga kemeriahan upacara semakin terasa.

 


Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 20-01-2022

Komunitas Karya Budaya

Desa Adat Buruan

Desa Buruan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali

081558560922

gunawanarum16@gmail.com

Komunitas Seni Tandang Apsari

Desa Buruan, Kec. Penebel, Kabupaten Tabanan, Prov. Bali

081378634215

0

Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 20-01-2022

Maestro Karya Budaya

I Gede Arum Gunawan, S.Ag.

Banjar Dinas Buruan Tengah, Desa Buruan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali

081558560922

gunawanarum16@gmail.com

Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 20-01-2022
   Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 20-01-2022

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047