Abuang Luh Muani

Tahun
2021
Nomor Registrasi
202101327
Domain
Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan
Provinsi
Bali
Responsive image

Sejarah :        

        Tari Abuang Luh Muani merupakan tarian yang berkembang di Desa Adat Tenganan Pegringsingan. Bentuk Tari Abuang Luh Muani adalah tarian berpasangan yang ditarikan oleh para daha dan truna dengan gerak yang sederhana namun memiliki arti yang mendalam diiringi gamelan Selonding. Awal kemunculan tarian ini tidak bisa dipastikan, tidak ada sumber tertulis yang menegaskan dikarenakan pernah terjadi kebakaran besar di desa ini (1841) yang menghanguskan semua dokumen tertulis dalam bentuk lontar, namun menurut keyakinan masyarakat setempat yang dituturkan secara turun temurun tarian ini diperkirakan muncul sejak Desa Adat Tenganan Pegringsingan berdiri bersamaan dengan adat istiadat dan beberapa tarian yang ada di desa tersebut, seperti Tari Abuang, Tari Meresi, Tari Rejang Daha yang terkait dengan Tari Abuang Luh Muani (wawancara dengan Ni Wayan Lodri). Sedangkan menurut pendapat I Wayan Dibya (seniman dan tokoh budayawan) bahwa ada sedikitnya empat zaman penting yang telah mewariskan serta mempengaruhi perkembangan Tari Bali, salah satunya adalah zaman Bali Kuno yang dimulai sejak munculnya Dinasti Warmadewa pada abad X berlangsung kurang lebih enam abad sampai masuknya pengaruh Majapahit pada abad XV. Beliau berpendapat bahwa dua contoh tarian lainnya yang berasal dari zaman ini adalah tari rejang dan baris upacara (baris gede) yang memiliki pola-pola gerak yang sederhana. Hingga saat ini tari-tarian masih tetap dipentaskan terutama dalam kaitannya dengan pelaksanaan upacara adat dan agama di banyak desa di Bali. Di desa daerah Kabupaten Karangasem, misalnya di desa Tenganan, Asak, atau Bongaya hingga kini disana masih ada sejumlah tari rejang yang masih dipertahankan dan dipentaskan hanya dalam rangkaian upacara adat dan agama tertentu saja (2013:16). Demikian juga Tari Abuang Luh Muani yang masih memiliki kaitan dengan Tari Rejang di Desa Adat Tenganan Pegringsingan yakni sebelum Tari Abuang Luh Muani dipentaskan terlebih dahulu akan ditarikan Tari Rejang.

       Kata Abuang memiliki arti menari dengan menuangkan air nira sebagai persembahan suci (Bandem, 1983:3). Namun di Desa Adat Tenganan Pegringsingan Tari Abuang Luh Muani ini diartikan tarian yang dilakukan oleh teruna (pria) dan daha (wanita) dengan merentangkan tangan ke samping lalu ke depan dan ke belakang mengikuti alunan gamelan Selonding yang tidak terpaku pada dasar pakem-pakem Tari Bali. Tari Abuang Luh Muani ini dipentaskan di halaman Bale Agung pada sasih kasa yang menurut masyarakat setempat merupakan bulan suci kelahiran sesuhunan (leluhur) di Bale Agung yang dikunjungi oleh Dewa Sambangan dari Pura Puseh. Selama 3 hari berturut-turut dilaksanakan upacara menyambut kelahiran tersebut, hingga hari terakhir dipentaskan Tari Abuang Luh Muani sebagai hiburan. Tarian ini dipentaskan sebanyak 2 kali yakni hari ke-1 dilaksanakan pada malam hari dan hari ke-2 pada siang hari.

             Tari Abuang Luh Muani memiliki nilai sosial yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat di Desa Adat Tenganan Pegringsingan yakni dengan pertunjukkan ini diyakini dapat mempertemukan para pemuda dan pemudi agar bisa mengenal satu dengan yang lainnya. Terdapat aturan yang mengikat di desa ini yang masih diterapkan sampai sekarang bahwa para daha dan teruna diharuskan menikah dengan sesama remaja dari desa setempat agar jumlah krama desa tetap terjaga. Hal ini berkaitan dengan adanya aturan di desa ini bahwa apabila teruna desa menikah dengan gadis dari luar desa maka tidak akan dilibatkan dalam setiap kegiatan adat. Hanya mereka yang menikah dengan daha desa setempat yang boleh terlibat dalam kegiatan adat dan berhak menjadi krama desa. Hal inilah yang menjadikan Tari Abuang Luh Muani ini sangat penting untuk tetap dijaga dan dilaksanakan.

Komponen dan Pementasan Tari Abuang Luh Muani

 Tari Abuang Luh Muani adalah sebuah tari hiburan, akan tetapi hiburan yang dilakukan hanya dalam kaitannya dengan suatu upacara adat tertentu, yaitu sehari setelah upacara Penyineban Usaba Kasa di desa setempat (Dibya;1999). Sebagai sebuah bentuk tarian hiburan yang hanya dipentaskan dalam kaitan sebuah upacara di Desa setempat Tari Abuang Luh Muani memiliki komponen-komponen pendukung yang khas sebagai berikut:

1.   Penari. Tari Abuang Luh Muani ditarikan oleh perempuan dan lelaki yang belum menikah yang berasal dari Desa Adat Tenganan Pegringsingan dan sudah    menjadi anggota Deha dan Truna Desa. Jumlah penari tidak terikat sesuai dengan jumlah semua Deha dan Truna yang semuanya wajib ikut bergabung     terkecuali dalam keadaan sakit.            

2.   Ragam gerak Tari Abuang Luh Muani, sangatlah sederhana sebagai sebuah pertunjukkan tradisi yang diwariskan secara turun temurun di desa setempat serta   tidak terpaku pada pakem-pakem Tari Bali pada umumnya. Sebagai sebuah tarian kuno gerakannya sangat sederhana yakni badan hadap kedepan dan       merentangkan kedua tangan, mengayunkan tangan kanan kedepan kaki kiri ke belakang tangan kiri ke belakang demikian sebaliknya. Penari laki-laki (Truna)     juga melakukan gerakan yang sama namun karena posisi yang berhadapan sehingga terlihat berlawanan dan saling mengisi.

3.  Musik iringan Tari Abuang Luh Muani digunakan Gamelan Selonding yang merupakan jenis musik tertua di Bali. Penabuh Gamelan pun tidak boleh sembarang orang melainkan mereka yang sudah disebut Juru Gamel yang ditetapkan melalui sebuah upacara adat.

4.     Tempat Pementasan tari Abuang Luh Muani adalah di areal halaman depan Bale Agung.

5.     Tatarias dan Busana.

 Busana Abuang Luh peteng: Gelungan emas, lamak Gringsing, tapih, saput rang-rang warna kuning dari dada sampai mata kaki, kain/kamben   songket atau   endek, subeng cerorot dan gelang daha.

 Busana Abuang Luh lemah: Gelungan emas, lamak Gringsing, tapih, saput  Gringsing yang dipakai dari dada sampai sebatas mata kaki,     kain/kamben songket   atau endek, subeng cerorot dan gelang daha.

 Busana Abuang Muani peteng: saput rembang, sabuk, selendang, kain/kamben, udeng dan keris.

 Busana Abuang Muani lemah: saput Gringsing, sabuk, selendang Gringsing, kain/kamben, udeng dan keris.

 Penari Abuang Luh akan memakai riasan wajah yang sederhana, sedangkan penari Abuang Muani tanpa memakai riasan muka.

6.      Tata cara pementasan: Sebelum memulai menari harus melalui serangkaian proses adat istiadat yang berlaku, yakni :

 a.  Setelah selesai berhias penari Abuang Luh akan berkumpul di Gantih Tengah (tempat perkumpulan daha) menunggu jemputan dari krama desa istri tambalapu (para istri krama desa).

 b.  Sebelum menari akan diadakan dialog dari Kliang (ketua) desa luh dengan daha yakni “Nyi daha me saat ngidih mabuang luh atuludan jalanang geginane ane sube ade”(anakku daha Ibu meminta menarilah Abuang Luh, laksanakanlah kewajibanmu) yang dijawab oleh daha “jalan me saat” (Iya ibu).

 c.  Gamelan selonding dibunyikan, 3 orang daha maju secara bergiliran berdasarkan tingkatan umur. Pada saat ini hanya penari daha (wanita) saja, saat para daha menari para truna sedang dijemput oleh desa luh ke rumahnya masing-masing.

 d. Setelah semua daha mendapat giliran menari lalu beristirahat sebentar datanglah para truna, sebelum mereka menari juga dilaksanakan dialog yang sama oleh Kliang desa muani kepada truna, “Cong truna pe saat ngidih mabuang luh atuludan jalanang geginane ane sube ade” (anakku truna ayah meminta menarilah Abuang Muani, laksanakanlah kewajibanmu) yang dijawab oleh truna “jalan pe saat” (Iya ayah).

 e. Ketika gamelan kembali dibunyikan maka para daha kembali menari sesuai dengan giliran masing-masing, pada bagian ini para truna akan menari dihadapan daha yang mereka sukai. Para daha menari sesuai urutannya setiap sesi diisi tiga penari. Demikian seterusnya bergiliran sampai gamelan dihentikan.

7.      Sesaji

Dalam menarikan Tarian Abuang Luh Muani ini sebelum menarikan tidak ada ritual atau sesaji yang dihaturkan, hanya saja terdapat sebuah tradisi yang harus dijalankan yakni penjemputan daha dan teruna oleh krama desa istri dan percakapan pemula sebelum tarian dimulai (seperti yang sudah disebutkan pada no. 6 diatas).

Fungsi Tari Abuang Luh Muani :

1.    Sebagai Hiburan, dimana tarian ini dipertunjukkan pada saat akhir pelaksanaan upacara sasih kasa dengan tujuan menghibur masyarakat yang sudah lelah   secara fisik dan mental mempersiapkan sampai melaksanakan upacara.

2.      Sebagai media pengikat sosial remaja.

Tarian ini memberikan kesempatan bagi para daha dan truna untuk mendekatkan diri, menari dengan daha yang disukai sambil mengobrol untuk menjalin  hubungan yang lebih serius. Hal ini berkaitan dengan sistem adat masyarakat Tenganan Pegringsingan yang menganut sistem perkawinan endogami.

3.      Sebagai media pengikat sosial masyarakat.

 Memiliki fungsi untuk membangun kehidupan sosial masyarakat pendukungnya yakni sebagai pemersatu sosial dengan adanya sikap saling tolong menolong   dan gotong royong.

4.      Sebagai strategi pelestarian budaya.

Tarian ini dilaksanakan setiap satu tahun sekali pada sasih kasa, hal tersebut mencerminkan sikap masyarakat pendukungnya yang masih tetap  mempertahankan  keberadaan tarian ini. Selain itu tarian ini juga merupakan warisan turun temurun untuk menyatukan daha dan truna adat agar menikah. Dengan demikian Tari   Abuang Luh Muani merupakan cara yang dipakai untuk mewujudkan aturan adat agar tetap terjaga sehingga pementasan ini harus tetap dilestarikan untuk   menghormati warisan budaya yang telah diberikan oleh nenek moyang.

5.      Sebagai sarana pendidikan.

 Tarian ini mengajarkan banyak hal bagi para penari baik daha maupun truna tentang melestarikan adat istiadat dan warisan leluhur. Bagi para Daha diajarkan   kesabaran dengan menunggu giliran menari, menunggu truna memilih untuk menari bersama. Sedangkan bagi Truna mengajarkan keberanian mengambil   sikap, memilih dan mengutarakan pendapat.

Sedangkan nilai yang terkandung dalam Tari Abuang Luh Muani adalah :

  1.  Nilai Religius

Di dalam tarian termaktub nilai-nilai spiritual Hindu yang diwakili oleh simbol-simbol dalam berbagai gerak (Bandem:1996). Tari Abuang Luh Muani oleh masyarakat Desa Adat Tenganan Pegringsingan karena hanya dipentaskan pada waktu tertentu yakni pada sasih Kasa ketika dilaksanakannya Usaba Kasa. 

  1.   Nilai Solidaritas/kebersamaan

Tari Abuang Luh Muani ini mempertemukan para Daha (gadis) dari ketiga Gantih (tempat asal daha) dan juga mempersatukan para Teruna (pemuda) dari Bale Petemu Kaja, Bale Petemu Tengah dan Bale Petemu Kelod yang nantinya membaur menjadi satu dalam kegembiraan menari Abuang Luh Muani ini. Ini mencerminkan adanya kebersamaan antara para daha dan teruna dari masing-masing tempat dalam menari Tari Abuang Luh Muani tersebut.

  1.   Nilai Estetika

Setiap bentuk karya budaya tentunya mengandung nilai estetika atau keindahan. Demikian pula Tari Abuang Luh Muani ini meskipun dinamika gerakannya sangat sederhana namun memiliki keunikan dan keindahan tersendiri, demikian pula busana yang digunakan dan iringan Gamelannya mencerminkan keindahan.

  1.   Nilai Pewarisan budaya

 

Tari Abuang Luh Muani merupakan warisan leluhur yang wajib untuk dipertahankan yang tidak bisa ditemui di daerah lain. Keunikan sejarah penciptaan, busana penari, iringan gamelan, serta makna tariannya merupakan warisan leluhur yang diciptakan dengan maksud tertentu sehingga sangatlah penting untuk terus melestarikan tarian ini.

Sedangkan makna yang terkandung dalam Tari Abuang Luh Muani adalah:

1.      Makna Spiritual

Di dalam tarian termaktub nilai-nilai spiritual Hindu yang diwakili oleh simbol-simbol dalam berbagai gerak (Bandem:1996). Oleh masyarakat Desa Adat Tenganan Pegringsingan tarian ini merupakan tarian yang dipentaskan dalam upaya menghibur sesuhunan (leluhur) pada bulan suci atau bertepatan dengan Upacara Sasih Kasa.   

2.       Makna Kasih Sayang

Tari Abuang Luh Muani memiliki maksud dan tujuan secara turun temurun adalah untuk mempertemukan daha dan teruna adat setempat sehingga akan terjalin sebuah hubungan kasih sayang yang bermuara pada sebuah perkawinan agar tradisi perkawinan endogami yang selama ini dianut oleh Desa Adat Tenganan Pegringsingan tetap terjaga, dengan demikian krama desa jumlahnya tidak akan terkikis atau semakin berkurang.

3.       Makna Identitas Daerah

Tari Abuang Luh Muani merupakan warisan leluhur yang wajib untuk dipertahankan yang tidak bisa ditemui di daerah lain. Keunikan sejarah penciptaan, busana penari, iringan gamelan, serta makna tariannya mencerminkan identitas Desa Adat Tenganan Pegringsingan yang identik dengan sifat keluhuran masyarakat sebagai pendukung seni tersebut.

 


Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 20-01-2022

Komunitas Karya Budaya

Desa Adat Tenganan Pegringsingan

Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem

0

0

Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 20-01-2022

Maestro Karya Budaya

I Ketut Sudiastika (Kelian Desa Adat Tenganan Pegringsingan)

Banjar Adat Kauh, Desa Tenganan

082236864795

0

Ni Komang Handayani

Desa Tenganan Pegringsingan

0

0

Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 20-01-2022
   Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 20-01-2022

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047