TRADISI KETUPAT LEPAS

Tahun
2021
Nomor Registrasi
202101511
Domain
Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan
Provinsi
Kepulauan Riau
Responsive image

 

Tradisi Ketupat lepas dilakukan dari generasi ke generasi sehingga wujud dalam bentuk budaya. Tradisi ini merupakan bentuk perayaan dalam menyambut bulan Muharam tahun Islam. Di Lingga tradisi-tradisi yang berhubungan dengan kepercayaan lokal masa lampau masih dipraktekkan, seperti Bela Kampung Ketupat Lepas yang dilakukan setiap bulan Muharam di Desa Kudung Kecamatan Lingga. Tradisi ini bertujuan supaya individi, keluarga, dan seluruh isi kampung dijauhkan dari bala (malapetaka, bencana, marabahaya). Sebaliknya diharapkan semua hajat yang dicita-cita dapat terkabul.

Tahun hijriah sebagai tahun resmi umat Islam mulai dipakai secara resmi pada zaman Khalifah Umar bin Khattab. Dalam tahun hijriah terdapat 12 bulan, yakni Muharam, Safar, Rabiulawal, Rabiulakhir, Jumadilawal, Jumadilakhir, Rajab, Syakban, Ramadan, Syawal, Zulkaidah dan Zulhijah. Di sebut tahun hijriah karena berhubungan dengan peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW., beserta para pengikutnya dari Mekah ke Madinah. Mengenai tahun hijriah, menurut Muh Hadi Bashari (2013: 154) dikatakan. 

“Walaupun demikian, penanggalan dengan tahun hijriah ini tidak lansung diberlakukan tepat pada saat peristiwa hijrahnya Nabi saat itu. Kalender Islam baru diperkenalkan 17 tahun (dalam perhitungan tahun Masehi) setelah peristiwa hijrah tersebut oleh sahabat terdekat Nabi Muhammad sekaligus khalifah kedua. Umar bin Khatab.

 Setelah cahaya Islam menerangi alam Melayu, Kerajaan-kerajaan Melayu dalam penanggalan menggunakan kalender Hijriah. Tahun hijriah sebagai kalender resminya umat Islam disebut juga oleh orang Melayu Lingga sebagai tahun Melayu, bulan-bulan di kalender hijriah disebut juga dengan bulan Melayu. Ada juga sebutan lain terhadap salah satu bulan di tahun hijriah di dalam masyarakat Melayu Lingga. Bulan Zulkaidah disebut orang Melayu Lingga dengan bulan apit, karena berada di diantara dua bulan hari raya, yakni Syawal dan Zulhijah.

Sebelum menggunakan kalender masehi, dalam urusan administrasi pemerintahan kerajaan Melayu, menggunakan kalender hijriah. Begitu juga kalangan masyarakat pada masa itu, menggunakan kalender hijriah dalam urusan penanggalan. Kerajaan Lingga-Riau sebagai kerajaan Melayu menggunakan kalender hijriah sebagai kalender resmi negara. Penggunaan kalender hijriah di wilayah Lingga-Riau selanjutnya digantikan oleh pemerintah kolonial Belanda dengan kalender masehi. Walau pun kalender hijriah tidak lagi sebagai kalender resmi, namun sampai masa kini, orang Melayu Lingga masih menggunakan penanggalan kalender hijriah untuk berbagai keperluan, khususnya sebagian kegiatan adat istiadat dan agama. Untuk menentukan hari pernikahan, sebagian masyarakat Melayu Lingga masih menggunakan penanggalan dari kalender hijriah. Penanggalan kalender hijriah digunakan juga untuk peringatan kenduri haul arwah.

Di Lingga dalam menyambut tahun baru hijriah dilakukan kegiatan keagamaan di Masjid dan surau yakni membaca doa akhir dan awal tahun. Pembacaan doa akhir tahun dilakukan di hari terakhir bulan Zulhijah yang dilaksanakan selepas shalat Ashar. Pembacaan doa awal tahun dilakukan selepas Shalat Maghrib pada malam tahun baru. Di sebagian kampung-kampung,  masyarakat yang hadir mengikuti pembacaan doa awal tahun datang membawa makanan dan minuman ringan. Setelah pembacaan doa selesai dilaksanakan, masyarakat yang hadir menyantap hidangan bersama-sama.

Di Desa Kudung tepatnya di Kampung Kudung wilayah dusun 1 Kampung Kudung, bukan saja melakukan doa akhir dan doa awal tahun dalam menyambut tahun baru hijriah, namun juga melakukan tradisi ketupat lepas yang dilaksanakan pada 1 Muharam. Pada masa yang lalu tradisi ketupat lepas dilakukan dirumah masing-masing. Selanjutnya diperkirakan pada era tahun 1970-an masyarakat bersepakat melakukan di Masjid. Tradisi ketupat lepas dilakukan pada pagi hari sekitar jam 7 pagi, dengan cara melakukan doa tolak bala yang dipimpin oleh seorang pembaca doa. Masyarakat yang mengikuti doa bersama membawa hidangan ketupat lepas berserta lauk pauk dan air minum.

Setelah selesai doa dibacakan masyarakat yang hadir menyantap hidangan dengan menikmati ketupat yang mereka bawa dari rumah. Ketupat dibuka dengan cara di tarik ujung daun dari kiri dan kanan, sehingga seluruh anyaman menjadi terurai dan nasi yang berada di dalam dapat terlepas keluar. Menggunakan ketupat lepas dan membukanya dengan cara yang khas melambangkan melepaskan segala bala bencana atau musibah dan meninggalkan segala keburukan yang pernah terjadi pada tahun yang lalu. Nasi putih yang keluar dari ketupat melambangkan di tahun baru mendapatkan segala kebaikan dan keberuntungan. Setelah selesai menikmati hidangan ketupat lepas, daun kelapa bekas sarung ketupat dikumpulkan menjadi satu dan dibawa ke sungai untuk dihanyutkan. Menghanyutkan daun ketupat bermakna melepaskan segala keburukan dan musibah yang ada, dan semoga di tahun yang baru mendapatkan segala kebaikan juga keberuntungan.


Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 02-02-2022

Komunitas Karya Budaya

AMRAN, A.Md

Desa Kudung

0

SYAMSUL ASRAR, S.ST, MM

Jl. Istana Robat Daik Lingga

081277799773

syamsul.asrar@gmail.com

Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 02-02-2022

Maestro Karya Budaya

Ramlan

Daik Lingga

081223817722

Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 02-02-2022
   Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 02-02-2022

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047