Buruda Gorontalo

Tahun
2021
Nomor Registrasi
202101345
Domain
Tradisi dan Ekspresi Lisan
Provinsi
Gorontalo
Responsive image

Buruda merupakan bagian dari seni sastra lisan Gorontalo, perpaduan antara kesenian Gorontalo dan Arab. Isi dari Buruda kebanyakan didominasi oleh seni Qasidah Burdah (al-Qasidah al-Burudah), yang berupa sajak-sajak pujian kepada Nabi Muhammad SAW yang biasanya dibacakan pada setiap perayaan Maulid Nabi. Menurut Hadi W.M (2000;42) pengarang Buruda adalah Syekh al-Busyairi (1212-1309M) seorang sastrawan sufi dari Mesir. Untuk supaya dipahami lebih jelas maka kebanyakan Buruda sudah dituliskan dalam bhs Arab Melayu (Fegon) yang sebagian besar digunakan di beberapa daerah yang mayoritas beragama Islam termasuk Gorontalo. Yang menonjol dalam kandungan sajak buruda adalah meriwayatkan sifat Nabi Muhammad saw. Buruda biasanya dilaksanakan secara berkelompok laki-laki dan perempuan ditampilkan pada malam hari, biasanya dalam acara pernikahan, aqiqahan, atau pembai’atan. Fungsi buruda bagi masyarakat di Gorontalo, selain sebagai pengagungan kepada Nabi dengan memahami riwayatnya, juga digunakan sebagai sarana hiburan tradisional yang sifatnya Islami.

        

        Berdasarkan sejarah dan dari namanya Buruda merupakan kesenian yang berasal dari Arab yang masuknya ke Gorontalo seiring dengan keberadaan agama Islam yang dikenal sejak abad ke-16 (1525), masa pemerintahan Sultan Amai. Dengan demikian Buruda merupakan suatu ritual yang telah berkembang seiring dengan masuknya agama islam di Gorontalo. Buruda pada dasarnya merupakan syair-syair yang dilafalkan dan memiliki keindahan dalam kata-katanya yang tersusun atas bait-bait syair yang indah. Kehadiran Buruda yang dibawa oleh para pedagang yang berasal dari Gujarat, berkembang di kalangan masyarakat sebagai bagian dari syi’ar Islam. Buruda diperkenalkan kepada masyarakat sebagai suatu cara berkomunikasi dalam menyiarkan agama islam, masuk ke dalam wilayah-wilayah di Indonesia termasuk Gorontalo. Buruda itu sendiri kemudian diadaptasi oleh masyarakat Gorontalo sebagai bagian dari budaya berkesenian dengan nuansa Islami dengan tetap mempertahankan nama burda tapi dilafalkan menjadi buruda hingga dengan sekarang ini dan dikreasikan sesuai dengan nuansa budaya Gorontalo sehingga menjadi bagian dari budaya daerah.

                                             .
                     Antara Buruda dan Turunani terdapat persamaan dan perbedaan. Istilah Turunani berasal dari kata tarana nama ya tara yang berati syair yang dilagukan dan berdendang. Syair – syair Turunani merupakan syair – syair yang di susun oleh para sufi  sebagai ahli tasawuf berbahasa arab dan menggunakan alat musik rabana yang di gunakan sebagai pengiring. Dibandingkan dengan turunani syair buruda memiliki kemiripan, baik isi maupun perlengkapannya. Kalau buruda meriwayatkan sifat-sifat Nabi Muhammad saw, maka turunani meriwayatkan garis keturunan atau silsilah Nabi Muhammad saw. Dalam pelaksanaannya sebagai bagian dari kesenian yang bernuansa Islami maka Turunani sama dengan Buruda menggunakan alat music seperti rebana. Perbedaan turunani dengan buruda, pada pukulan rebana. Turunani mempunyai pukulan rebana yang cepat, sehingga pengucapan isinya dan lagunya juga cepat. Turunani selalu terikat pada adanya pesta dan siang hari. Sedangkan buruda boleh kapan saja, tetapi harus malam hari. Fungsi turunani sama dengan buruda, yaitu selain untuk hiburan dan memeriahkan pesta, juga dikaitkan dengan harapan mendapat berkah dari Allah Yang Maha Esa.Amanat utama ialah mengelukan dan mengagungkan Nabi Muhammad saw dan keluarganya.                                       .

           Fungsi lain dari buruda yang dipercaya oleh masyarakat adalah juga digunakan untuk menenangkan/mengobati orang sakit. Hal ini didasarkan atas sejarah Buruda itu sendiri di tanah Arab ketika imam Abu Abdillah Muhammad al-Bushiri jatuh sakit. Beliau mengalami kelumpuhan dan sudah melakukan berbagai cara untuk menyembuhkan penyakit tersebut dan sebagai jalan lain terakhir dengan meminta bantuan dari seorang tabib, namun penyakit yang dideritanya tak kunjung sembuh. Dalam kondisi sakit tersebut al-Bushiri menyusun syair-syair pujian kepada Nabi Muhammad SAW sampai tertidur. Dalam tidurnya beliau bermimpi bertemu Nabi Muhammad SAW dan melantunkan syair-syair tersebut, setelah mendengarkan hal itu, Nabi 

Muhammad SAW mengusap seluruh badan serta memberikan Burda (Selimut) kepadanya. Setelah terbangun kelumpuhan beliau sembuh seketika.                                                    .
             Pada awal pelaksanaan Buruda ada beberapa tahapan yang wajib dilaksanakan dan dianggap sebagai suatu kelengkapan dalam jalannya proses ritualnya. Sebelum masuknya kepada ritual inti para pelaku ritual akan melakukan tahapan mohawulu, tahapan ini diawali dengan menyiapkan makanan di tengah-tengah semua yang hadir. Semua makanan tersebut dipacar di depan ruangan yang beralaskan kain berwarna putih. Di atas kain yang berwarna putih itu disiapkan makanan seperti nasi kuning, pisang, hidangan ikan, daging ayam dan lain-lain. Setelah semua terhidang kemudian semua yang hadir dengan dipimpin seorang imam akan membaca do’a-do’a tertentu. Setelah pembacaan do’a makanan akan dimakan bersama-sama oleh yang hadir dalam ritual.

       Secara umum pelaksanaan ritual Buruda dilakukan dengan mengikuti syarat-syarat sebagai berikut:                                                    :  

1.      Tempat. Tempat pelaksanaan Ritual Buruda biasanya dilaksanakan di mesjid atau di ruangan tertutup dan dapat dilakukan juga di tempat-tempat yang ditentukan bersama, misalnya ketika mengobati orang sakit . Hal ini disesuaikan dengan kondisi dari seorang yang sakit tersebut. Apabila yang bersangkutan sudah mengalami sakit yang parah maka penyelenggaraan Buruda dapat dilakukan di rumah yang sakit tersebut.                                                                         

2.      Perlengkapan. Perlengkapan yang perlu disiapkan sebelum melaksanakan ritual Buruda antara lain rebana yang digunakan di saat ritual Buruda dijalankan. Rebana dalam hal ini di fungsikan sebagai suatu iringan dalam ritual Buruda dengan ketukan yang khas dengan nuansa Islami. Di samping itu disiapkan juga tempat bara api yang disebut polutube lengkap dengan kemenyannya. Hal ini memiliki tujuan untuk menjaga do’a yang dilantukan dapat tersampaikan kepada Yang Maha Kuasa sehingga tetap menjaga lebih sakralnya pemanjatan do’a serta shalawat kepada Nabi Muhammad SAW.

3.      Kostum Ritual. Kostum yang dikenakan oleh para pelaku Buruda yakni pakaian tertutup, seperti pakaian muslim. Bagi wanita menggunakan pakaian muslim panjang dan memakai jilbab sedangkan bagi pria memakai baju koko dan kopiah/songkok.

4.      Pensucian. Orang yang melaksanakan ritual budaya (ta moburudawa) harus dalam keadaan suci bebas dari hadats besar maupun kecil. Pensucian ini dapat dilakukan dengan cara mengambil air wudhu sebelum melaksanakan ritual.

5.      Posisi. Posisi saat melaksanakan ritual tidak menentu, hanya biasanya dilakukan dengan posisi memanjang.

6.      Arah Penghayatan, dari awal syair sampai akhir dibacakan secara berurutan sesuai dengan irama yang syair yang dibacakan. 

 

Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 21-01-2022

Komunitas Karya Budaya

Prof. Dr. Karmin Baruadi (Akademisi)

Gorontalo

08124416177

mohamadkarmin@ung.ac.id

Dr. Ellyana Hinta, M.Hum

Kelurahan Wumialo Gorontalo

043582125

ellyanahinta@yahoo.com

Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 21-01-2022

Maestro Karya Budaya

Yamin Husain (Praktisi Budaya)

Desa Kramat Kecamatan Tapa

085145336588

-

Hj. Reinyers Bila

Tapa

085240320556

-

Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 21-01-2022
   Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 21-01-2022

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047