Tari Gatotkaca Gandrung

Tahun
2021
Nomor Registrasi
202101472
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
Jawa Tengah
Responsive image
Tari GatutKaca Gandrung TARI Gatutkaca Gandrung adalah tari yang menggambarkan cinta Gatutkaca terhadap Dewi Pergiwa, yang diambil dari cerita “Pergiwa Pergiwati”. Tarian ini diciptakan oleh K.G.P.A.A. Mangunagoro V (1881-1896) yang diilhami dari tari “Kalana Gandrung” yang menggambarkan cinta Prabu Klana kepada Dewi Sekartaji. Tari Gatutkaca Gandrung di Pura Mangkunegaran merupakan tarian tunggal yang mengutamakan aspek estetika gerak tarinya, pelakunya/penarinya tidak perlu melantunkan tembang maupun atawecana sendiri. Adapun tembang dialunkan oleh waranggana (penyanyi tembang jawa) yang duduk diantara para penabuh/pengrawit. Sampai dengan pemerintahan KGPAA Mangkunagoro VII (1916 – 1944) tari Gatutkaca Gandrung merupakan tari khusus pameran. Oleh karena itu pementasan dilakukan khusus untuk memperingati ulang tahun KGPAA Mangkunagoro dan untuk meyambut gtamu-tamu terpilih. Penarinya biasanya anak cucu KGPAA Mangkunagoro VII. Akan tetapi apabila pergi bertamu ke Karaton Kasunanan , Nyai Bei sebagai penarinya. Untuk menggarap Gatutkaca saat dalam keadaan jatuh cinta, KGPAA Mangkunagoro V menggambarkan dengan Gatutkaca sedang terbang tinggi menglilingi dirgantara, kemudian merendah melihat Dewi Pergiwa. Setelah mengetahui bahwa Pergiwa bayangan, Gatutkaca merasa kecewa dan kekecewaan ini oleh KGPAA Mankunagoro V diungkapkan dengan “jatuh” (Ambruk), disamping penari jatuh untuk menggambarkan rasa jatuh cinta diungkapkan pula lewat gerak berhias diri maupun gerak seolah-olah akan menggendong seseorang (bopongan), gerak menimang (Nglela-lela) dan dipandangi (ngliling). Setelah itu terbang ke angkasa dengan tujuan untuk mencari dan menemui Dewi Pergiwa. Lama Gatutkaca merasa sedih , tetapi akhirnya sadar kembali bahwa ia adalah seorang ksatrian, kemudian terbang kembali ke Pringgodani. Pada saat terbang yang terakhir selain diiringi dengan sampak, juga dibarengi dengan alunan suara waranggana yang mengalunkan tembang Pangkur Palaran yang bunginya sebagai berikut : 1. Prabu anom Gatutkaca, Wus mahawan ing gagana tumiling, Mungging luhur mega mangu, Mangungak ing bawana Sru kasmaran mring ari putri ing gunung, Kusuma ending Pregiwa, Kang dadya telanging galih (Raja Muda Gatutkaca, sudah berjalan di udara melihat dengan sungguh-sungguh, bertengger di atas awan dengan gundah, menenggok pada bumi, kuat sekali gila asmara kepda adik putri gunung, sangat cantik ending Pregiwa yang menjadi pudat hati). 2. Cumathel pardoning netra, Wela-wela katon cetha sumanding Dangu denira margiyuh, Gandrung-gandrung asmoro, Duk Semana enget yen satria punjul, Ndedel nggayuh gagana, Kondur marang Pringgodani (Karkono 8:15) (Menggantung disudut mata, Tampaknya kelihatan jelas bersanding, Lama dia bersedih, Jatuh cinta asmara, Pada ketika itu teringat kalua satria lebih, Membumbung tinggi mencapai udara, Pulang ke Pringgodani). Diluar tembok Pura Mangkunagoro terdapat beberapa perkumpulan seni yang dipimpin oleh R.Ng.Wirabrata, slah seorang ahli tari di Surakarta. Pada tari Gatutkaca Gandrung versi R.Ng.Wirabrata gending Kinanthi Pawukir dialunkan sendiri oleh penarinya. Biasanya penari mengalunkan 3 (tiga) atau 4(empat) bait dari 15 (lima belas) bait yang tersedia. Tembang Kinanthi Pangkur ini baik di Pura Mangkunegaran maupun di era Wirabratan digunakan pada saat Gatutkaca masuk pentas. Akan tetapi di Pura Mangkunegaran cukup membutuhkan 2 (dua)bait yaitu lagu yang diawali dengan kata-kata “Mbalung pakel duh mbok gunung” dan Giwaning surya mbok gunung”. Tari “Gatutkaca Gandrung di Karaton Kasunanan memiliki sedikit perbedaan dibanding dengan kedua tari Gatutkaca Gandrung yang telah dikemukaan. Perbedaannya terletak pada gending yang mengiringi pada saat penari masuk pentas. Di Pura Mangkunegaran dan Wirabratan menggunakan Kinanthi Pawukir, sedangkan di Karaton Kasunanan Surakarta menggunakan Sampak, Kinanthi Pawukir digunakan ditengah-tengah tarian, pada saat penari jatuh ditengah pentas, iringan/gending berubah menjadi Tlutur guna menambah rasa kecewa Gatutkaca setelah mengetahui Dewi Pergiwa hanya merupakan bayangan. Ketiga bentuk tari Gatutkaca Gandrung merupakan susunan yang pasti sehingga setiap kali ditampilkan wujudnya tetap sama. Berbeda dengan Rusman (pemeran Gatutkaca di Wayang Orang Sriwedari) dalam menampilkan tari Gatutkaca Gandrung , Rusman tidak membakukan tentang urutan lagu Jawa yang mengiringinya dan kata-kata dalam tembang yang diguna tidak selalju sama. Rusman sering menampilkan Pergiwa sebagai bayangan dan penggarapannya dengan melakukan bondhanan (Pergiwa berdiri di paha kiri Gatutkaca Gandrung yang berdiri merendah). Penampilan Bersama dengan Perwiga seperti ini merupakan salah satu ciri khasnya dan sangat disenangi masyarakat. Dalam memilhn lagu Jawa untuk mengiringi masuk ke pentasnya Rusman kadang-kadang menggunakan gending Bendong atau Sampak. Kemudian pada saat jatuh (Ambruk) Rusman melanjutkan dengan ngudarasa (memikirkan yang biasanya di ungkapkan dengan kata-kata), setelah itu dilanjutkan dengan mengalunkan lagu/tembang Mijil satu bait agtau Dhandhanggula sati bait. Syair yang digunakan dalam tembang Mijil adalag sebagai berikut : Duh mbok gunung, Reratuning Manis, Bisa karya lamong, Kadipundi kadya wusanane, Anggoningsung angun awiyati, Tan wurung ngemasi, Reganta mbok gunung ( Lokanangta recarding ACD-011). Artinya : (Aduhai mbok gunung, Yang termanis dari yang manis, Bisa membuat gila, Bagaimana seperti akhirnya, Kderagu-raguan sayaa di udara, Tidak urung meninggal, Tubuh saya mbok gunung). Adapun syair yang digunakan dalam tembang Dhandhanggula sebagai berikut : Duh mbok gunung reratuning manis, / (Lamung during kepadhaning kang sih ) Mung Kusuma kang pindha mjustika, Kenong alit kang aleter, Kapan nggonku kepethuk, Lan kjusuma kang padha ratih, Basa kawining udan, Ingkang reca kahyu, Sanadyan piranga warsa, Nora wurung wong ayu ingsung goleki Pinangka tandha branta. Artinya : Aduhai mbok gunung yang termanis dari yang manis, / (jika belum seimbang yang asih) Hanya kepada yang cantik yang seperti intan, Kenong kecil yang rata, Kapan saya ketemu, Dengan wajah yang cantik yang seperti bulan, Bahasa kawinya hujan, (serta) arca kayu, Meskipun beberapa tahun Tidak urung (bila tidak ketemu) orang cantic saya cari, Sebagai tanda asara. Lagu Jawa yang dialunkan sendiri adalah tembang Pangkur Palaran. Di Pura Mangkunegaran dan Wanabratan lagu ini dinyanyikan oleh waranggana sebanyak 2 (dua) bait untuk mengiringi Gatutkaca Gandrung terbang. Kemunculan Perwiga dilkukan pada saat Gatutkaca mengalunkan tembangn Mijil sampai dengan tembang Kinanthi Pawukir. Selesai tembang Kinanthi Pawukir Pergiwa meninggalkan Gatutkaca sendiri dipentas. Kemudian Pergiwa muncul kembali pada saat mengalunkan tembang Pangkur Palaran, dan Pergiwa sudah berdiri di paha kiri Gatutkaca (bondhanan). Dengan selesainya tembang/gending Pangkur Palaran Pergiwa turun dcari paha kiri Gatutkaca yang siap-siap akan terbang diiringi Sampak, Pergiwa menyesuaikan dengan gerak Gatutkaca. Bondhanan meruapan bentuk baru ciri khas Gantutkaca Gandrunbg oleh pasangan Rusman dan Darsi (wawancara S.Maridi, 30-4-1993). Karena populernya ciri khas ini sehingga diabadikan dalam bentuk patung Gatutkaca Bondhanan dengan Pergiwa dan dipasang ditengah-temgah Taman Sriwedari Surakarta. Gerakan-gerakan lain yang mengunhgkapkan dan memantapkan rasa jatuh cinta anata lain : - Menepuk dada - Bersilang tangan - Menggelengkan kepala - Bertolak pinggang Tari Gatutkaca Gandrung ini menceritakan Ksatria Negeri Pringgodani, Gatutkaca, tengah bersiap melakukan pernikahan dengan pujaan hatinya, Dewi Pergiwa. Namun tanpa dinyana, timbul aral melintang di tengah persiapan pernikahannya tersebut. Pasalnya, Lesmana dari Kurawa tidak menginginkan pernikahan tersebut terwujud. Dengan segala siasat licik yang dimotori Patih Sengkuni, Lesmana langsung meminang Dewi Pergiwa yang tak lain adalah putri Arjuna tersebut. Lamaran tersebut akhirnya diterima oleh Dewi Pergiwa. Melihat hal itu, Gatutkaca serasa tidak percaya dan menanyakan langsung kesetiaan cinta Dewi Pergiwa. Setelah mendengar penjelasan Dewi Pergiwa yang terkenal cantik jelita dari Negeri Yodipati tersebut, akhirnya Gatotkaca mencabut keris dari warangkanya dan akan bunuh diri di hadapan Dewi Pergiwa. Namun, usaha Gatutkaca tersebut dihentikan oleh Dewi Pergiwa. Setelah itu, Dewi Pergiwapun menjelaskan maksud dan tujuan menerima lamaran Lesmana, karena ingin mengetahui isi hati dan cinta Gatutkaca yang sebenarnya. Singkat cerita, setelah mengetahui hal itu Gatutkaca pun menjadi lega dan menantang Lesmana untuk mendapatkan Dewi Pergiwa. Dalam duel tersebut akhirnya dimenangkan oleh Gatotkaca dan rencana pernikahan mereka akhirnya terwujud. Dalam tarian Gatutkaca Gandrung identik dengan kegagahan, kepahlawanan dan sikap pria sejati yang menonjol. Padahal, sisi romantisme dari Gatutkaca sendiri selalu menarik untuk diangkat. Pesan yang ingin disampaikan melalui Gatutkaca Gandrung adalah, kegembiraan Gatutkaca yang menemukan cinta sejatinya sebelum perang Bharatayudha berlangsung. “Gatutkaca ini kan sosok yang fenomenal apalagi di tanah Jawa. Sehingga akan terasa menarik dan berbeda tatkala kita mengusung sosok romantisme antara Gatutkaca dan Dewi Pergiwa ini,” Tari Gatutkaca Gandrung adalah jenis kesenian gerak berirama yang mengisahkan tentang percintaan tokoh wayang terkenal yaitu Gatutkaca. Gandrung merupakan bahasa jawa yang memiliki arti “sayang”. Jenis tarian ini diambil dari kisah pewayangan epos Mahabarata “Gatutkaca” yang menunjukkan sikap romantisme ksatria putra Bima tersebut. Gatutkaca adalah tokoh ksatria dalam cerita mahabrata, ia dikenal sebagai sosok yang sangat kuat. Namun dalam tari Gatutkaca Gandrung, bukan kekuatan dan kesaktian Gatutkaca yang diperlihatkan, yang diperlihatkan adalah sisi romantismenya. Tari Gatutkaca Gandrung masih dipertunjukkan dalam setiap acara adat seperti misalnya pernikahan, acara-acara resmi pemerintah, “Gerakan tari gandrung adalah lenggok sikap Gatutkaca yang sedang kasmaran dengan Dewi Pergiwa,” Tata Rias dan Busana : · Irah-irahan dipakai diatas kepala berwarna emas yang menggambarkan bahwa ia adalah seorang pangeran, sumping · Hiasan pada kaki dan tangan, biasanya gelang berwarna kuning keemas an (klat bahu dan binggel) · Kain / baju dan celana setengah panjang , terbuat dari kain beledu hitam berhias permata dari manik-manik ber­aneka warna gemerlapan. · Sabuk, uncal, boro, kain /jarik lereng putih, sampur gendala giren · Keris · Hiasan di belakang berupa sayap, yang menggambarkan bahwa gathotkaca seorang ksatria yang mampu terbang ke angkasa. · Gatotkaca bermata telengan (membelalak), hidung dempak, berkumis , berkalung ulur-ulur, bergelang, Ragam Gerak Tari Gatutkaca Gandrung atau Garap pola lantai : · Gerakan melompat dari panggung · Gerakan mengangkat satu tungkai dengan satu tungkai lainnya sebagai penjumpu. (memberi kesan gagah ) · Bondhanan gerakan Pergiwa naik berdiri ke paha kiri Gatutkaca · Gerak mau terbang · Gerakan jatuh · Gerakan pondongan Tembang dan Gamelan/ Musik Pengiring : 1. Tari tersebut menuntut ketepatan gerak dengan iringan dan aba-aba dari alat iringan keprak. 2. Gending Kinathi Pawukir 3. Gending Pangkur Palaran 4. tembangMijil 5. Tembang Dhandhanggula 6. Sampak Fungsi Dalam Masyarakat : 1. Tari sebagai sarana hiburan 2. Salah satu bentuk penciptaan tari ditujukan hanya untuk di tonton. 3. Tari sebagai sarana pertunjukkan 4. Tari pertunjukkan adalah bentuk momunikasi sehingga ada penyampai pesan dan penerima pesan. 5. Tari ini lebih mementingkan bentuk estetika dari pada tujuannya. Tarian ini lebih digarap sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat’ tarian ini sengaja disusun untuk dipertontonkan. Oleh sebab itu penyajian tari mengutamakan segi artistiknya yang konsepsional yang mantab, koreografer yang baik serta tema dan tujuan yang jelas. Keunikan Dalam Tari Gatutkaca Gandrung : Tari ini ingin menunjukkan sisi romantisme Gatutkaca yang selalu diidentikkan dengan ksatria yang gagah perkasa di medan perang. Penggambaran profil yang demikian seperti menggambarkan sisi-sisi kehidupan yang lain dari tokoh Gatutkaca, termasuk sisi percintaannya dengan wanita pujaan. Di balik kegagahan atau kesan macho ternyata Gatutkaca juga seorang yang romantis, lembut, dan gentle di hadapan wanita. Beberapa Versi Cerita Yang Melatar belakangi Tari Gatutkaca Gandrung : 1. Versi Pertama : Ksatria Negeri Pringgodani, Gatutkaca, tengah bersiap melakukan pernikahan dengan pujaan hatinya, Dewi Pergiwa. Namun tanpa dinyana, timbul aral melintang di tengah persiapan pernikahannya tersebut. Pasalnya, Lesmana dari Kurawa tidak menginginkan pernikahan tersebut terwujud. Dengan segala siasat licik yang dimotori Patih Sengkuni, Lesmana langsung meminang Dewi Pergiwa yang tak lain adalah putri Arjuna tersebut. Lamaran tersebut akhirnya diterima oleh Dewi Pergiwa. Melihat hal itu, Gatutkaca serasa tidak percaya dan menanyakan langsung kesetiaan cinta Dewi Pergiwa. Setelah mendengar penjelasan Dewi Pergiwa yang terkenal cantik jelita di Negeri Yodipati tersebut, akhirnya Gatutkaca mencabut keris dari warangkanya dan akan bunuh diri di hadapan Dewi Pergiwa. Namun, usaha Gatutkaca tersebut dihentikan oleh Dewi Pergiwa. Setelah itu, Dewi Pergiwapun menjelaskan maksud dan tujuan menerima lamaran Lesmana, karena ingin mengetahui isi hati dan cinta Gatutkaca yang sebenarnya pada dirinya. Singkat cerita, setelah mengetahui hal itu Gatutkaca pun menjadi lega dan menantang Lesmana untuk mendapatkan Dewi Pergiwa. Dalam duel tersebut akhirnya dimenangkan oleh Gatutkaca dan rencana pernikahan mereka akhirnya terwujud. 2. Versi Kedua : Raden Gatutkaca adalah putera Raden Wrekudara yang kedua. Ibunya seorang putri raksasa bernama Dewi Arimbi di Pringgandani. Gatutkaca Gandrung adalah Kisah Ksatria, yang bertugas menjaga keamanan negara, jatuh cinta karena terpesona pada kecantikan Dewi Pergiwa, putri Arjuna. Gatutkaca, Putra Bima, Raja Pringgandani yang bisa terbang dan luar biasa sakti itu, akhirnya tumbang oleh lenggak-lenggok perempuan. Akan tetapi, Gatutkaca yang tegap dan gagah perkasa ternyata tidak mempunyai keberanian untuk mengatakan perasaannya kepada gadis idamannya, maka lahirlah suatu tarian yang disebut “Tari Gatutkaca Gandrung “ yang diiringi gending Gunungsari. Disini diceritakan kalau Gatutkaca bunuh diri gara-gara wanita, tapi dihidupkan lagi oleh Kresna. 3. Versi Ketiga Tersebutlah kakak-adik Endang Pergiwa dan Endang Pergiwati yang berjalan ke sana kemari mencari ayahnya, Raden Arjuna. Mereka diiringi Cantrik Janaloka. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan pasukan Korawa yang sedang mencari Patah Sakembaran pengiring wanita untuk keperluan perkawinan Raden Lesmana (putra mahkota Astinapura) dan Dewi Siti Sendari (putri Kresna). Pergiwa dan Pergiwati dipaksa Korawa menjadi Patah Sakembaran itu. Tapi mereka menolak, dan dikejar-kejar. Untung, ada Gatutkaca di angkasa. Ia menyelamatkan kedua wanita itu. Rupanya, inilah pertemuan yang membuat Gatutkaca mabuk kepayang pada Endang Pergiwa. Mereka jatuh cinta. Namun, Arjuna menentang. Hal ini membuat Gatutkaca putus asa, lalu bunuh diri dengan menjatuhkan diri dari angkasa. Tubuhnya lumat, hancur lebur. Untung, ada Kresna yang bisa menghidupkannya kembali. Di Kota Solo/Surakarta Tari Gatutkaca Gandrung tidak bisa dilepaskan beliau Bp. Rusman (Gatutkaca) dan Ibu Darsi (Pergiwa), beliau ini suami istri keduanya pemain wayang orang sriwedari, yang memerankan Gatutkaca dan Pergiwa dengan gerakan ciri khasnya yaitu Bondhanan, gerakan dimana Pergiwa naik berdiri di paha kiri Gatutkaca. Hubungan suami istri antara Rusman dan Darsi terjadi pula di panggung pementasan, mereka berdua memiliki peran khusus sebagai Gatutkaca dan Pregiwa, sebuah pasangan di lakon wayang orang. Adegan yang menjadi ciri khas Rusman, dan Darsi adalah Gatutkaca Gandrung, Gatotkaca yang sedang jatuh cinta pada Pergiwa. Ketenaran Rusman, dan Darsi terdengar Bung Karno (Presiden petrtama RI)Mereka pun sering diundang ke Istana Merdeka, Jakarta, kalua ada tamu agung atau tamu-tamu negara.

Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 31-01-2022

Komunitas Karya Budaya

Rahdianto Wibowo

Dawung, Serengan Surakarta

081281082729

-

Sriyadi

Jumok, nguter

087836412120

-

Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 31-01-2022

Maestro Karya Budaya

Samsuri, S.Kar, M.Hum (Pengageng Kemantren Langenpraja Pura Mangkunegaran Surakarta dan juga sebagai dosen tari di ISI Surakarta)

Pura Mangkunegaran Surakarta

08122638809

s_samsuri@yahoo.com

Rusini, S.Kar, M.Hum (Maestro Tari) (72 th)

Jl. Maluku Utara No. 3 Rt. 01 Rw 2 Keprabon Tengah Surakarta

089652009243

-

Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 31-01-2022
   Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 31-01-2022

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047