Tradisi Pedhole-dhole atau Imunisasi tradisional masyarakat Buton, Sulawesi Tenggara (Sultra) adalah ritual yang adat dipercaya bisa mencegahbeberapa macam penyakit yang disebabkan oleh rendahnya daya tahan tubuh atau kekebalan tubuh pada anak. Oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Buton tradisi Pedhole-dhole diadakan setiap tahunnya yang dirangkaian dalam Festival Budaya Tua Buton. Gelaran ini sendiri telah memasuki pelaksanaan ke-VII tahun 2019 ini. Ritual Pedhole-dhole ini diperuntukan bagi anak umur di bawah lima tahun. Biasanya dalam Pedhole-dhole juga disertakan dengan pemberian nama pada anak. Ritual ini sudah turun temurun selama ratusan tahun. Tradisi ini bermula ketika anak petinggi di Kesultanan Buton masa lalu, bernama Betoambari mengalami sakit-sakitan. Di dalam meditasinya sang Sultan mendapat perintah untuk menggelar Pedhole-dhole.
Keteguhan masyarakat Buton dengan tradisi ini dicatat Mpu Prapanca dalam kitab Nagarakretagama. Secara khusus ia menyebut, suku Wolio, suku terbesar di Buton sangat teguh pada adat istiadatnya. Ia menyebutnya Kisah Buton Banggawi abad ke 13 masehi. Dalam ritual Pedhole-dhole, hal terpenting adalah ikan bobara, alas daun pisang dan minyak kelapa. Ikan diyakini bahwa seorang anak mudah menemukan jodoh saat dewasa. Daun kering dan minyak bertujuan agar anak lebih kuat, terhindar dari penyakit. Digelar Masal Sejak 2014
Dhole-dhole merupakan tradisi masa lampau yang dilakukan oleh masyarakat Buton pada setiap anak yang berumur antara 1-5 tahun. Menurut kepercayaan orang Buton, anak yang telah didhole-dhole diyakini akan terhindar dari beberapa jenis penyakit yang bisa menulari anak pada usia pertumbuhan . sebelum rangkaian proses pedhole-dhole dilakukan terlebih dahulu setiap orang tua melepas pakaian anaknya masing-masing, hanya beberapa utas benang kuning hasil olesan kunyit terikat dileher, pergelangan tangan dari perut mungil sang anak.Prosesi pedhole-dhole pedhole-dhole berikutnya adalah dengan membaringkan anak di atas nyiru yang sudah dialas dengan daun pisang dantelah diolesi minyak kelapa asli yang pada saat dimasak tidak boleh hangus atau terlalu hitam artinya saat minyak sudah keluar dan ampasnya mulai kekuningan maka minyak kelapa langsung diangkat dari perapian, minyak kelapa yang dioleskan ketubuh anak dipercaya dapat menghilangkan kuman atau virus yang menjadi sebab munculnya berbagai penyakit terutama penyakit yang disebabkan oleh alergi, kudis dan gatal-gatal serta penyakit lainnya, jadi ritual pedhole-dhole ini lebih kepada imunisasi dini terhadak anak balita. Selain minyak kelapa didepan bhisa juga tersedia dua periuk kuningan yang diatasnya diletakkan jenis ikan bubara, kuningan pertama berisi nasi pulut merah dan periuk lainnya terisi ubi jalar, keladi, ubi yang sudah dihaluskan dan dicampur gula merah (kabasa), dan telur. Menurut para tetuah adat periuk nasi melambangkan keharmonisan antara anak dan orang tua, nasi pulut yang bertekstur lengket dipercaya akan membuat hubungan anak dan orang tua tidak terpisahkan. Lalu periuk kedua yang berisi ragam ubi-ubian melambangkan pikiran sang anak. Dengan keberagaman berpikirmaka anak akan trehindar dari kegundahan, kegelisahan, rasa sedih dan kebimbangan. Selanjutnya anak tersebut diguling-gulingkan kekiri dan kekanan (di dhole-dhole), kemudian sang bhisa mengangkat bayi tersebut sambil melafalkan do’a-do’a kepada sang Khalik lalu bayi tersebut diletakkan diatas pedupaan yang sedang mengepulkan asap oleh seorang profesional yang dalam bahasa Butonnya disebut bhisa.Setelah prosesi dhole-dhole dilakukan oleh seorang professional (bhisa) maka anak tersebut disuapi dengan daging ikan bobara (jenis ikan yang dapatdigunakan untuk prosesi ritual dhole-dhole) yang sudah di bakar. Diyakini pula oleh masyarakat Buton bahwa proses ritual pedhole-dhole dianggap berhasil atau berkah apabila pada saat proses dhole-dhole anak tersebut mengeluarkan tangisan, pada saat yang bersamaan dengan keluarnya tangisan bayi ibu dari sang anak yang memiliki pengharapan yang tinggi terhadap kesehatan sang anak diam-diam melantugkan do’a untuk bayinya semoga akan tumbuh dengan sehat setelah prosesi Pedhole-dhole. Proses ritual phedole-dhole ini biasanya dilakukan pada bulan-bulan tertentu antara lain bulan rajab, bulan sya’ban dan setelah lebaran sebagai waktu yang dianggap baik dan mustajab.
Pelaksanaan ritual adat dhole-dhole yang dilaksanakan secara masal oleh Pemerintah Kabupaten Buton cukup mendapatkan respond positif baik dari praktisi budaya, tokoh pemuda, tokoh adat maupun masyarakat umum, yang ada di Kabupaten Buton, karena pelaksanaan ritual adat pedhole-dhole secara masal ini dipandang telah berkontribusi untuk mengurangi beban masyarakat didalam menyelenggarakan acara ritual pedhole-dhole secara mandiri, dikarenakan penyelenggaraan acara ritual pedhole-dhole ini dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. |
Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 29-01-2022
© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya