Tari Cepet Sukabumi

Tahun
2021
Nomor Registrasi
202101257
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
Jawa Barat
Responsive image

           Tari Cepet adalah tarian yang berkembang di Kab. Sukabumi yang pada awalnya digunakan sebagai bagian dari upacara ritual ngabungbang pada masyarakat di Kampung Waluran, Desa Gunung Batu, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi.

Sejarah

Tari Cepet merupakan salah satu nama tari yang dipentaskan di beberapa daerah, antara lain di Kebumen Provinsi Jawa Tengah (Daffa Protect: 2016) dan Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. Sejarah Tari Cepet Sukabumi berawal dari sekelompok masyarakat berjumlah sekitar 200 orang yang berasal dari Jawa Tengah pada tahun 1935 dibawa (dibuang) oleh Penjajah Belanda ke daerah hutan di Kabupaten Sukabumi. Kondisi hutan yang masih banyak dihuni binatang buas dan mahluk halus membuat masyarakat tidak nyaman untuk menjadi tempat tinggal. Upaya ritual kemudian dilakukan, yaitu dengan mengadakan upacara Ngabungbang. Dalam upacara tersebut dibutuhkan 12 penari laki-laki yang mengenakan cepet atau topeng. Waditra yang digunakan untuk mengiringi tari hanya berupa iringan bunyi kentongan bambu. Ilustrasi tarian diselaraskan dengan motif topeng yang menggambarkan karakter mahluk halus dan binatang buas (kera, harimau, gajah). Gerak tari bersifat kreasi dan disesuaikan dengan bentuk serta karakter topeng yang dipakainya. Ada beberapa unsur gerak dalam Tari Cepet yang mengarahkan penari sehingga mengalami trans (kesurupan). Hal ini sesuai dengan fungsi Tari Cepet pada waktu itu yang memang sengaja dilaksanakan untuk mengusir binatang buas dan mahluk halus. Pertunjukan Tari Cepet dalam ritual Ngabungbang tidak berhenti setelah lokasi hutan tersebut telah menjadi pemukiman yang saat ini bernama Kampung Waluran, Desa Gunung Batu, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi. Fungsi yang tadinya hanya sebagai ritual membuka lahan pemukiman kemudian bertambah pada ritual sebelum melakukan aktivitas pembukaan lahan pertanian, perkebunan, dan tempat usaha. Oleh karena itu, jumlah permintaan pertunjukan Tari Cepet dalam ritual Ngabungbang pun kian bertambah.

 

Perubahan Fungsi

Ngabungbang merupakan satu bentuk ritual yang dilakukan di beberapa wilayah dalam Provinsi Jawa Barat. Namun demikian, pada sesi pertunjukan seni dalam ritual Ngabungbang ditemukan banyak ditemukan perbedaan. Salah satu contoh adalah di Kota Banjar melalui tradisi Ngabungbang Batulawang. Pada ritual tersebut, sesi seni diisi dengan seni ronggeng amen dan kesenian kuda lumping. Dua kesenian tersebut selain menjadi bagian dari ritual Ngabungbang, dapat juga berdiri sendiri sebagai sebuah seni pertunjukan. Begitu pula halnya dengan Tari Cepet Sukabumi yang masuk dalam genre kesenian dalam perkembangannya kemudian memisahkan diri dan tidak mengikatkan diri sebagai bagian dari seni pertunjukkan tari khusus untuk ritual Ngabungbang.

            Perubahan dalam bentuk pemisahan antara fungsi sakral dengan fungsi hiburan pada Tari Cepet tidak dapat diketahui dengan pasti. Pencarian masa perubahan tersebut dapat dilihat dari upaya pendirian sanggar tari Cepet yang diinisiasi oleh Samin dan Nawi pada tahun 1974 bernama Sanggar Purwajati (Lasmawati, 2013: 3). Melalui angka tahun tersebut, diasumsikan bahwa jauh sebelum pendirian Sanggar Purwajati, animo masyarakat sekitar untuk mempergelarkan Tari Cepet cukup tinggi terutama dalam mengisi acara hajatan (khitanan dan pernikahan).

Masih di wilayah Kabupaten Sukabumi, Tari Cepet bahkan sudah berubah fungsi menjadi seni hiburan sejak tahun 1960. Kala itu, Nini Jami adalah sosok seniman yang menjadi pencetus kesenian Kuda Lumping dan Tari Cepet di Kampung Jaringao, Desa Pangumbahan, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi (Subagja, 2018: 99).

Arah menuju fungsi hiburan diperkuat dengan beberapa penambahan waditra dengan tujuan agar dapat lebih banyak menarik masyarakat untuk menonton pergelaran Tari Cepet. Tambahan waditra tersebut, selain kentongan bambu, ditambahkan juga waditra lainnya seperti saron, kendang, dan goong (Lasmawati, 2013: 3).

Selain acara hajatan (khitanan dan pernikahan), kemandirian Tari Cepet yang sudah beralih menjadi fungsi hiburan juga dapat disaksikan sebagai bagian dari rangkaian acara untuk memperingati hari besar nasional.

Struktur Pertunjukan

Waditra Tari Cepet yang pada awalnya hanya berupa kentongan kemudian ditambahkan seperangkat gamelan Sunda berlaras salendro, terdiri dari saron I, saron II, bonang, kendang, dan goong. Waditra tersebut digunakan untuk mengiringi terutama untuk lagu inti yang menggunakan bahasa Jawa (lagu wajib Tari Cepet) diantaranya berjudul ricik-ricik, dawet ayu, jaran kepang, bendrong, siji limo, dan renggong manis.

Busana Tari Cepet terdiri dari busana nayaga dan penari. Nayaga Tari Cepet adalah laki-laki yang mengenakan busana sunda terdiri dari acuk kampret (baju kampret), calana sontog (celana cingkrang), dan totopong (ikat kepala Sunda). Penari Tari Cepet berjumlah 12 orang atau lebih dilengkapi 1 orang pawang. Busana pawang adalah sama dengan busana yang dikenakan nayaga. Penari Cepet mengenakan baju lengan panjang dan celana lengan panjang. Sehelai kain dan selendang dililitkan di bagian pinggang. Di bagian kepala ditutupi topeng motif binatang dan Sanekala (mahluk halus)

Tari Cepet biasa dipergelarkan di lahan terbuka seperti lapangan atau area persawahan selesai panen sekitar 2 – 3 jam. Durasi pertunjukan diawali dengan iringan gamelan yang bertujuan menarik perhatian masyarakat untuk datang dan menyaksikan pagelaran. Selanjutnya adalah lagu pembuka berjudul gending bendrong. Iringan gamelan divariasikan dengan juru vokal untuk mengilustrasikan suara binatang dan mahluk halus. Suara dan iringan gamelan kemudian dihentikan dan dilanjutkan bunyi gending pertanda penari Cepet memasuki arena. Pertunjukan pun kemudian dimulai. Iringan musik disertai ilustrasi suara binatang dan mahluk halus dipadukan dengan gerak tari kreasi dan spontan dari para penari Cepet. Efek kesurupan para penari cepet tidak dilakukan secara bersamaan karena bergantung dari lagu favorit masing-masing penari. Oleh karena itu, ada penari yang langsung kesurupan sejak lagu pertama, tengah, atau akhir pertunjukan. Saat trans (kesurupan), para penari memakan sesaji yang telah disediakan seperti kemenyan, minyak duyung, minyak japaro, rujak kelapa hijau, bako anting, bunga, air bunga, air teh, rujak bunga kemangi, kopi hitam, rujak asem, padi, dan daun dadap (Juniansyah, 2015: 1-4).

Nilai, Makna, Dan Upaya Pelestarian

Beranjak dari perjalanan Cepet sebagai salah satu tari tradisional yang masih bertahan, atraksi trans yang menjadi ciri utama Tari Cepet menghasilkan satu identitas budaya yang sudah dikenal oleh masyarakat terutama di Kecamatan Ciracap Kabupaten Sukabumi. Sisi hiburan yang menjadi daya tarik masyarakat untuk datang dan melihat pertunjukkan Tari Cepet setidaknya dapat memberikan nilai ekonomi sekaligus melestarikan salah satu aset budaya yang ada di Kabupaten Sukabumi.

Sebagai sebuah tari tradisional yang suatu saat dapat saja menimbulkan kebosanan dan berimbas pada ketiadaan penonton, beberapa seniman kemudian berupaya memodifikasi Tari Cepet Kabuputen Sukabumi agar lebih menarik dan tetap dapat mengundang banyak penonton. Salah satunya adalah seperti yang dilakukan oleh Dinta, pemimpin Sanggar Grup Cepet Putra Amarta. Dinta menambahkan tokoh dalam cerita pewayangan Ramayana, seperti Hanoman, Rahwana/Buta, dan Cakil. Tokoh pewayangan tersebut akan menari sesuai dengan karakter masing-masing (Subagja, 2018: 99-100).


Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 18-01-2022

Komunitas Karya Budaya

Grup Mekar Budaya Asih

Kampung Kebonwaru Desa Gunungbatu Kecamatan Ciracap Kabupaten Sukabumi.

0

Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 18-01-2022

Maestro Karya Budaya

Dinta (Pimpinan Grup Putra Amarta)

Kampung Jaringao, Desa Pangumbahan, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi

0

Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 18-01-2022
   Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 18-01-2022

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047