Rujak Cingur

Tahun
2021
Nomor Registrasi
202101491
Domain
Kemahiran dan Kerajinan Tradisional
Provinsi
Jawa Timur
Responsive image

Kuliner merupakan jati diri atau identitas yang mampu menandakan lokalitas sebuah daerah, karena dapat diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi dan dalam waktu yang berkelanjutan. Setiap kota memiliki ciri khasnya sendiri, begitupun dengan kuliner yang sudah menjadi bagian dari budaya setiap kota dimana makanan itu berada. Kuliner dapat dikategorikan sebagai warisan budaya tak benda. Disamping itu, terdapat juga nilai-nilai maupun aspek historis yang mengiringi sebuah kuliner di daerah-daerah tertentu. Salah satu sajian kuliner yang menjadi simbol Kota Surabaya adalah Rujak Cingur. Cingur berasal dari istilah bahasa jawa yang berarti mulut sapi dan sekitar hidungnya. Rujak Cingur adalah makanan yang berisi campuran dari Cingur sebagai bahan utamanya, lalu ditambah dengan irisan buah dan sayuran, tahu, tempe, lontong serta petis dan bumbu-bumbu lain, seperti bumbu kacang yang disajikan dengan cara diulek. Rujak cingur biasa disajikan dengan tambahan kerupuk, dan dengan alas pincuk (daun pisang) atau piringsaji. Ciri khas cingurnya kenyal, kalau bahan-bahannya terdiri dari kacang, petis, garam, terasi, cabai, gula merah, pisang klutuk, lalu bahan baku lainnya adalah berupa tahu, tempe, lontong sayur, buah-buahan dan tentu saja cingur, kemudian dicampur bersama bumbunya. Rujak cingur biasa disantap sebagai hidangan pembuka atau bahkan juga penutup. Oleh karena itu, penjual Rujak Cingur biasanya dapat ditemukan sejak dari pagi hingga sore hari. Rujak Cingur merupakan dampak dari besarnya peranan petis terhadap kuliner yang menjadi penyedap rasa dan menjadi bahan utama dari sajian berbagai olahan makanan di Surabaya. Makanan di Surabaya sedikit banyak juga diadopsi dari masakan Madura. Sebagai produsen utama garam yang juga daerah pesisir, Madura juga berkontribusi pada pembuatan bahan dasar olahan petis. Selain itu, faktor kedekatan Kota Surabaya dengan Sidoarjo sebagai salah satu produsen petis juga membuat cita rasa petis menjadi lebih bervariasi. Petis sempat disebut oleh Thomas Stamford Raffles (Gubernur Hindia Belanda yang memerintah pada tahun 1811-1816) dalam karyanya berjudul History Of Java yang mengungkapkan bahwa petis diolah dari bahan campuran daging kerbau yang terdapat di wilayah-wilayah pedalaman. Selanjutnya, Dukut Imam Widodo dalam bukunya Monggo Dipun Badhog, menyebut bahwa industri petis di Surabaya telah hadir sejak awal abad ke-19, dibuktikan dengan adanya iklan petis milik Nyonya Siok yang muncul di sebuah Koran. Sejak saat itu, iklan-iklan petis mulai bermunculan di berbagai surat kabar. Pada tahun 1934, penjual petis di Surabaya dapat ditemukan melalui Toko Gan yang terletak di Kambodjastraat 12 (Ketabang). Secara historis, Rujak Cingur di Surabaya diperkirakan sudah ada sejak tahun 1938 melalui sebuah warung makanan yang terletak di Jalan Genteng Durasim 29. Menurut Hendri (pemilik warung), dulunya yang menjual Rujak Cingur adalah neneknya yang bernama Mbah Woro, kemudian Bu Maryam hingga meninggal tahun 1978. Pada tahun 1985 usaha Rujak Cingur diambil alih dan dikelola sendiri oleh Hendri. Usaha itu dijalankan secara turun temurun dengan tetap mempertahankan mutu dan menjaga cita rasa. Tempat jualan yang awalnya berbentuk gubuk, kemudian secara perlahan dibangun menjadi tembok. Rujak Cingur Genteng Durasim bahkan dikenal sampai ke mancanegara, ketika diadakan APEC di Surabaya, Rujak Cingur Genteng Durasim diundang oleh Walikota untuk menghidangkan sajian Rujak Cingur kepada 1.500 peserta APEC dari 21 negara berbeda. Pada akhirnya, makanan Rujak Cingur di Surabaya pun semakin terkenal dengan adanya Festival Rujak Ulek yang rutin diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Surabaya setiap tahunnya sejak pertama kali digelar pada 2004 di Jalan Sedap Malam dalam rangkaian peringatan hari jadi Kota Surabaya yang jatuh pada bulan Mei. Dalam perkembangan selanjutnya, sejak tahun 2007 hingga kini, Festival Rujak Ulek selalu diselenggarakan di Jalan Kembang Jepun. Nuansa Festival Rujak Ulek ini semakin hidup ketika dalam penyelenggarannya bertempat di kawasan kota tua Surabaya, tepatnya di Jalan Kembang Jepun, dimana pesertanya diharuskan mengenakan pakaian adat dan budaya lokal.


Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 02-02-2022

Komunitas Karya Budaya

Genteng Durasim No. 29 Surabaya

Genteng Durasim No. 29 Surabaya

0315358213

disbudparkotasby@gmail.com

Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 02-02-2022

Maestro Karya Budaya

Hendri Sudikto

Genteng Durasim No. 29 Surabaya

0315358213

disbudparkotasby@gmail.com

Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 02-02-2022
   Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 02-02-2022

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047