Sintong

Tahun
2021
Nomor Registrasi
202101496
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
Jawa Timur
Responsive image

Kesenian sintung merupakan kesenian bernafaskan Islam yang terdiri dari unsur seni tari, seni musik dan olah vokal. Kata sintung merupakan akronim dari rangkaian wang awang sintung. Wang awang mempunyai arti mengangkat kaki. Kata sin berasal dari bahasa Arab yang berarti bergembira ria, sedangkan tung merupakan kepanjangan dari kata settung (satu). Sehingga sintung merupakan refleksi jiwa, ungkapan kegembiraan yang di ekspresikan dengan cara mengangkat kaki bergembira ria sambil melompat lompat disertai pembacaan sholawat dan berzanji. Gerakan tarian dan nyanyian (sholawat dan berzanji) hanya ditujukan pada Sang Pencipta Sang Maha Kuasa. Gerakan dalam seni sintung merupakan hasil dari modifikasi hadrah dan gambus dengan gerak yang rancak, dinamis dan gerak hidup. Sejarah kesenian sintung di Sumenep terdiri dari beberapa versi yang berkembang di masyarakat. Beberapa versi ini muncul karena tidak adanya literatur tertulis yang sifatnya kuno dan otentik, tetapi hanya berdasarkan sumber lisan yang telah diwariskan secara turun temurun. Beberapa versi yang berkembang di masyarakat mengenai sejarah kesenian sintung di Sumenep antara lain: versi pertama kesenian sintung dibawa oleh Sunan Muria (1450 – 1551 M) sebagai media dakwah, versi kedua kesenian sintung berasal dari Asia Tengah tepatnya dari semenanjung Arabia. Kesenian ini sampai ke Indonesia dibawa oleh para pedagang Gujarat (India) pada abad ke - 13 M, seiring dengan misi yang dibawa oleh para pedagang tersebut yaitu untuk menyebarkan agama Islam. Berawal dari Sumatera tepatnya Aceh kemudian dibawa ke arah timur yaitu pulau Jawa hingga akhirnya sampai di Pulau Madura. Pada tahun 1965, pada saat terjadi pemberontakan G 30/S PKI, sintung berhenti berkegiatan (tidak dilaksanakan lagi oleh masyarakat pendukungnya) hal ini dikarenakan terjadi pergolakan politik saat itu. Pada tahun 1971 cucu dari K Musana yaitu K Jalaludin bersama santrinya Hesbul Hannan menghidupkan lagi sintung di tempat asalnya yaitu Dusun Batang Desa Ambunten Tengah Kecamatan Ambunten. Setelah itu Sintung berkembang lagi sampai berpindah kepemimpinan dari K. Jalaudin kepada menantunya yang bernama K. Ahmad Sahidu. Dari K. Ahmad Sahidu sintung berpindah kepemimpinan kepada Rifai. Pasang surut perkembangan sintung mulai terjadi. Tetapi kepemimpinan masih bisa berlanjut pada Abdul Kadir. Pada kepemimpinan Abdul kadir inilah sintung benar-benar berhenti berkegiatan karena beberapa sebab, salah satunya adalah Abdul kadir merantau ke Malaysia. Pada tahun 2017 sintung menemukan momentumnya untuk bangkit lagi ketika diminta menjadi penampil pada saat kunjungan presiden Jokowi ke pondok pesantren Annuqoyah Guluk-Guluk. Dengan diprakarsai para kiai Sepuh di Ambunten para pelaku sintung dikumpulkan lagi. Sehingga dapat tampil di acara penyambutan presiden Jokowi di pondok Pesantren Annuqoyah Guluk-Guluk. Semenjak saat itu atas bimbingan dan upaya para Kiai Sepuh di Ambunten sintung dijalankan oleh masyarakat pendukungnya sampai saat ini. Kumpulan sintung dilaksanakan setiap Kamis malam Jumat. Pada saat ini kelompok sintung Al-Jamiatus Sholihin diampu oleh Nurrahman (ketua). Unsur dalam kesenian sintung yang menonjol adalah nyanyiannya, pada intinya banyak melantunkan Sholawat Nabi Asrabul Anam yang merupakan sholawat terlengkap. Alat musik yang digunakan pada kesenian sintung terdiri dari 2 gendang, 1 bedug dan 2-4 kenthongan yang terbuat dari buah siwalan. Dalam setiap pementasan terdiri dari 2 – 40 penari laki-laki dan 2 orang pembawa sholawat dan berzanji (hadi). Pementasan sintung biasanya diselenggarakan pada malam hari dengan durasi sekitar + 6 jam dengan membawakan sekitar 23 lagu (pertunjukan utuh). Namun dalam perkembangannya kesenian sintung tampil dengan menyesuaikan permintaan dari penanggap. Kesenian sintung mempunyai fungsi antara lain:1) sebagai cerminan dan legitimasi dari tatanan sosial masyarakat Sumenep yang religius. Hal ini tampak dari sisi pemain sintung yang seluruhnya adalah kaum laki-laki dan kaum perempuan tidak menjadi bagian dalam kesenian sintung. Dalam pandangan Islam seorang laki-laki adalah seorang Imam bagi keluarganya. Seorang laki-laki harus bisa menjadi teladan yang baik dalam setiap keluarganya baik dalam sikap, tutur kata maupun dalam kehidupan religinya seperti taat dalam beribadah maupun pemahaman ilmu agamanya sehingga hidupnya berjalan di jalan Allah. 2) sebagai wahanan ekspresi ritus yang bersifat religius. Kesenian yang merupakan gabungan tiga unsur seni (seni tari, vokal dan musik) ini mengekspresikan sifat religiusitas karena sintung menghimbau untuk berjalan di jalan Allah. Bentuk ekspresi tersebut dapat dilihat dari alat musik yang digunakan yaitu bedhug dan kentongan (tong-tong) yang memiliki makna sama sebagai tanda untuk mengajak orang sholat. 3) sebagai media dakwah yang sering ditampilkan pada acara hajatan baik manten, acara penyambutan orang yang baru pulang dari ibadah haji, sunatan, nazar, upacara petik laut dan peringatan hari besar Islam. Media dakwah tersebut nampak dari syair yang dibawakan dalam sintung. Dalam syair tersebut mengandung doa-doa, nasihat-nasihat yang baik, ungkapan syukur dan puji-pujian kepada Allah SWT dan Muhammad Rasulullah SAW sehingga penonton bisa memetik nilai-nilai yang terkandung didalamnya dan mengamalkan dalam hidup sehari-harinya. Kesenian sintung mengandung nilai pendidikan karakter yang didalamnya mencakup nilai religius, kerja keras, dan cinta tanah air. Nilai religius tampak dari syair sintung wang-awang sintung yang memiliki makna menuju yang “satu” yaitu Allah. dan untuk menuju ke kesempurnaan hidup hanya bisa melalui jalan-Nya. Prinsip kesempurnaan hidup tersebut tidak hanya dalam bentuk materi saja tetapi juga batiniah. Nilai lain yang ada dalam kesenian sintung adalah kerja keras. Nilai tersebut terwujud dalam gerakan tangan ke atas dan ke bawah yang mengibaratkan kehidupan bagaikan roda yang berputar. Pada saat diposisi atas tidak boleh sombong sedangkan saat di bawah tidak boleh berkecil hati dan mudah menyerah. Nilai lain yang dalam kesenian sintung adalah cinta tanah air. Rasa cinta tanah air bisa dilihat dari properti tong-tong yang dicat dengan warna merah putih yang menyimbolkan identitas negara. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun kesenian sintung identik dengan kesenian religi namun mereka tetap tidak meninggalkan ke-Indonesiaannya.


Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 02-02-2022

Komunitas Karya Budaya

Sintung Al-Jamiatus Sholihin

Dusun Batang, Desa Ambunten Tengah, Kecamatan Ambunten, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur

087851725336

meiyenni01@gmail.com

Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 02-02-2022

Maestro Karya Budaya

Nurrahman

Dusun Batang, Desa Ambunten Tengah, Kecamatan Ambunten, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur

087762933220

meiyenni01@gmailcom

Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 02-02-2022
   Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 02-02-2022

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047