Tari Ngebeng

Tahun
2021
Nomor Registrasi
202101392
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
Jambi
Responsive image

Ngebeng adalah sebuah seni pertunjukan tradisi yaitu seni tari yang berasal dari desa Rambutan Masam, Kecamatan Muaro Tembesi, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi. Desa Rambutan Masam sendiri salah satu desa tua di pinggiran Sungai Batanghari. Kata Ngebeng menurut warga setempat sama dengan “Nyoget” atau joget. 

 

Pada awalnya dahulu, Ngebeng dilarang atau tabu untuk  dipentaskan atau dipagelarkan di desa atau di dusun, hal ini dikarenakan masyarakat setempat memiliki pandangan bahwa wanita dilarang berkesenian, karena dilihat bukan oleh muhrimnya.  Mengenai adanya pandangan "Tabu", karena tidak sesuai dengan agama dan adat istiadat masyarakat setempat seperti yang tertuang dalam seloko adat berbunyi ; “Adat bersendikan syarak, syarak bersendikan kitabullah. Syarak mengato adat memakai. Diasak layu dianggo mati. Elok mati anak dari pado mati adat. Sumbang mato sumbang Pengliatan, tapijak di gunung arang hitam telapak, tapijak digunung kapua (kapur) putih telapak”.  Karena itu apa yang ditetapkan dan ditentukan oleh agama dan adat istiadat, tetap dipegang teguh oleh warga Rambutan Masam sampai sekarang.Tabu, karena tidak sesuai dengan agama dan adat istiadat, karena; “Adat bersendikan syarak, syarak bersendikan kitabullah. Syarak mengato adat memakai. Diasak layu dianggo mati. Elok mati anak dari pado mati adat. Sumbang mato sumbang Pengliatan, tapijak di gunung arang hitam telapak, tapijak digunung kapua (kapur) putih telapak”.  Karena itu apa yang ditetapkan dan ditentukan oleh agama dan adatitiadat, tetap dipegang teguh oleh warga Rambutan Masam sampai sekarang. Oleh karena itu, maka peran penari wanita  diganti  dengan laki-laki yang dihias seperti wanita (dalam bahasa lokal disebut babancian).



Ngebeng biasanya ditampilkan sewaktu baselang nugal di talang (kebun) atau baselang  nandur (menanam padi) dan baselang nuwe (panen padi) di humo (sawah). Selain itu juga Ngebeng yang dilakukan di humo (sawah) biasanya ditampilkan pada saat istirahat siang di pematang humo tersebut, sedangkan di talang ditampilkan pada saat malam bakintang (masak-memasak) untuk keperluan baselang nugal esok harinya. Dalam penampilan, menghibur warga yang mau baselang (gotong royong) esoknya maka Ngebeng ditampilkan dengan berbalas pantun antara pemuda-pemudi yang tetap diawasi tuo-tuo tengganai agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan



Gerak tari Ngebeng itu sendiri mencerminkan atau menggambarkan percintaan muda-mudi atau lebih tepatnya perumpamaan pria yang sedang mendekati wanita bahkan masyarakat setempat mengibaratkan bahwa Ngebeng tersebut seperti perumpamaan ayam jantan mengepek ayam betina atau lawan jenisnya. Kostum yang digunakan pada awalnya adalah baju harian saja seperti baju kurung pada umumnya yang biasa dipakai oleh kaum wanita bila kesawah dan menggunakan tekuluk kesawah. Akan tetapi saat ini karena Ngebeng sudah ditampilkan di panggung maka sudah menggunakan kostum tari sebagaimana mestinya. Sedangkan untuk musik iringan menggunkan gendang, biola, gong dan lagu asam payo



Adalah Datuk Syamsul Bahri pelaku tari tradisi Ngebeng (62 Tahun) yang menyampaikan bahwa beliau mengenal Ngebeng dan mempelajari Ngebeng  dari orang tuonya yang bernama  Muhammad Ali  langsung ketiko itu umur ayah sayo sudah berumur 36 Tahun. Tari ini berarti sudah ada berumur lebih 100 tahun. Ngebeng itu identik dengan “nyoget” (joget), sarupo dengan ayam Ngepek ayam batino (Ceweknyo) pado awal bacinto. Mako gerak tari ngepek meniru gerak binatang bacinto (sir dengan lawan jenisnya) seperti se-ekor Ayam Jantan melakukan pendekatan dengan Ayam Betino untuk kawin. Mako tari-tu  idak boleh dilakukan oleh jantan dengan batino, dan tabu bagi orang dusun. Walaupun ado batino, tapi Batino Bebancian (seorang laki-laki yang menyerupai perempuan, dengan berpakaian dan berhias seperti seorang wanita). Bak kato adat disebut “sumbang pangliatan (sumbang mato)”, mako dilakukan di Talang (kebun) jauh dari dusun, karno isinyo bacinto kasih, dan dilarang agamo, menurut adat  disiko, didendo. Bagi jantan didendo 2 ekor ayam jantan dan beras segantang, dan bagi batinonyo dendonyo ayam sekok, beras setengah gantang. Ditambah pulak dengan selemak semanis, seasin segaram, dan sepedas (lengkap semua bumbu untuk masak) untuk sedekah dirumah penghulu. Dibaco doa selamat agar tidak turun balak dikampung (cuci kampung), karena soal bacinto antara bujang dengan gadih. Karno dulu tu basuo bae dengan pacar nyuruk (nyuluk) sebab dulu batino gadih (perempuan) dipingit, dak buleh secaro terang-terangan karena itu dak sesuai dengan ugamo (tabu/dilarang).

 

Mulai tahun 2017, Ngebeng kembali ditampilkan dalam bentuk seni pertunjukan (ditampilkan diatas panggung), dan ditonton oleh masyarakat. Akan tetapi sanggar Bakolantang yang saat ini terus melestarikan Ngebeng tersebut tetap mempertahankan kepenarian pada tari Ngebeng dengan tidak merubah penari nya, dalam arti bahwa yang menarikan tari Ngebeng adalah laki-laki.

 

 

 

 

 

 

 


Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 28-01-2022

Komunitas Karya Budaya

Sanggar Seni Bakolantang (ketua an Bapak Suhaili)

Desa Rambutan Masam Kes Muaro Tembesi Kab Batanghari

085208080420

syaksuhaili@gmail.com

Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 28-01-2022

Maestro Karya Budaya

Syamsul Bahri (65 tahun)

Rt 5 Dusun Hulu Desa Rambutan Masam

08520800420

syaksuhaili@gmail.com

Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 28-01-2022
   Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 28-01-2022

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047