Makan Bajamba Nagari Jawi-Jawi

Tahun
2021
Nomor Registrasi
202101365
Domain
Tradisi dan Ekspresi Lisan
Provinsi
Sumatra Barat
Responsive image

MAKAN BAJAMBA NAGARI JAWI-JAWI

Makan Bajamba adalah tata cara makan beradat dimana makan dihidangkan dalam satu piring besar  yang dikonsumsi oleh 4-6 orang yang duduk melingkar  yang dibagi dalam beberapa kelompok (Moussay, 1995: 488). Secara historis Makan Bajamba sudah berlangsung sejak Islam masuk Minangkabau sekitar abad ke 7 H/13 M. Selanjutnya berkembang ke berbagai wilayah Sumatera Barat, khususunya di Nagari Jawi-Jawi Kabupaten Solok.

Di dalam Makan Bajamba terdapat beberapa aturan yang unik, mulai dari cara makan, cara menghidangkan makanan serta jenis makanan. Hidangan yang disajikan biasanya memiliki makna tersendiri terkait dengan proses upacara tersebut, misal randang, cancang dagiang, gulai sayur nangka atau rebung yang dicampur dengan rempah-rempah. Ada juga beras pulut, pinyaram, kalamai serta sejumlah makanan khas lainnya. Deretan makanan tersebut adalah makanan yang wajib disajikan dalam Makan Bajamba, selain makanan tambahan, seperti godok, kue loyang, kue sapik dan lapek bugih.

Makan Bajamba atau juga disebut makan barapak dilakukan dengan cara duduk bersama-sama di dalam suatu ruangan atau tempat yang telah ditentukan. Tradisi ini umumnya dilangsungkan pada hari-hari besar agama Islam dan dalam berbagai upacara adat, pesta adat, dan pertemuan penting lainnya. 

Tokoh yang berperan dalam prosesi Makan Bajamba dalam rangkaian acara adat adalah niniak mamak, penghulu kedua belah pihak dalam perhelatan perkawinan keluarga, selain keluarga sepersukuan, orang salingka nagari, serta induak bako/keluarga kerabat ayah mempelai laki-laki/perempuan.

Objek sosial dalam Makan Bajamba Minangkabau  terdiri bagaimana berpilaku sesuai makan yang beradat, seperti adab sopan santun yang diatur sedemikian rupa. Makan Bajamba memiliki tata nilai dan aturan yang khas. Dalam tradisi Makan Bajamba ini nasi di taruh diatas dulang (atau piring gadang), gundukan nasi yang besar ditaruh lauk pauk. Orang orang yang makan duduk bersila secara teratur dan membentuk lingkaran.

Satu porsi nasi gabungan (nasi dan lauk pauk) yang dinikmati oleh satu kelompok (ciek selo) yang terdiri dari dari lima sampai delapan orang.  Didalam proses Makan Bajamba hendaklah mengikuti aturan aturan tidak tertulis yang telah disepakati Bersama, seperti aturan duduk melingkar, makanan jangan sampai terbuang, tidak boleh “centang parenang” (sesuka hati). 

Posisi duduk kaum pria adalah baselo  (bersila) sedangkan perempuan duduk bersimpuh. Makan Bajamba ini terdiri dari lebih dari satu kelompok, satu kelompok di kenal dengan istilah ciek selo. Ciek selo dipandu oleh seseorang yang umumnya merupakan tuan rumah atau perwakilan tuan rumah yang bertugas menuangkan lauk pauk ke atas gundukan nasi beserta sayurnya. 

Ada beberapa nilai yang terkandung dalam prosesi Makan Bajamba ini di antaranya:

1.      Nilai kebersamaan yang dipengaruhi oleh rasa kekeluargaan.  Makan Bajamba  dianggap memberi keberkahan, karena semakin banyak yang makan semakin membawa kebaikan, sebagaimana  hadist Nabi, ”Makan satu orang itu cukup untuk dua orang, makan dua orang orang itu cukup untuk empat orang, makanan empat orang itu cukup untuk delapan orang” (HR. Muslim). Ibnu Hajar yang merujuk kitab hadist Fath al Baari mengemukakan “Makanlah bersama dan janganlah sendiri karena sesungguhnya  makanan satu orang itu cukup untuk dua orang.” Ini mengambarkan bahwa makan bersama memiliki keberkahan.

2.      Nilai manajemen dalam kehidupan, sebagaimana tergambar pada pertimbangan  jumlah nasi dan lauk yang harus disajikan dalam Makan Bajamba. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kemubaziran. Adapula tata tertib, dimana makanan yang dimakan adalah makanan yang merupakan bagian kita, yaitu yang ada didepan kita.

3.      Nilai meletakkan sesuatu pada tempatnya, saat duduk Makan Bajamba, kedudukan sosial sama rata.

Dalam Makan Bajamba kita juga tidak boleh mengeluarkan suara, atau yang biasa disebut oleh orang Minang makan mancapak. Suara-suara yang kita timbulkan akan mengganggu selera makan yang lainnya. Selain itu, ketika makan tidak boleh memasukkan tangan ke mulut, namun dengan melompatkan nasi ke dalam mulut menggunakan tangan. Biasanya tangan kiri berada di bawah tangan kanan agar bisa menampung nasi yang berjatuhan agar tidak kembali ke dalam talam. Dalam Makan Bajamba kepala tidak boleh menunduk, karena nantinya bisa menghalangi yang lainnya untuk bisa leluasa dalam menyuap nasi. Setelah itu dalam Makan Bajamba kita harus menghabiskan semua nasi yang ada di hadapan kita, tidak boleh ada yang tersisa. Jika kita selesai lebih dahulu dari yang lain, belum dibolehkan mencuci tangan dan harus menunggu yang lainnya selesai makan.

Pelajaran yang bisa kita ambil dari Makan Bajamba,  diantaranya nilai kebersamaan. Pada saat Makan Bajamba tidak ada perbedaan status social. Semuanya makan bersama yang kian mempererat tali silaturrahmi antara sesama. Adapula penanaman nilai sopan santun, saling menghargai dan menghormati orang lain. Namun Tata cara komunikasi dalam Makan Bajamba tetap diperhatikan, berbicara dengan orang yang lebih tua tetap ada alur sopan santun Agak disayangkan sekarang Makan Bajamba sudah jarang kita temukan dalam keseharian. Walaupun ada, namun sudah tidak sesuai lagi dengan tata aturan adat yang berlaku. Untuk itu kita sebagai masyarakat Minangkabau yang peduli akan kelestarian budaya asli kita sendiri hendaklah bisa mempraktekkan dalam keseharian kita. Bahkan, kalau memungkinkan bisa memperkenalkannya kepada dunia luar karena kekhasan dan bangunan rasa kebersamaan yang dikandungnya. Jangan sampai kebudayaan asing menggeser nilai-nilai asli budaya yang semenjak dahulu telah hidup dan dipertahankan oleh nenek moyang kita.

Makan Bajamba ini juga dimaknai sebagai  ajang berbagi  kegembiraan yang merupakan hak dan kewajiban sebagai keluarga dalam ikatan kekerabatan sehingga timbul silaturahmi dan rasa persatuannya, mereka Makan Bajamba dalam suasana satu kesatuan dengan tidak membedakan status sosial masing masing.

Jadi, Makan Bajamba dimaknai masyarakat  sebagai budaya yang harus dilestarikan yang mengandung unsur mendidik dan semangat kekeluargaan, membangun kebahagiaan bersama serta ekspresi kedekatan diri satu sama lain.

Di Nagari Jawi-Jawi Kabupaten Solok, Makan Bajamba dilaksanakan untuk sejumlah even, seperti saat padi mulai ditanam, pengukuhan pengurus LKAAM, perayaan perkawinan dan berbagai alek anak nagari lainnya. Semakin besar kegiatan upacara, semakin besar pula peserta yang hadir dan jamuan yang dihidangkan. Sebuah jamba dikelilingi oleh 3 sampai 7 orang.

Perhelatan Makan Bajamba terbesar terjadi pada tanggal 11 Agustus 2018 yang lalu, ketika diadakan upacara pengukuhan pengurus LKAAM Kabupaten Solok, dengan jumlah jamba mencapai 1000. Tidak diketahui secara pasti kapan awalnya tradisi ini dilaksanakan di kab. Solok. Namun diyakini oleh masyarakat wilayah ini, bahwa tradisi Makan Bajamba sudah dilaksanakan secara turun temurun. 

Tempat pelaksanaan Makan Bajamba seringkali dikaitkan dengan upacara yang diberlangsungkan. Apabila upacara keagamaan, maka tradisi Makan Bajamba diberlangsungkan di surau ataupun masjid. Jika perhelatan adat, maka biasanya diadakan di kantor KAN, balai adat dan semacamnya. Tradisi Makan Bajamba menjadi salah satu sumber kebersamaan masyarakat Solok dalam rangka menjalin silaturrahim anak nagari.


Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 25-01-2022

Komunitas Karya Budaya

KAN Nagari Jawi-Jawi, Kecamatan Gunuang Talang

Nagari Jawi-Jawi

085363551054

Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 25-01-2022

Maestro Karya Budaya

Sandra

Kabupaten Solok

085363551054

Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 25-01-2022
   Disetujui Oleh Ronggo Utomo Hardyanto Pada Tanggal 25-01-2022

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047