Ta'Butaan Jember

Tahun
2021
Nomor Registrasi
202101503
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
Jawa Timur
Responsive image

REKONSTRUKSI SEJARAH TABUTAAN (Eko Crys Endrayadi) Kesenian Ta Butaan merupakan kesenian tertua dan asli dari Kabupaten Jember. Sejarah munculnya kesenian Tabutaan dipercaya oleh masyarakat Jember berasal dari Desa Kamal Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember, yang selanjutnya menyebar ke daerah sekitarnya (Jember bagian Utara), yaitu: Kecamatan Pakusari, Kecamatan Patrang, dan Kecamatan Jelbuk. Tidak ada dokumen tertulis mengenai kapan munculnya kesenian Tabutaan. Rujukan terkait hal tersebut, diperoleh dari tradisi lisan keluarga pemangku Tabutaan yang mengaku berasal dari keturunan Buyut Nyami (pendiri Desa Kamal) ke-12. Buyut Nyami, oleh masyarakat Desa Kamal diyakini berasal dari pelarian Kerajaan Blambangan. Jika merujuk pada sumber babad Blambangan dan penelitian Ricklefs (1993), maka dapat diduga bahwa pelarian Buyut Nyami terkait dengan pembunuhan besar yang terjadi pada tahun 1708 hingga mengakibatkan ketidakstabilan politik Blambangan yang memaksa banyak penduduknya melarikan diri ke tempat-tempat aman, misalnya hutan dan pegunungan di sekitar Kerajaan Blambangan. Tradisi lisan dari pemangku Tabutaan Desa Kamal menyebutkan bahwa lahirnya keseniaan Tabutaan karena telah terjadi krisis pangan (paceklik) pada masa lalu akibat hama wereng dan belalang selama enam tahun berturut-turut (laep panjhang). Masyarakat Desa Kamal terpaksa memakan apa saja yang bisa dimakan. Pada tahun keenam berlangsungnya laep panjhang, terjadilah suatu keajaiban. Sepasang suami-istri, dengan tangan terikat di pinggang, menari-nari berkeliling desa dengan diiringi tabuhan lesung yang biasanya digunakan untuk menumbuk padi. Sejak saat itu paceklik berangsur-angsur hilang dan keadaan masyarakat pulih seperti sedia kala. Untuk menghindari terulangnya laep panjhang, seorang warga yang bernama Ki Samba membuat sepasang boneka Ta-buta’an sebagai sosok simbolis dalam ritual bersih desa setelah panen raya kedua (Kadisah). Topeng wajah Ta-buta’an laki-laki dibuat dari kayu suwis/waru, sedangkan topeng wajah perempuan dibuat dari kayu polai (Sumber: https://mediaindonesia.com/weekend/409824/ta-butaan-ondel-ondel-masyarakat-pendalungan).. Dari tradisi lisan di atas, jika dikaitkan dengan catatan sejarah, maka dapat diduga kejadian laep panjhang) hingga munculnya penciptaan kesenian Tabutaan terjadi sekitar tahun 1768 dan 1778. Menurut penelitian Winarsih (1995) bahwa pada kedua tahun tersebut, telah terjadi kekurangan pangan di Wilayah Besuki, dimana kesempatan ini dipakai VOC untuk mengalahkan kerajaan Blambangan. Pelaku seni Tabutaan di Desa Kamal saat ini mayoritas berasal dari Suku Madura. Menurut Burhan (1990) kehadiran Suku Madura di Jember bagian utara lebih belakangan dibandingkan dengan orang-orang Madura di Bondowoso, terutama setelah adanya perkebunan swasta di Jember. Mereka berasal sebagian dari wilayah Bondowoso yang bermigrasi ke wilayah Jember dan sebagian lainnya dari Pulau Madura yang bermigrasi ke Jember pada pertengahan pertama abad ke-19. Oleh karena itu, keseniaan Tabutaan pun telah mengalami akulturasi budaya, terutama budaya Jawa dan Madura. Hal ini sejalan dengan riset Retno (2019) bahwa dari segi kebudayaan, wilayah Blambangan merupakan titik temu dari berbagai macam pengaruh, baik pengaruh dari kebudayaan Madura, Jawa, dan Bali, maupun dari kebudayaan asing, seperti Cina, Arab, dan Eropa. Masyarakat Kabupaten Jember bagian Utara, khususnya di penduduk Desa Kamal yang mayoritas berasal dari Suku Madura hingga saat ini sangat menjunjung tinggi tradisi spiritual, terutama upacara ada Kadisah. dengan menghadirkan prosesi Tabutaan yang menampilkan penari yang ada di dalam boneka raksasa yang terbuat dari bambu yang dianyam dan diberi pakaian lengkap dengan tangan terikat, berwajah raksasa yang diarak berkeliling desa setiap tahun sekali. Uniknya, doa dan mantra dalam ritual kadisah yang dilafalkan oleh pemangku adat menggunakan bahasa Jawa kuna, dengan diiringi alat musik dari lesung atau ronjengan yang dipukul. Didasari oleh keyakinan dan spiritualitas yang tinggi, Jember bagian Utara berjuang keras agar ritual adat Kadisah dengan menampilkan Tabutaan tetap terselenggara meskipun dalam situasi sosial-ekonomi yang kurang menguntungkan. Mereka menyelenggarakan Kadisah dengan cara bergotong-royong, sehingga tidak memberatkan pihak-pihak tertentu, termasuk pihak pemerintah desa. Situasi yang demikian ini digambarkan oleh Tylor (dalam Coleman dan Watson, 2005) bahwa inti religi adalah kepercayaan pada hal-hal spiritual. Artinya, nilai-nilai spiritual dianggap lebih penting dibanding aspek material. Nilai-nilai spiritual itulah yang menjadi penggcrak masyarakat untuk terus menyelenggarakan ritual bersih desa, apapun keadaan yang sedang terjadi


Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 02-02-2022

Komunitas Karya Budaya

Compok e Bud Ta' Butaan Kabupaten Jember

Dusun Klanceng RT 004 RW 001 Desa Kamal Kecamatan Arjasa Kab. Jember

085101838538

wipiproductions@gmail.com

Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 02-02-2022

Maestro Karya Budaya

Andiyanto

Dusun Klanceng RT 004 RW 001 Desa Kamal Kecamatan Arjasa Kab. Jember

085101838538

wipiproductions@gmail.com

Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 02-02-2022
   Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 02-02-2022

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047