Makepung

Tahun
2013
Nomor Registrasi
201300034
Domain
Tradisi dan Ekspresi Lisan
Provinsi
Bali
Responsive image

Atraksi makepung merupakan tradisi turun-temurun yang merupakan warisan budaya petani, sarat dengan nilai luhur yang perlu dilestarikan. Atraksi ini sudah populer pada masyarakat petani di JATIM Kabupaten Jembrana yang berawal untuk kegiatan olahraga, selanjutnya berkembang kreativitas seni di dalamnya. Makepung adalah pacuan kerbau yang menarik gelinding atau sejenis alat pengangkut yang ditarik oleh sepasang kerbau.

Keberadaan makepung erat kaitannya dengan struktur geografis dan mata pencaharian sebagian besar masyarakat Jembrana di bidang pertanian. lnspirasi makepung berasal dari tahapan-tahapan pengolahan sawah. Sebelum dapat ditanami, sawah harus melalui proses mengemburkan tanah untuk menjadi lumpur yang dikenal dengan istilah membajak. Para petani di Bali, khususnya Jembrana biasanya menggunakan sapi atau kerbau untuk membantu melaksanakan tugas ini. Di Jembrana kegiatan membajak umumnya menggunakan kerbau dan dilakukan secara bergotong-royong sehingga satu petak sawah bisa dibajak oleh beberapa pasang kerbau. Dari kegiatan inilah kemudian muncul ide para petani untuk mengadu kebolehan kerbaunya dalam hal menarik /ampit.

Makepung adalah atraksi balapan kerbau berasal dari Kabupaten Jembrana, Bali. Kata Makepung berasal dari kata makepung-kepungan (bahasa Bali) artinya berkejar-kejaran. lnspirasinya muncul dari kegiatan tahapan proses pengolahan tanah sawah yaitu tahap melumatkan tanah menjadi lumpur dengan memakai lampit. Lampit ditarik oleh dua ekor kerbau dan sebagai alat penghias kerbau, maka pada leher kerbau tersebut dikalungi gerondongan (gongseng besar) sehingga apabila kerbau tersebut berjalan menarik lampit maka akan kedengaran bunyi seperti alunan musik. Karena bekerja gotong royong maka ada banyak lampityang masing-masing ditarik oleh dua ekor kerbau yang ditunggangi oleh seorang joki duduk di atas /ampit. Atraksi ini dikenal masyarakat sekitar tahun 1920-an.

Atraksi makepung di sawah ini berkembang sekitar tahun 1930 dan ada di masing-masing desa yang jokinya berpakaian seperti prajurit kerajaan di Jembrana zaman dahulu, yaitu memakai destar, selendang, selempod, celana panjang, saput poleng (warna hitam putih), tanpa alas kaki dan membawa pecut.

Dalam perkembangannya, makepung kemudian dilakukan di jalanan yang ada di sekitar sawah. Jalan tanah berpasir merupakan lokasi favorit untuk balapan. Lintasan seperti ini mengharuskan peserta makepung melakukan beberapa perubahan agar balapan berlangsung lebih efektif. Perkembangan selanjutnya kurang lebih terjadi tahun 1960. Organisasi makepung dibagi atas 2 (dua) yaitu : Blok Barat dari ljogading ke Barat yang meliputi Banyu Biru, Kaliakah, Tegal Badeng, Moding, Pola Sari, Melaya sampai dengan Gilimanuk; Loloan Barat; Blok Timur termasuk di dalamnya Sebuah, Mendoyo, Poh Santen, Tegal Cangkring, Penyaringan, Yeh Embang, Yeh Sumbul, Yeh Leh. Pembagian ini dilakukan untuk memudahkan mengurusnya.

Makepung yang dalam bahasa Indonesia berarti berkejar-kejaran, adalah tradisi berupa lomba pacu kerbau yang telah lama melekat pada masyarakat Bali, khususnya di Kabupaten Jembrana. Tradisi ini awalnya hanyalah permainan para petani yang dilakukan di sela-sela kegiatan membajak sawah di musim panen. Kala itu, mereka saling beradu cepat dengan memacu kerbau yang dikaitkan pada ebuah gerobak dan dikendalikan oleh seorang joki.

Makin lama, kegiatan yang semula iseng itu pun berkembang dan makin diminati banyak kalangan. Kini, makepung telah menjadi salah satu atraksi budaya yang paling menarik dan banyak ditonton oleh wisatawan termasuk para turis asing. Tak hanya itu, lomba pacu kerbau ini pun telah menjadi agenda tahunan wisata di Bali dan dikelola secara professional.

Seka rang ini, makepung tidak hanya diikuti oleh kalangan petani saja. Para pegawai dan pengusaha dari kota pun banyak yang menjadi peserta maupun supporter. Suasana pun menjadi sangat meriah dengan hadirnya para pemusik jegog (gamelan khas Bali yang terbuat dari bambu) untuk menyemarakkan suasana lomba.

Makepung adalah istilah dalam bahasa Bali yang artinya lomba balap kerbau, sebuah tradisi kaum petani yang kini masih tetap hidup di daerah Jembrana. Ketika mulai dilombakan pada tahun 1970-an, aturan dan kelengkapan dalam makepung ikut mengalami beberapa perubahan. Misalnya, kerbau yang tadinya hanya seekor, sekarang menjadi sepasang. Kemudian, cikar atau gerobak untuk joki yang dulunya berukuran besar, kini diganti dengan yang lebih kecil. Kerbau peserta makepung,sekarang juga lebih 'modis' dengan adanya berbagai macam hiasan berupa mahkota yang dipasang di kepala kerbau dan bendera hijau atau merah di masing-masing cikar. Sementara, arena makepung berupa track tanah berbentuk 'U' sepanjang 1 - 2 km.

Atraksi makepung bertempat di jalan sawah sepanjang 2 km, tempat terbuka, untuk memudahkan penonton. Sarana terdiri dari: 1) sepasang kerbau yang disebut kerbau paduan; 2) gelinding yang lazim disebut cikar, dibuat khusus untuk makepung; 3) Ugo, sepotong kayu untuk tempat sarad cikar dan bergantungan pada leher kerbau sebagai penyanggah, berbentuk ukiran naga memakai lis perak; 4) gagak terletak di tengah-tengah berfungsi memegang sarad, sebagai tiang umbul-umbul atau panji; 5) hiasan kerbau pada kepala disebut Rubbung, berbentuk Rubbung tari Barong, dibuat dari kulit sapi yang diukir; 6) hiasan leher kerbau disebut keroncongan, bentuknya mirip genta dibuat dari gongsang; 7) hiasan tanduk kerbau dibungkus dengan kantong kain merah; 8) pakaian yang digunakan oleh pengendara pacuan kerbau (makepung), sesuai pakaian khas Jembrana. Perlu pula diketahui pada saat lomba untuk pembentukan identitas masing-masing blok atraksi makepung ditandai dengan; blok Barat menggunakan umbul-umbul warna kehijau-hijauan dan blok Timur dengan umbul-umbul warna kemerah-merahan dan seragam joki berbeda.

Makepung adalah sebuah kompetisi, yang menggunakan kerbau sebagai penarik kendaraan yang disebut dengan cikar. Kerbau tersebut dihiasi dengan hiasan kepala yang sangat menarik dengan warna keemasan. Panjang lintasan yang dilalui sekitar 4 km. Lomba Makepung ini adalah lomba bergrup, dimana peserta terbagi atas Grup Barat dan Grup Timur. Sebagai pembatas antara group Ba rat dan Timur adalah sebuah sungai yang melintang ditengah-tengah kota Negara yang bernama Sungai ljo Gading. Dalam lomba makepung ini tidak ada juara perorangan hanya juara beregu.

Suasana pun menjadi sangat meriah dengan hadirnya para pemusik jegog (gamelan khas Bali yang terbuat dari bambu) untuk menyemarakkan suasana lomba. Dibandingkan atraksi serupa di daerah lain, Makepung memiliki aturan yang berbeda. Lintasannya berbentuk hurup U dengan garis start dan finish yang berada pada satu tempat. Yang unik, pemenang Makepung tidak didasarkan atas catatan waktu tetapi berdasarkan bagaimana dua pasang kerbau yang berlomba tersebut dapat menjaga jarak satu sama lainnya.

Pemenang lomba ini bukan hanya ditentukan dari siapa atau pasangan kerbau mana yang berhasil mencapai garis finish pertama kali saja, tetapi ditentukan juga dari jarak antar peserta yang sedang bertanding. Artinya, seorang peserta akan dianggap sebagai pemenang bila ia menjadi yang terdepan saat mencapai finish dan mampu menjaga jarak dengan peserta di belakangnya, sejauh 10 m.

Namun, bila pasangan kerbau yang berada di belakang bisa mempersempit jarak dengan peserta di depannya, menjadi kurang dari 10 m (ditanyakan), maka pasangan kerbau yang di belakang itulah yang akan keluar sebagai pemenang. Perlombaan diselesaikan dalam hitungan delapan sampai sepuluh menit dalam setiap race-nya.

Hal unik yang membuat Makepung menjadi sebuah tontonan yang seru dan menarik, adalah ekspresi seorang joki yang berada di atas cikar dan sedang memberi semangat pada kedua kerbaunya dengan meneriakkan yel-yel daerahnya masing-masing. Sang joki memecut kerbau dengan sebuah tongkat selama berpacu di atas lintasan selebar 2 m ini untuk bisa mencapai kecepatan maksimal.

Beberapa joki juga menggunakan tongkat khusus di mana terdapat paku-paku kecil yang ditempelkan pada tongkat tersebut, sehingga tidak mengherankan bila kerbau yang digunakan berdarah-darah setelah mengikuti lomba ini.

Yang menambah serunya Makepung, dalam setiap lomba hampir selalu ada joki yang gagal mengendalikan kerbaunya. Hal ini kerap terjadi saat ada peserta yang akan menyalip peserta lainnya dan saat kerbau lepas kendali, ia pun akan keluar lintasan dan akhirnya terperosok ke petakan sawah ataupun terbalik. Penonton pun bersorak-sorai.

Tradisi warisan budaya yang khas dan meriah di Kabupaten Jembrana Provinsi Bali sampai saat ini tetap dilestarikan karena mempunyai fungsi sebagai berikut:

• Makepung sampai saat ini merupakan salah satu tradisi khas dan kegemaran masyarakat Kabupaten Jembrana.

• Merupakan aset pariwisata yang setrategis dan potensial untuk dilestarikan dan dikembangkan, karena daya tarik dan keunikannya yang tiada duanya di Bali dan bahkan di tingkat nasional dan internasional. Serta sebagai ajang promosi Pariwisata Kabupaten Jembrana pada khususnya dan Bali pada umumnya

• Pelaksanaan lomba Makepung juga diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap sektor lain seperti pertanian dan peternakan, karena dengan adanya tradisi Makepung, terbukti mampu mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian, dan di sisi lain masyarakat merasa terpacu untuk memelihara karbau secara intensif untuk bisa mengikuti berpartisipasi dalam lomba Makepung yang diselenggarakansecara rutin setiap tahun.

Dilandasi semangat Makepung yang mengandung nilai-nilai, sportifitas kesungguhan dan tanggung jawab yang tinggi diharapkan dapat dilestarikan.


Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

Komunitas Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

Maestro Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047