Songket Sambas

Tahun
2013
Nomor Registrasi
201300036
Domain
Kemahiran dan Kerajinan Tradisional
Provinsi
Kalimantan Barat
Responsive image

Masyarakat Melayu Sambas mulai mengenal dan melakukan praktek menenun secara tradisional (baik teknik ikat maupun teknik songket) pada masa pemerintahan Raden Bima (Sultan Sambas yang ke-2, memerintah tahun 1668-1708) yang bergelas Sultan Muhammad Tajudin menggantikan ayahandanya Raden Sulaiman bin Raja Tengah. Sejak masa itulah menenun menjadi seni kerajinan dan diwariskan secara turun-temurun sampai sekarang.

Dari jaman dahulu para perajin atau penenun pada umumnya adalah perempuan dewasa yang telah berumah tangga, jarang sekali bahkan hampir tidak ada dari kalangan laki-laki, hal ini disebabkan para guru yang mengajarkannya adalah perempuan.

Di masa Hindia Belanda, gairah menenun dan jumlah kain tenun yang dihasilkan cukup menggembirakan dan boleh dikata hampir di setiap kampung ada perajin dan memiliki alat tenun sendiri. Pada saat itu Raja Sambas mendapat hadiah berupa seperangkat alat mesin tenun dari Kesultanan Brunei, sehingga menginginkan masyarakatnya belajar menenun. Sejak saat itulah proses menenun diajarkan kepada masyarakat yang berada di sekitar keraton dan hingga saat ini tenunan Sambas ini banyak dilakukan oleh masyarakat yang bermukim di sekitar Keraton Sambas.

Pada masa itu bahan dasar untuk menenun diperoleh melalui pedagang-pedaganag dari India dan Cina. Selain itu terjalin hubungan yang baik dengan pihak kerajaan-kerajaan di Sumatera. Mereka mengadakan hubungan perdagangan dengan pihak Kerajaan Sambas sehingga terjadi asimilasi dan akulturasi budaya baik dari pedagang Cina, India dan dari kerajaan yang berada di wilayah Sumatera. Terjadinya asimilasi dan akulturasi budaya khususnya dalam dalam hal menenun tersebut, menyebabkan antara tenun Sambas dengan tenun songket Palembang terdapat kemiripan. Oleh karena itu masyarakat di Kalimantan Ba rat lebih mengenal kain tenun songket Palembang daripada kain tenun songket Sambas. Namun demikian, sekalipun terdapat kemiripan, apabila dicermati ternyata ada hal yang membedakannya yaitu pada motif yang terdapat di dalam daging kain tersebut.

Pada masa lalu seluruh rangkaian kegiatan menenun ditangani oleh satu orang saja, tetapi sekarang sudah ada pembagian tugas sesuai dengan keahlian dan kesanggupannya masing-masing. Tetapi dalam penggunaan alat tenun, mereka masih menggunakan alat tenun tradisional yang terbuat dari bahan dasar kayu. Belum terdapat perubahan dalam hal penggunaan alat, walaupun mereka pernah mendapat pelatihan tentang penggunaan alat tenun baru yaitu alat tenun bukan mesin.

Dalam proses pembuatannya mereka masih menggunakan cara -cara lama sehingga memerlukan waktu yang relatif lama karena dalam satu bulan mereka biasanya hanya menghasilkan 2-3 lembar kain saja.

Tenun Sambas merupakan salah satu usaha masyarakat di Sambas yang telah berlangsung secara turun temurun. Pembuatan kain tenun ini dilakukan masyarakat secara manual atau tradisional. Proses pengerjaan secara tradisional ini akan membuat hasilnya akan lebih bagus dibandingkan pembuatan dengan mesin.

Produksi tenun Sambas merupakan salah satu usaha produksi di Kota Sambas pada umumnya, dan oleh karena itu tenun songket ini dinamai dengan tenun songket Sambas. Usaha tenun songket ini banyak dilakukan oleh penduduk yang bermukim di Dusun Semberang, Desa Sumber Harapan, Kecamatan Sambas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.

Sampai saat ini kerajinan tenun songket Sambas ini masih banyak sekali digeluti oleh masyarakat di sekitar daerah keratondan di sepanjang aliran sungai. Hingga saat ini, perajin tenun Sambas ini masih banyak yang bermukim di sekitar Keraton Sambas dan Kata Sambas pada umumnya. Dalam memproduksi tenun ini sudah banyak sekali masyarakat yang menggeluti usaha tenun ini, sehinga telah terbentuk beberapa Kelompok Usaha Bersama (KUB) antara lain: KUB Mawar yang berada di Desa Jagur, KUB Melati di Desa Tanjung Mekar dan KUB Tabur Bintang di Desa Sumber Harapan. Nama-nama KUB ini diambil dari nama-nama motif yang biasa dipakai dalam pembuatan tenun songket Sambas ini.

Bahan dasar dalam usaha menenun ini adalah benang. Benang yang dipergunakan beraneka ragam, seperti benang dengan aneka warna dan benang emas. Pada saat ini tidak dilakukan lagi proses pewarnaan dengan menggunakan pewarna celupan, tetapi sekarang ini telah tersedia benang-benang dengan aneka warna sesuai dengan kebutuhan. Ada berbagai merk benang yang dapat dipergunakan sebagai dasar kain dengan aneka warna seperti benang steple rayon No. 60/2 cap Naga Hati, benang border rayon merk Toyolon. Untuk benang emas biasanya diperoleh dari India dengan cap Candi Mas dan Fazalco, dan dari Jepang dikenal dengan Mamilon. Kedua jenis benang ini digunakan sebagai bahan untuk membuat motif. Namun untuk sekarang ini benang-benang lusi maupun benang emas sudah dapat dibeli I Kota Sambas, walaupun jenis dan jumlahnya terbatas.

Alat tenun yang digunakan untuk menenun adalah alat tenun gedogon. Alat gedogon tersebut umumnya digunakan oleh masyarakat Melayu yang berada di Pulau Sumatera seperti Riau, Sumatera Barat, Palembang, Lampung hingga Pulau Kalimantan, khususnya di pesisir Kalimantan Barat (Sambas). Secara keseluruhan, peralatan tenun yang dipergunakan oleh penenun di Kabupaten Sambas adalah: tarauan, luwing, pleting, cucuk/karab, garub/suri, pase, berirak, benik, serarak, injakan, pencual, cacak, pencual dan tandaian, kuda-kuda, kedudukan dan turak.

Tenun Sambas ini mempunyai corak. Semakin tinggi kesulitan dalam membuat motif tersebut maka harga tenunnya akan semakin mahal. Motif-motif yang dipakai pada saat ini tidak diketahui siapa yang menciptakannya dan motif-motif itu terus berkembang sesuai dengan kemampuan dari perajin tersebut.

Motif yang tergambar dalam tenunan ini biasanya berkaitan dengan alam dan lingkungan hidup. Semakin sulit motifnya,semakin lama waktu yang diperlukan. Jika motifnya relatif sulit, dalam sebulan seorang penenun terkadang hanya mampu menghasilkan selembar kain. Ta pi jika motifnya biasa, dapat diselesaikan dalam waktu dua minggu atau lebih cepat. Salah satu ciri khas tenun Sambas adalah motif pucuknya. Motif pucuk rebung berbentuk segi tiga, memanjang, dan lancip. Disebut pucuk rebung karena merupakan stilirisasi dari tunas bambu muda. Penggunaan pucuk rebung sebagai ciri khas tenun ini memiliki makna yang luas dan mendalam.

Sedikitnya ada tiga makna dari penggunaan motif ini sebagai ciri khas. Pertama, sebagai pengingat agar orang-orang Sambas terus berupaya untuk maju. Pucuk rebung adalah bagian dari pohon bambu yang terus tumbuh dan tumbuh. Semangat terus tumbuh inilah yang ingin disampaikan oleh motif ini. Kedua, orang Sambas harus senantiasa berpikiran lurus, sebagaimana tumbuhnya pucuk rebung. Pucuk rebung selalu tumbuh lurus hingga menjulang tinggi. Ketiga,jika mencapai puncak tertinggi, tidak boleh sombong dan arogan, sebagaimana pohon bambu yang selalu merunduk ketika telah tinggi.

Adapun motif yang banyak dipakai antara lain; parang menang, kote mesir, jambul merak, tabur bintang, pucuk rebung, tabur melati, tabur awan berarak, serong bunga mawar terputus, tabur melati setangkai, purik gelang berkaitan bunga sebangir, serong purik gelang, tabor bunga malek, bersilang bunga tanjung dan tapak dara, rangkaian kuarik bunga tanjung, serong bunga mawar, serong ular sawak, stilir daun periyak, serong pita berbunga, serong pita bunga sebangar, rangkaian bunga tanjung dan melati, serong pita ular Sarawak, untaian bintang timur tabur mata ayam, tabur melati setangkai, beriring kote mesir bertabur bunga, untaian pismin bertabur bunga, tabur bunga matahari, tabur mata ayam, tabur kuntum mawar, tabor bunga melati, beriring bunga anggur, untaian pismin bertabur bunga, tabur kuntum mawar, beriring bunga anggur, tabur bunga jeruk, serong telur, tabur bunga penyu, rantai "S"; serong parang manang dan bunga melati belah ketupat.

Motif-motif itu selalu berkembang disesuaikan dengan keadaan sekarang. Pada masa lalu penenun cenderung berkarya tergantung pada motif-motif tertentu saja, tetapi seiring dengan perjalanan waktu dan banyak pesanan yang disesuaikan dengan jenis produksi tenun yang dihasilkan, misalnya motif masjid untuk sajadah, dan sekarang ini burung enggang yang merupakan maskot Kalimantan Barat pun diangkat untuk menjadi motif kain tenun Sambas. Pada masa lalu motif yang ada pada kain tenun Sambas ini terkesan monoton dalam arti belum terjadi modifikasi motif.

Dalam hal tenaga kerja, pengusaha tenun mencari keluarga atau tetangga yang tempat tinggalnya berdekatan dengan mereka. Dasar pemilihan tenaga kerja ini adalah siapa saja yang ingin bekerja sebagai penenun akan direkrut untuk bekerja dengan pengusaha. Adapun sistem kerja mereka dengan upah borongan bukan harian. Hal ini tidak dimungkinkan untuk harian karena waktu kerja mereka yang tidak ditentukan.

Untuk memperoleh modal usaha, para perajin selain dengan memanfaatkan modal sendiri, terkadang untuk memenuhi modal produksinya, para pengusaha tersebut dibantu oleh pemerintah daerah setempat dengan memberikan pinjaman modal dengan angsuran yang relatif ringan.

Hasil produksinya berupa kain songket Sambas, untuk pakaian pria seperti kain dan sabuk. Sedangkan untuk pakaian wanita dapat berupa kain, selendang, ba~an baju kurung, dan sebagai bahan untuk hiasan seperti pada sajadah, sarung bantal kursi, hiasan dinding dan sebagainya.


Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

Komunitas Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

Maestro Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047