Tari Raigo

Tahun
2013
Nomor Registrasi
201300047
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
Sulawesi Tengah
Responsive image

Sulawesi Tengah kaya akan tradisi yang tersebar di 12 etnik yang tersebar di seluruh wilayahnya, dan satu di antara banyak kesenian tersebut adalah kesenian Raigo. Raigo sebagai tarian tradisional dipercaya oleh masyarakat pendukungnya lahir dan berkembang lewat proses mitos yang diwujudkan dalam bentuk ritus dengan gerakan dan ungkapan yang bernilai sakral sehingga sering menyertai pelaksanan upacara adat khususnya dalam upacara syukur panen padi dan beberapa upacara tradisional lainnya. Raigo hidup dan berkembang dalam masyarakat Sulawesi Tengah khususnya pada suku bangsa Kulawi dengan sebutan Raego, Kaili menyebut Rego dan Bada menyebut Raigo. Tarian yang menggambarkan suatu kemenangan dalam usaha, kegembiraan serta pengungkapan rasa syukur atas hasil panen yang menggembirakan kemudian ditarikan dalam gerakan dan ungkapan dalam bahasa daerah yang berisikan pemujaan terhadap sang pencipta.

Tarian raigo terdapat dalam beberapa jenis salah satunya adalah raigo mpae (raigo = tari dan mpae = padi) atau juga disebut raego vunja karena keterkaitannya dengan upacara vunja. Jadi raigo mpae atau raigo vunja adalah suatu tarian tradisional Sulawesi Tengah dalam rangkaian upacara vunja menurut irama yang menurut irama yang digerakkan oleh orang-orang yang sedang mengembangkan suatu daya dan semangat yang mempunyai arti sosial dan juga kepercayaan terhadap Sang Pencipta. Tarian ini bukan hanya semata-mata sebuah bentuk kesenian (hiburan) namun tarian ini tidak dapat terlepas dari beberapa pelaksanaan upacara adat di wilayah Kulawi atau pun di Lembah Bada. Untuk mendukung pelaksanaan tarian ini, maka tercipta pula lantunan syair-syair dalam vokal yang berisi pesan moral kepada yang mendengarkannya serta beberapa kelengkapan pendukung lainnya yang juga memiliki makna simbolik terhadap upacara ritualnya.

Perwujudan raego melalui syair-syairnya serta fungsi dan kedudukannya pada masyarakat, merupakan bagian dari ungkapan budaya yang dilatarbelakangi oleh emosi religi dan upacara adat yang dapat ditemukan di semua suku di Indonesia. Oleh karena tidak semua suku memiliki sarana komunikasi dalam bentuk tulisan, maka kesinambungan pewarisannya hanya tertumpu pada informasi lisan yang tidak sistematis sehingga memiliki kelemahan dan keutuhannya dari generasi ke generasi. Pada umunya pelaksanaan berbagai upacara adat, khususnya yang berkaitan dengan raigo pada Suku Kulawi, masih terus dilaksanakan para orang tua (totua ngata) sampai anak-anak muda. Kenyataan ini menjadikan masyarakat luar dapat mendengarkan syair-syair raego melalui vokal yang saling sahut menyahut sekaligus menjadi pengiring bagi tarian itu sendiri. Syair-syair tersebut memiliki makna terhadap pelaksanaan upacara adat serta melihat lebih dalam fungsi dan kedudukannya pada masyarakat setempat. Suku Kulawi sebagai pemilik budaya Raigo tidak mengenal tulisan, sehingga pewarisan budaya hanya dapat dilakukan secara lisan dan peniruan tingkah laku yang keseluruhannya mengandalkan ingatan belaka. Tidak semua lapisan masyarakat Suku Kulawi memiliki kesempatan untuk memperoleh bekal pengetahuan dan keterampilan dalam pelaksanaan raigo. Dengan demikian, hanya beberapa anggota masyarakat berusia lanjut yang menjadi pelaku upacara ini. Anggapan bahwa raego hanya diperuntukan untuk para totuangata (orang yang sudah berumur), menyebabkan pengetahuan dan keterampilan melakukan tarian ini hanya terbatas pada generasi yang mengalami tarian ini (pelaku) yang jumlahnya sangat kurang dan tidak lagi merata pada semua lapisan masyarakat di daerah Kulawi.

Secara garis besar tidak ada perbedaan esensil, dengan pola tarian keliling tapi syair yang dinyanyikan berbeda digolongkan berdasarkan upacara adat yang sedang dilakukan. Macam tarian Raigo adalah sebagai berikut:

- Raigo vunca, tarian raigo yang dilakukan pada upacara sesudah panen.

- Raigo tarade, tarian yang dilaksanakan pada upacara panen dengan hasil yang sangat memuaskan.

- Raigo potinowu, raigo yang dilaksanakan pada upacara membayar mahar oleh calon pengantin pria kepada calon pengantin wanita.

- Raigo pobalai, merupakan tarian raigo yang diadakan pada upacara perkawinan, apabila kedua mempelai masih ada hubungan kekeluargaan.

- Raigo puncumania, raigo yang dilaksanakan pada upacara khitanan.

- Raigo bobongka ombo, dilaksanakan pada upacara tujuh hari kematian bangsawan.

- Raigo popowata, diadakan pada upacara kematian saat menunggu jenazah.

- Raigopoparoma, diadakan pada upacara kematian menjelang hari terakhir.

- Raigo mpainu, raigo yang diselenggarakan pada upacara mandi bagi pahlawan yang akan berangkat ke medan perang.

- Raigo pantaka, diadakan pada upacara penyambutan para pahlawan dari medan perang.

- Raigo popatunahou, diadakan pada upacara mendirikan rumah baru.

- Raigo pangkasuwia, diadakan untuk penyambutan tamu.

Lagu-lagu pengiring tarian raigo biasanya dinyanyikan dalam tempo con brio, deice, sesuai dengan tema gembira dan pada pengiring perang yang disebut inolu, dinyanyikan dalam tempo de Marcia, forte atau presto yang sesuai dengan tema heroik dan patriotik. Setiap lagu memiliki ciri yang sama, yaitu pengulangan kata dan syair hingga beberapa kali. Perbedaan antara lagu dan lainnya terletak pada melodi dan tempo berwarna tinggi yang tetap sama bentuknya. Eksklamasi hanya terdapat pada lagu-lagu perang sebagai selingan yang tidak boleh ditinggalkan antara syair lagu. Lagu-lagu pengiring raigo mula-mula dinyanyikan solo yang dipimpin oleh tapanguli raigo, kemudian disusul dengan suara bersama pria. Setelah bait yang dinyanyikan dengan suara bersama pria berakhi, kemudian seorang bernyanyi solo, yang disebut sebagai toonama dan kemudian disusul lagi dengan suara bersama. Syair dan lirik untuk semua jenis lagu disebut oila dan oleh vokal disebut manoulia.


Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

Komunitas Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

Maestro Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047